12. Julid
"Ibu-ibu semua, kalian mau tau sesuatu enggak?"
"Tau apa, Bu?"
"Itu, anaknya Kim Jungwoo, dia 'kan pihak istri, ya. Tapi, kemarin saya lihat, suaminya yang nyapu sama ngepel. Terus saya juga lihat kalau suaminya yang jemur baju."
Para ibu-ibu dan remaja tanggung yang sedang berkumpul, langsung memasang telinga baik-baik. Belum lagi ekspresi menuntut mereka untuk memulai acara wajib kalau berkumpul.
Apalagi kalau bukan ghibah.
"Itu 'kan tugas istri, ya. Apa Jaemin gak kasihan sama suaminya? Udah kerja gitu, masa disuruh kerja juga di rumah?"
"Iya, ya? Padahal dulu Jungwoo gak gitu. Dia rajin kok."
"Makanya kalau punya anak, jangan dimanjain. Nanti jadi gitu."
Seorang ibu-ibu berdaster putih dengan bunga-bunga berbicara. "Saya sih, jangan sampe ya punya menantu kayak dia. Enak aja anak saya dijadiin pembantu gitu."
Jaemin memasukkan jari kelingkingnya ke dalam lubang telinga. Kenapa mereka menyebalkan sekali, ya?
"Bacot anjing~"
"Jaemin!"
Para ibu-ibu itu langsung menatap ke arah Jaemin dan Mark yang sudah mau mendekati para bapak-bapak yang mau kerja bakti. Melanjutkan pekerjaan.
"Apa, sih? Suka-suka lah, mulut-mulut aku kok. Terserah mau ngomong apa." balas Jaemin, malas berdebat jadi dia cuman meletakkan kotak makan di atas gubuk berisi ibu-ibu. "Bu, titip buat pembantu saya, ya. Saya mau mandi susu sama skincare-an, biar luar cantik walaupun dalemnya jelek."
Setelah mengatakannya, Jaemin melangkah pergi. Menendang kerikil dengan kesal, samar-samar juga dia mendengar para ibu-ibu membicarakan.
"Amit-amit saya punya menantu atau anak kayak gitu."
Jaemin mendengus. Ingin mengangkat jari tengahnya, tapi nggak dia lakukan. Nggak sopan. Nanti kena marah.
"Ada apa denganmu?"
Jaemin melirik pria menyebalkan yang sudah mendorongnya masuk sawah itu. Jaemin mendengus, "Ibu-ibu julid. Kenapa? Lo mau julid juga? Sini gue tanggepin."
Pria itu melirik Jaemin sinis, "Siapa juga yang mau ngejulidin kamu? Kayak kurang kerjaan aja, mending cari telor bebek di sawah."
"Yaya terserah, sekalian aja jadi orang-orangan sawah."
Pria itu mengangkat bahunya acuh, berjalan lebih dulu.
"Kalau mau ngadepin kekolotan, kau harus kolot juga."
Jaemin mengerjap. Dia memandang pria itu yang berbelok, entah ke mana. Jaemin menghela napas.
"Gue manusia modern. Gimana bisa gue bersikap kolot? Apa gue harus percaya, bayi 40 hari dikasih pisang, gitu? Itu sih nyiksa bayi namanya."
Jaemin mana tau kekolotan kayak gimana. Dia ambil bisnis waktu kuliah, terus waktu senggang juga suka belajar tentang ilmu kedokteran.
"Lo kenapa ngomong sendiri?"
Jaemin tersentak kecil. Karina muncul dari belakangnya. "Nggak ada," balasnya. "Btw, lo kolot kagak?"
"Hah?"
"Lo kuliah ambil apa?"
"Kebidanan."
"Oh!" Jaemin mengerjap, "Nggak guna ngomong kolot sama lo. Dah, gue balik."
Karina menatapnya bingung. Jaemin kenapa aneh banget, sih?
Jaemin mengusap perutnya pelan. Merasa lapar, tapi dia baru makan tadi. Jaemin menggerutu. Lebih baik dia jajan saja. Kalau kebanyakan makan, nanti yang ada Jaemin makin gendut. Dia aja sekarang rasanya berat badannya naik.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL » MARKMIN ✔
FanficEnggak selamanya, tapi Jaemin merasa hidupnya amat sangat sengsara karena hukuman Papa yang katanya, "Kamu bukan istri baik, makanya Papa hukum". Dan Jaemin hanya mampu mengeluh ke Mark. MARK! Dom JAEMIN! Sub