sakit: agam ver.

472 50 0
                                    

"Gak turun-turun ih panasnya, kakak betah sakit atau gimana deh?" keluh Aksa menatap termometer yang cairan raksanya masih menyentuh angka merah.

Agam ikut menatap termometer yang sedang dipegang Aksa itu. "Yakali betah, cil," balasnya.

Tatapan pemuda kelinci itu beralih pada pasien sakit demam di hadapannya. "Pokoknya kakak hari ini jangan keluar kamar sama sekali, kakak diem di kasur. Kalo bisa tidur, tidur. Kalo gak bisa, ya paksain. Sore nanti panasnya harus udah turun," perintahnya dengan nada serius.

"Cil.. emang boleh sestrict ini?" celetuk Agam sedikit melongo mendengarkan Aksa.

Aksa memukul pelan lengan Agam, "biar kakak cepet sembuh. Kakak sih udah tau lagi demam malah ikutan main basket malam-malam, kan jadi gak sembuh-sembuh demamnya."

Memang Agam yang konyol. Mengetahui dirinya sedang demam kemarin, bukannya langsung istirahat agar cepat sembuh tetapi malah mengajak Satya dan Yudha untuk bermain basket di malam hari.

Saat bermain memang tidak terasa sakitnya. Tetapi tak lama setelah pulang dari lapangan basket, Agam langsung merasa setengah nyawanya seperti sedang ditarik alias tubuhnya langsung terasa lemah tak berdaya bahkan untuk sekedar menggerakkan jari.

Siapa yang jadi repot untuk merawatnya? Ya, Aksa lah. Si rewel Agam hanya ingin ada Aksa di sampingnya, ia tidak bisa menerima perawatan orang lain selain Aksa.

Padahal Aksa jika sedang dalam mode perawat banyak ngomel-ngomel. Tetapi bukan masalah bagi Agam karena Aksa akan tetap dengan telaten merawatnya hingga sembuh total.

"Tidur," titah Aksa.

Pemuda tinggi itu sudah selesai makan dan mengonsumsi obat, jadi hal yang harus dilakukan agar cepat sembuh selanjutnya adalah tidur.

"Kelonin," pinta Agam.

"Aku mau beres-beres," ujar Aksa menolak permintaan Agam sambil menunjuk piring kotor dan sampah bungkus obat bekas punya Agam di meja.

"Nanti aja beres-beresnya, kelonin kakak dulu." Agam meraih tangan si kecil, ingin permintaannya dikabulkan.

"Beres-beres dulu," kata Aksa bersikukuh.

"Batu gunting kertas sini. Kalo kamu menang, kakak tidur sendiri aja gak papa. Tapi kalo kakak menang, kamu temenin kakak di sini sampe kakak tidur," tawar Agam.

Aksa melayangkan tatapan tak suka pada pemuda tinggi itu. "Lagi sakit malah jadi makin nyebelin gini," gerutunya.

"Deal gak?" tanya Agam.

Aksa berdecak kesal lalu mengangkat satu tangannya bersiap untuk suit dengan si pasien gila.

Gerakan dari yang lebih muda membuat Agam tersenyum senang. "Oke, batu gunting kertas!"

Tangan Aksa membentuk kertas.

Tangan Agam membentuk gunting.

"YAY, KAKAK MENANG!"

"KAK!!!"

Agam dengan senyuman kemenangannya langsung menarik tubuh Aksa naik ke atas ranjang.

Aksa memasrahkan diri saat tubuhnya begitu saja ditarik Agam berbaring di atas ranjang dan langsung dilanjutkan dengan pelukan dari belakang yang sangat erat oleh yang lebih tua.

"Kamu dingin, Sa," celetuk Agam meraba-raba perut Aksa di balik kaos pemuda manis itu.

"Kakak yang panas bukan aku yang dingin," balas Aksa.

Telapak tangan Agam yang di hari biasa saja sudah terasa hangat kini terasa lebih hangat lagi di perutnya, Aksa seperti merasakan kehangatan itu menembus ke dalam kulitnya.

dealova (gyujin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang