04. Gara-gara Ulat
"Hahh~"
Jaemin menatap cucian piring yang ada di wastafel. Dari kemarin belum dicuci, Jaemin terlalu malas. Biasanya hanya dia masukkan ke dalam mesin lalu biarkan mesinnya bekerja.
"Kenapa hanya diam?" tanya Mark, dia memegang palu dan paku. Mau membenarkan dinding rumah yang terdapat lubang.
"Mark saja yang mencuci piring, ya? Aku yang menambal temboknya."
"Huh? Memangnya kau mau masuk ke gudang? Katamu... di sana ada hantu penjual tempe."
"Tapi aku tidak mau mencuci piring," Jaemin menatap telapak tangannya sendiri. Lalu menekuk jari-jari tangannya sampai memperlihatkan kukunya. "Nanti telapak tanganku kasar."
Mark berkacak pinggang mendengar ucapan Jaemin. Memperhatikan sang istri, "Memangnya kenapa, sih? Bukan masalah besar, 'kan? Tanganku juga kasar sekarang."
"Itu gak slay."
"Halah! Kamu cowok, Na, yok jangan malas cuci piring."
"Kan itu tugas cewek."
"Hah?" Mark sedikit kebingungan, "Itu bukan tugas cewek atau apapun. Itu peraturan gak tertulis buat suami-istri. Dan karena aku ada jadi tukang bangunan mendadak, kamu yang ngelakuin."
"Ini tugas cewek, Mark. Kodrat—"
"Eh! Eh! Jangan ngomongin kodrat." Mark segera memotong, "Kodrat cewek itu mens, hamil, melahirkan dan menyusui. Dan karena udah berubah tangga, cuci piring, baju dan sejenisnya itu istilahnya... pengabdian ke seorang suami. Dan karena kamu itu 'istri' pake tanda petik, ya itu sama aja. Cari pahala, biar masuk surga. Soalnya kita belum tentu masuk surga."
Jaemin rasanya mau melempar Mark dengan cucian sekarang juga. Mark mendekat, berdiri beberapa langkah di depan Jaemin.
"Gini ya, kita ini suami-istri pake tanda petik, dan sesuai kodrat nih kata kamu, aku cari nafkah. Kamu di rumah aja dan aku ngasih kamu uang buat belanja baju, skincare, keperluan mandi juga, terus gofud. Bayar listrik juga, bayar petugas kebersihan."
Jaemin mengernyit mendengarnya.
"Kamu ini 'kan jarang banget masak, nah jadi aku sebagai suami kamu, kasih tugas nih. Kamu cuci piring, cuci baju sama masak. Itu aja gak papa, nanti aku yang nyapu sama ngepel. Beresin rumah yang udah bobrok ini."
"Tapi capek!" sela Jaemin. Mark menghela napas.
"Okay, capek. Biar kamu yang nyuci, aku yang bilas." Mark meletakkan palu dan pakunya ke atas meja. Dia menunjuk ke wastafel, "Silahkan, cuci dulu. Nanti aku yang bilas cuciannya."
Jaemin berdecak, dia menghentakkan kedua kakinya dengan kesal. "Nyebelin!"
"Jadi istri yang baik biar kita bisa pulang cepet, Jaemin."
"Tau lah!"
Mark terkekeh, dia menarik tubuh Jaemin untuk kembali menghadapnya. Mengangkat tubuh yang lebih muda agar duduk di meja makan.
"Kenapa? Kenapa? Mau jajan aja?"
"Gak!" Jaemin mengalihkan pandangannya dengan tangan terlipat di dada. "Mark nyebelin! Sana jauh-jauh!"
"Loh? Aku hanya mengatakan fakta, Jaemin."
"Tsk!" Jaemin berdecih, dia tidak mengatakan apapun.
"Biar kayak kata Papa, jadi istri yang baik."
"Istri yang baik tuh kayak gimana coba? Aku layanin kamu, layanin nafsu kamu sampe sebadan aku sakit semua." Jaemin menjeda, "Aku juga suka bantu kamu di perusahaan, bisa cari uang sendiri, bisa mempercantik diri. Terus juga aku bukan istri yang suka ngerepotin kamu, bisa ke sana-sini sendiri, selalu izin ke kamu kalau mau ngapa-ngapain."
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL » MARKMIN ✔
FanfictionEnggak selamanya, tapi Jaemin merasa hidupnya amat sangat sengsara karena hukuman Papa yang katanya, "Kamu bukan istri baik, makanya Papa hukum". Dan Jaemin hanya mampu mengeluh ke Mark. MARK! Dom JAEMIN! Sub