maaf.

508 48 5
                                    

Flashback on.

"Kamu habis dari mana? Kakak nungguin di kantin dari tadi, makanannya udah dingin lho.."

"Aku habis makan di toko ramen di deket asrama sama Farrel."

"Makan?"

"Iya, makan. Kenapa? Kakak belum makan?"

"Kakak nungguin kamu, Sa. Udah dua jam kakak duduk di kantin nungguin kamu dateng, makanannya juga udah kakak siapin."

"Kakak makan sendiri aja, aku udah kenyang. Kakak ngapain deh nyiapin punya aku segala?"

"Ya kan tiap makan malam juga gitu. Kakak nyiapin makanan kamu, kamu tinggal makan di kantin bareng kakak. Kamu kenapa gak bilang ke kakak kalo mau makan bareng Farrel tadi?"

"Kakak aja sibuk sama temen-temen kakak."

"Sesibuknya kakak juga bakal dengerin kamu ngomong, Sa. Kalo kayak gini kan jadi mubazir makanannya."

"Ya udah sih, tinggal buang aja. Gak usah dibikin ribet."

"Kakak gak bikin ribet, kakak cuma pengen kamu kalo ada apa-apa ngomong dulu ke kakak."

"Gak, Kak Agam ribet. Aku gak perlu selalu laporan ke kakak, ini hidup aku. Kakak gak perlu tau hidup aku kayak gimana."

"Sa? Kamu serius ngomong gini ke kakak?"

"Kakak maunya gimana? Aku bercanda?"

"Ya udah, kakak minta maaf ya udah bikin hidup kamu ribet. Mulai saat ini kakak gak bakal ngurusin hidup kamu lagi, janji."

"Iya."

"Sekali lagi maaf. Kakak ke kantin dulu, makanan yang udah dingin itu belum dibuang soalnya."

"Oke."

"Dah, Aksa."

Flashback off.

Agam baru saja akan menuju kamar Satya untuk tidur di sana, tetapi eksistensi Aksa di depan pintu kamar menghentikan langkahnya.

Aksa menatap matanya sejenak lalu mendorong pelan bahu Agam agar kembali masuk ke kamar. Entah mengapa tubuh pemuda tinggi itu menjadi lebih ringan, begitu saja ia terdorong oleh tangan yang lebih muda.

Aksa mengunci pintu kamar tanpa mengalihkan pandangannya dari yang lebih tua.

"Dek—"

Belum dua patah kata Agam ucapkan dirinya langsung membisu kala si kecil mendekap tubuhnya erat.

Tak lama kemudian, indera pendengaran Agam menangkap suara isakan yang berasal dari kecilnya. Aksa menangis dengan wajahnya yang bersandar pada dada Agam.

"Kenapa nangis? Ada yang gangguin kamu?" tanya Agam.

Sesungguhnya sangat memilukan bagi hatinya mendengar Aksa menangis seperti ini, Agam tahu bahwa Aksa menangis karena dirinya.

Namun Agam tidak akan langsung luluh. Bagaimanapun juga, Aksa harus mengerti di mana kesalahannya dan konsekuensi yang harus diterimanya. Tentu saja Agam sudah memaafkan Aksa, hanya saja ia ingin kecilnya bisa lebih mengerti perasaannya.

Aksa menggeleng di sela tangisannya. Jemarinya meremat bagian belakang kaos yang dikenakan oleh Agam.

"Aku minta maaf, aku ngaku salah. Kakak jangan marah lagi," ucap Aksa dengan tersedu-sedu.

Ya, seperti yang Agam kira. Pasti Aksa datang untuk meminta maaf.

"Udah dimaafin," jawab Agam.

"Kenapa kakak masih diemin aku? Kakak udah capek ya sama aku?" Aksa mengangkat wajahnya menatap yang lebih tua dengan matanya yang berkaca-kaca itu.

Anak siapa sih ini?! Nyusahin hati orang aja, batin Agam menjerit melihat wajah Aksa dengan hidung yang memerah lucu itu.

"Bukannya kamu yang gak mau nyapa? Kamu juga udah akrab sama Aldo kan? Kamu keliatan seneng sama dia, kemarin sampe gendongan," ujar Agam.

"Cuma temenan biasa, kak.." tutur Aksa.

"Tapi beneran kamu kayaknya lebih bahagia sama dia lho, kayaknya kamu gak butuh kakak lagi," kata Agam langsung dibalas gelengan kuat dari yang lebih kecil.

"Ngapain aku minta maaf sampe nangis kayak gini kalo aku gak butuh kakak?" Kalimat retoris Aksa lontarkan.

"Kamu tuh anggap kakak apa sebenarnya, Sa?"

Aksa terdiam dengan tatapan terkejut dilayangkan olehnya. Tidak menyangka bahwa pemuda yang masih dipeluknya ini akan menanyakan pertanyaan seperti itu.

Tatapan terkejut itu perlahan berubah menjadi tatapan kesal, Aksa melepas pelukannya dan menarik bahu Agam yang otomatis membuat pemuda tinggi itu menunduk.

Kini giliran Agam yang terkejut saat Aksa begitu saja mencium bibirnya. Tak hanya ciuman biasa karena jemari kecil itu menarik dagu Agam agar mulutnya terbuka, lalu lidah Aksa masuk menyapa lidah Agam.

Ciuman ini terasa seperti ciuman paksa karena gerakan agresif dari Aksa. Bahkan tangan pemuda kelinci itu bergerak menahan tengkuk Agam seperti tidak ingin Agam pergi.

"Aku udah anggap kakak sebagai segalanya," ujar Aksa setelah mengakhiri ciuman singkat namun agresifnya itu.

"Aku gak bisa hidup tanpa kakak dan ini semua salah kakak. Kalo aja kita gak pernah ketemu, aku pasti gak akan seketergantungan ini sama kakak. Peran kakak di hidup aku terlalu krusial sampai aku gak bisa bayangin gimana kehidupan aku kalo gak ada kakak," lanjut Aksa.

Mendengar itu semua cukup membuat Agam terdiam dan hanya mampu menatap nanar kecilnya itu. Agam tidak berekspektasi akan mendapatkan jawaban seperti ini dari Aksa.

Namun tidak bisa dipungkiri, Agam senang mendengar jawaban itu.

"Aksa cinta Kak Agam."

Agam senang bukan hanya dirinya yang mencintai di sini.

"Maka dari itu, kakak jangan marah lagi. Aku benar-benar nyesel atas semua perkataanku dan aku gak bakal ngulangin kesalahanku itu lagi. Tolong kasih aku kesempatan buat perbaiki sifat burukku. Aku mau jadi kecilnya kakak yang lebih baik," ujar Aksa.

Agam tersenyum lalu mengecup lembut bibir Aksa. "Kakak udah gak marah lagi."

"Jangan tidur di kamar Kak Satya lagi, aku kesepian di sini."

"Bukannya ada Bang Jaka?" Agam menaikkan sebelah alisnya.

"Kak Jaka suka tidur di kamar Kak Dimas akhir-akhir ini."

"Jadi kamu beneran sendirian? Kok gak bilang sih?" Kepala Aksa dibelainya lembut. Ia tidak menyangka jika kecilnya itu tidur sendirian beberapa hari terakhir.

"Gimana aku mau bilang kalo kita aja lagi diem-dieman?" sungut Aksa dengan bibir yang mencebik lucu.

"Aduh, kasian kecilnya kakak.." Agam mencubit pelan kedua pipi Aksa gemas. "Susah tidur ya kamu akhir-akhir ini?"

Aksa mengangguk pelan. "Aku biasanya nangis dulu baru bisa tidur."

"Kok gitu?"

"Gak tau, aku nangisin kakak dulu baru nanti ngantuk sendiri."

Agam jadi merasa bersalah. Ia kira hanya dirinya yang merasakan sedih karena pertikaian mereka, rupanya Aksa lebih tersakiti.

"Maafin kakak ya?" ucap Agam.

"Gak papa, ini kayaknya hukuman buat aku," jawab Aksa.

"Hukumannya selesai. Sekarang kamu gak bakal tidur sendirian lagi." Agam mengangkat tubuh Aksa dan membawanya menuju ranjang miliknya. "Kita kelonan lagi, kakak kangen kelonin kamu."

Ditulis: 16 Agustus 2023 (9PM)
Ditulis: 8 September 2023 (7PM)

dealova (gyujin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang