DELAPAN

2.1K 255 26
                                    

08. Masuk Sawah

"Mas Udin."

Mark menghembuskan napasnya kasar. Masih pagi. Masih pukul 7, mereka bahkan baru selesai sarapan. Terlalu pagi karena Jaemin bangun pukul setengah 5 tadi.

"Bagus Mas Udin, dari pada Mas Mark."

"Mas Minhyung."

"Gak! Bagus Mas Udin! Pokoknya mulai sekarang, aku bakalan manggil kamu Mas Udin."

Mark menggeleng. Tidak peduli lagi. Baru kali ini Jaemin berkelakuan aneh—walaupun tiap hari aneh, sih. Tapi, semenjak di sini, keanehan Jaemin naik tingkat. Udah ditahap Grand Duke kalau di kerajaan, nanti mungkin naik tingkat ke Raja.

Eh, tapi, Mark jadi ikutan aneh. Hadeh!

"Mas Udin, Mas Udin, mau tau gak?"

Mark melirik Jaemin. Hanya meliriknya, namun itu Jaemin artikan sebagai jawaban untuk pertanyaan Jaemin.

"Flashback dulu, nih. Waktu sekitar tiga bulan lalu mungkin."

Mark mengernyit. Kenapa, nih?

Waktu itu, Jaemin pergi belanja. Biasa, beli keperluan pribadi yang akan dipakai juga oleh Mark. Tapi, kali ini dia juga ada membeli pewarna kuku. Iya, kuteks. Jaemin mau ngerasain gimana rasanya kutekan.

Beli warna putih sama yang bening—atau apapun itu, Jaemin gak tau.

Mobil putih milik Mark, perlahan memasuki area parkiran gedung apartemen mereka. Tapi, entah karena terlalu mepet tembok atau Jaemin yang tidak terlalu memperhatikan jalan, Jaemin merasa kalau badan mobil Mark menggesek sesuatu.

Lelaki itu diam. Dia segera keluar setelah mobilnya berhenti. Melangkah lebar ke area badan kiri mobil. Rahang Jaemin nyaris jatuh melihat ada goresan di sana.

Duh! Jaemin mendadak panik sekarang. Mana mobil yang dia pakai, mobil kesayangan Mark lagi. Sampai dinamain. Namanya Elok.

Ya, suka-suka Mark. Soalnya tuh mobil putih, mobil luxury pertama yang berhasil Mark beli.

"Anj-!" Jaemin mengumpat tertahan. Dia bisa saja langsung membawa nih mobil ke bengkel atau ke manapun. Tapi, nanti Mark curiga. "Mana mobil mahal lagi. Elok, lo kenapa harus lecet, sih? Nyusahin aja."

Jaemin membuka pintu mobil, mengambil belanjaannya. Mengobrak-abriknya sampai dia menemukan pouch berisi kuteks yang dia beli. Mengambil yang warna putih. Dia menoleh ke segala penjuru parkiran, barulah mengoles kuteks itu ke bagian mobil Mark yang lecet. Tangannya juga cukup bergetar, mencoba melakukannya serapih mungkin.

"Semoga ketahuannya pas dibawa sama Mark." ratap Jaemin di dalam hati. Mark bisa mengomelinya berjam-jam kalau itu menyangkut tentang Elok.

Setelah menceritakannya, Jaemin menyengir. Tidak bisa berkutik saat melihat tatapan datar Mark, apalagi wajahnya juga sama-sama datar.

"Iya, tau. Kamu gak tanggung jawab."

"Aku tanggung jawab! Aku masak seminggu buat kamu. Padahal aku malas sekali untuk memasak."

Mark berdecak. "Mahal loh. Kenapa gak jujur aja, sih? Aku juga gak bakalan marahin kamu."

"Bohong banget!" Jaemin membantah, "Aku nutup mobil keras-keras juga kamu ngomel hampir sejam. Belain aja itu Elok, benda mati juga. Padahal sebelum ketemu Elok, ketemu aku dulu."

"Gitu aja cemburu. Dasar Romlah."

Jaemin langsung mendelik ke Mark, "Apa, sih?! Kok ikutan! Nama bagus-bagus malah ganti Romlah. Dasar Mas Udin."

EPHEMERAL » MARKMIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang