BONUS

2.7K 235 46
                                    

Jaemin berlari menuju kamar mandi. Menyalakan keran dengan sembrono dan cairan putih ia muntahkan. Perutnya terasa diaduk, membuat Jaemin lemas.

Kedua tangannya dia tangkup, mengumpulkan air untuk membasuh mulut dan wajahnya. Dia mendongak, menatap cermin di depannya. Wajahnya pucat, begitu juga dengan bibirnya. Jangan lupakan juga dengan matanya yang penuh air mata.

"Mark tidak mencintaiku!" Jaemin sekarang benar-benar menangis. Dia sakit hati. Lemas juga. "Padahal ... padahal Mama cerita, waktu hamil Papa yang muntah-muntah. Katanya itu sebagai tanda pasangan terlalu mencintai."

Jaemin mengusap hidungnya yang berlendir dengan kaos milik Mark yang dia pakai. "Dia berbohong. Mark tidak mencintaiku. Seharusnya dia yang muntah-muntah, bukannya aku. Ucapan cintanya hanya kebohongan. Dasar buaya."

Dirasa sudah tidak akan muntah lagi, Jaemin keluar dari kamar mandi. Dia naik ke atas ranjang, berbaring miring sembari memeluk perutnya.

"Awas aja. Aku tidak akan memeluk dan menciumnya."

Tapi, ucapan Jaemin hanya ucapan. Dia tetap memeluk Mark saat suaminya itu pulang. Jaemin bahkan merengek, kembali menangis. Mengadu pada suaminya kalau dede bayinya rewel. Jaemin muntah terus.

Mark tersenyum. Dia mengusap rambut lepek Jaemin ke belakang. Mengusap keringat yang menghiasi kening istrinya.

"Mas Udin, lihat." Jaemin terisak pelan, "Dede Asep nakal. Masa dia buat aku muntah terus? Jahat sekali~"

Mark tertawa pelan. Dia mengusap perut Jaemin yang sudah tidak serata sebelum hamil.

"Nanti buang aja di hutan. Nyusahin." lanjut Jaemin yang keningnya langsung mendapatkan sentilan.

"Nggak boleh ngomong gitu, ah! Nggak baik."

"Tapi lemes, capek. Makan nggak enak. Kenapa nggak kamu aja yang mual-mual? Kenapa harus aku?" Jaemin kembali menangis. Dia menarik-narik jas kerja yang membalut tubuh Mark, "Dede Asep nakal banget, Mark."

Mark masih diam. Masih mendengarkan keluh kesah Jaemin selama hamil di trimester 1. Paling parah saat masa-masa mual dan sakitnya itu.

"Mark aja yang hamil gimana?" Jaemin menarik ingusnya, "Nanti aku yang kerja."

"Mana bisa begitu."

"Bisa. Mark hamil dulu. Ini dede Asepnya diambil."

Mark tersenyum gemas. Dia mencubit kedua pipi Jaemin. Lalu menunduk untuk mencium bibirnya.

"Mau dimanjain kayak gimana lagi?" tanya Mark lembut.

Tangis Jaemin langsung menghilang, tergantikan dengan senyum lebarnya. "Cuddle sambil nonton film. Nanti Mark elus-elus perutku."

"Okay, bisa diatur. Tapi, aku mandi dulu."

Jaemin mengangguk. Mark tadi bertemu klien, sekalian makan malam. Makanya Jaemin tidak memasak banyak, hanya sedikit untuk dirinya sendiri.

Televisi dinyalakan. Memutar sebuah film yang menurutnya bagus. Barulah dia ke dapur. Mengambil air minum dan beberapa camilan. Kembali ke kamar, meletakkan sejua makanannya di atas ranjang.

Jangan lupakan tissue.

Bantal ditumpuk untuk sandaran, kaki sampai pinggangnya tertutup selimut. Jaemin membuka salah satu camilannya, memakannya dengan santai.

Tak lama, Mark bergabung. Dia duduk selonjoran di sebelah Jaemin. Menarik Jaemin untuk bersandar sepenuhnya pada tubuhnya.

Seperti keinginan Jaemin, Mark mengusap perut Jaemin lembut. Sesekali naik ke dada atau turun ke paha. Merematnya lembut dan berakhir kembali mengelus perutnya.

EPHEMERAL » MARKMIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang