TUJUH BELAS

2.2K 230 28
                                    

17. Papa & Jaemin

Perkataan Mark yang mengajak Jaemin pulang, benar adanya. Tapi, harus nunggu 3 hari dulu sebelum Jaemin benar-benar sembuh.

Saat keduanya pulang, jelas yang paling kehilangan Ryo. Jaemin berjanji kalau dia akan membiayai sekolah Ryo, dan Ryo pun berjanji kalau dia tidak akan mengecewakan Jaemin.

Karina dan Yeonjun yang selalu berdebat dengan Jaemin juga merasa cukup kehilangan. Mereka baru dekat, tapi Jaemin harus pulang.

Jaemin diam saat Mark berpamitan dengan mengucapkan terima pada yang lain. Dia memberikan lirikan sinis pada ibu-ibu yang tidak kalah sinis juga balasannya. Jaemin mendengus. Dia masih berduka karena kehilangan anaknya, lagi.

Keduanya benar-benar pergi setelah bus datang. Butuh waktu sekitar 2 jam memakai bus untuk sampai di bandara. Jaemin meenyenderkan punggungnya di kursi. Menatap langit-langit bandara. Banyak orang yang berlalu lalang.

Faktanya, bandara lebih sering menjadi saksi sebuah pelukan tulus seseorang. Jaemin pernah merasakannya saat Mark harus dipindah tugas selama 3 bulan ke luar negeri. Mereka harus melakukan hubungan jarak jauh.

Jaemin menghembuskan napasnya kecil. Menyentuh perutnya sendiri. Jaemin juga tidak menyadarinya. Dia yang suka sakit tiba-tiba membuat mereka sama-sama tidak tau kalau itu hanya sakit biasa apa bukan. Dan Mark lupa, kalau Jaemin tidak bisa diberi obat sembarangan.

Sepertinya saat kontrol selanjutnya, Mark akan dimarahi Dokter.

"Dedek bayi, udah ketemu kakaknya belum?" gumam Jaemin teramat pelan. Kedua matanya terpejam, "Maaf ya karena nggak bisa jagain dengan baik. Mama sama Papa akan jagain calon adik kalian jauh lebih baik lagi."

Mark yang baru datang, mendengar ucapan terakhir Jaemin. Dia menghembuskan napasnya pelan, berjongkok di depan Jaemin. Menyentuh lutut Jaemin dan mengusapnya pelan.

"Jaemin, mau program bayi tabung saja nanti? Aku ... Aku takut kamu kenapa-napa. Aku takut lengah lagi, aku takut nyakitin kamu lagi."

Jaemin memandang suaminya yang terlihat begitu bersalah. Tatapannya campur aduk, membuat Jaemin paham dengan segala perasaan Mark.

"Tidak apa sesekali aku disakiti, Mark. Aku sadar, selama ini juga aku pasti pernah menyakitimu, sering sepertinya. Tapi, kamu nggak pernah bener-bener marah, dan karena itu aku jadi bebal. Keras kepala." Jaemin tersenyum, "Maaf kalau selama ini, aku berani sama kamu. Seharusnya sesekali aku ngalah, jangan kamu terus."

Mark mendongak, memandang wajah Jaemin yang masih mendung. Kesedihan masih terlukis jelas di wajahnya, membuat Mark tidak tega. Mark tidak pernah tega untuk memarahinya.

"Dan aku tidak ingin program bayi tabung, aku tidak mau. Apapun yang terjadi, anakku harus aku yang lahirkan. Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja. Aku akan mendengarkan ucapan Dokter, aku juga tidak akan rewel lagi." Jaemin melanjutkan, dia kembali tersenyum teduh. "Maafkan aku setelah banyak part yang kamu lewati biar aku tetep nyaman. Nggak papa marahin aku, aku gak keberatan. Ungkapin semuanya ke aku, keluh-kesah kamu bilang ke aku. Jangan ke yang lainnya."

Jaemin menyentuh pipi Mark, "Aku hanya tidak ingin, kamu mengungkapkannya ke yang lain."

"Jaemin, aku tidak memiliki keluhan apapun tentangmu. Dan aku juga tidak pernah curhat apapun ke orang lain. Aku akan langsung mengatakannya ke Mama, karena Mama yang tau banget tentang kamu." balas Mark, dia menggenggam tangan Jaemin. "Tapi, ya. Aku akan memerahimu, sesekali dan kalau aku tega."

"Harus tega dong!"

"Nggak tega. Kamu terlalu gemoy. Dan dari pada marahin kamu, mending aku langsung hukum kamu di ranjang. Dan besoknya, bakalan biasa aja."

EPHEMERAL » MARKMIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang