SEMBILAN BELAS

2.8K 252 37
                                    

19. Rumah Tangga

"Uwah! Akhirnya balik ke apartemen!"

Jaemin langsung melompat ke atas tempat tidurnya yang paling nyaman. Mengusap-usapnya pelan. Untungnya selalu ada petugas kebersihan yang membersihkan apartemen mereka. Jadi, bebas debu.

Senyum di wajahnya tidak luntur sama sekali. Apalagi saat dia sudah mendapatkan ponselnya kembali. Dan saat dicek, tidak ada apapun.

Tidak ada gunanya punya ponsel kalau tidak buat bekerja.

"Mas Udin!"

"Jangan berteriak, Romlah! Kita nggak di hutan!"

Jaemin tertawa pelan. Dia berguling-guling di atas ranjangnya. Menatap langit putih kamar apartemennya.

Keduanya kembali ke apartemen setelah ke rumah sakit, menemui Dokter yang biasa memeriksa Jaemin. Temannya juga, jadi mudah untuk membuat janji.

Tidak ada hal serius setelah pemeriksaan. Hanya saja, Dokter menyarankan Jaemin untuk menundanya selama 4 bulan sebelum benar-benar ingin memiliki anak. Tapi, Jaemin takut. Sejujurnya Jaemin sangat takut sekarang.

Jaemin menghembuskan napasnya yang terasa berat. Dia berbaring menyamping, menatap ke jendela yang terbuka. Langit terlihat cerah, dan udaranya terasa tidak mengenakkan.

Padahal hanya 2 minggu lebih beberapa hari di sana, tapi rasanya Jaemin sudah lama di sana. Atau mungkin, suasananya yang membuat Jaemin nyaman.

Walaupun sering mengomel, misuh-misuh, berdebat dengan tetangga atau Yeonjun dan Karina, Jaemin betah di sana karena memberinya ketenangan lewat alam.

Jaemin memejamkan matanya. Mengingat kenangan menyenangkan yang dihabiskan di kampung halaman Mama.

"Gayungnya baru, airnya juga bersih karena dari mata air. Gak perlu khawatir."

"Kalau aku ingin mandi air hangat gimana?"

"Rebus dulu."

"Aku akan menguras uang Papa setelah selesai melakukan hal ini."

Jaemin tersenyum saat mengingat hari pertama dia datang ke sana. Jaemin yang menolak keras untuk masuk ke kamar mandi. Tidak ada shower, bathtub dan lainnya.

Tapi, dipikir-pikir, itu cukup menyenangkan. Walaupun airnya sedingin itu, Jaemin merasa itu bukan hal buruk.

"Bukan, kau bukan suamiku. Bukan Mark. Mark itu ganteng, CEO juga. Kalau yang di depanku sekarang, udah mirip tukang becak yang lagi berkebun."

"Heh?"

"Jelek banget. Gak, gak mau. Pokoknya aku mau pulang, nanti aku diketawain karena punya suami yang udah kayak tukang becak."

Kekehan pelan Jaemin tanpa sadar mengudara saat mengingat, untuk pertama kalinya dalam hidup, Jaemin berkebun. Jaemin menarik bantal untuk menutupi kepalanya.

Ingatannya kembali melayang saat insiden laba-laba di hutan, tikus di kamar mandi, bertemu Ryo yang memberikan ulat karena sudah bercerita. Lalu bertemu Karina, memasak bersama, mengambil telur di kandangnya langsung. Lalu ada Yeonjun yang selalu saja bertingkah menyebalkan kalau bersama dengannya.

Lalu saat Jaemin memgambil Mark dengan sebutan Udin karena sudah seperti kuli. Lalu Mark ikut-ikutan memanggilnya dengan sebutan Romlah.

Kalau saja tidak ada insiden Inka dan keguguran, Jaemin mungkin masih di sana. Menikmati hidup. Ibu-ibu julid bukan masalah, soalnya wajar aja tuh ibu-ibu pada julid.

"Jaemin."

Jaemin menyingkirkan bantal yang menutupi kepalanya. Mark berdiri di ambang pintu.

"Kenapa, Mas Udin?"

EPHEMERAL » MARKMIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang