14. Curiga
Jaemin duduk santai di atas kayu yang mati. Memperhatikan para bapak-bapak yang masih saja kerja bakti. Jaemin menyebutnya begitu, soalnya dia nggak paham.
Ada Ryo yang menemaninya, sekalian Jaemin mengajarkan pelajaran padanya. Udah bisa baca juga, jadi Jaemin mengajarkan menghitung padanya.
Sampai kegiatan keduanya terhenti saat melihat seorang wanita bersama suami dan anaknya datar dengan terburu.
"Pak Farhan, saya mau minta tanggung jawab dengan kelakuan anak bapak. Itu si Bagas, Diky, Erlan sama Uky ngerusakin pohon pisang saya. Saya udah nanam 15 tapi mereka rusakin semuanya, dipukul-pukul tidak jelas."
Pak Farhan yang disebut, langsung mendekat ke arah si ibu. Begitu juga dengan orang tua yang anaknya disebut.
"Rusak semua, Bu?"
"Iya, rusak semuanya. Padahal itu pisang enak, bentar lagi juga matang. Tapi, anak-anak nakal kalian malah mukulin batang pohonnya sampai rubuh semua!" jelas si ibu, "Saya mau minta ganti rugi. Pokoknya saya mau minta ganti rugi dari apa yang anak-anak kalian lakukan."
"Duh, tunggu dulu, Bu. Kita juga harus dengar cerita dari anak-anak yang ngelakuin itu. Nggak bisa langsung setuju sama apa yang ibu omongin."
"Ya terserah. Suami saya saksinya kalau mereka ngelakuin itu!"
Dan di sinilah mereka. Berkumpul di rumah pak RT. Jaemin ikutan, mau lihat drama. Bersama Ryo juga yang nempel terus ke Jaemin. Padahal suaminya Jaemin sendiri, malah ikut terseret. Siapa tau bisa menengahi.
"Coba kalian jelaskan, kenapa kalian ngerusakin pohon pisangnya Bu Leha?"
"Kami main aja, Pak RT. Kami pukul-pukul doang. Tapi, nggak sampai 15 pohon." jelas Diky jujur, "Yang ngajak pertama Bagas, terus kita ikutan."
"Iya, aku yang ngajak pertama. Pukul-pukul doang, emang roboh kok. Tapi, kita jujur kalau kita cuman robohin 2." Bagas mengangguk.
Ada tatapan ketakutan yang tidak bisa disembunyikan oleh ke-4 bocah laki-laki itu.
Sebenarnya wajar saja anak-anak bertingkah seperti itu. Mereka masih menikmati masa anak-anak, mereka taunya hanya main. Belum ngerasain susahnya pelajaran matematika kalau sudah ketemu aljabar dan sejenisnya.
"Kalian kecil-kecil sudah berani bohong. Sudah jelas yang rusak ada 15 pohon. Kami tanam sendiri, sirami juga. Kalian malah rusakin."
"Tapi, kita gak ngerusak 15 kok." Uky membalas, membantah lebih tepatnya. "Kita jujur udah mukulin 2 pohon, tapi gak semuanya."
"Nyatanya itu pohon pada rusak!" balas si bapak, suaminya si ibu Leha.
"Saya gak mau tau, pokoknya saya mau ganti rugi. Saya beli itu pohon satunya 100 ribu."
Jaemin di tempatnya, mengernyit bingung. Emang pohon pisang semahal itu, ya? Itu 100 ribu di desa, mahal loh. Makanya Jaemin kaget.
Ryo mulai iseng. Dia mengambil tangan Jaemin, meletakkan ulat tanpa bulu ke telapak tangan Jaemin. Jaemin yang sedang menikmati drama, tidak peduli dengan apa yang Ryo lakukan.
"Kalau kalian gak mau ganti rugi, saya mau lapor polisi. Biar anak kalian jera dan gak ngelakuin kayak gitu lagi."
"Kenapa harus lapor polisi, sih? Mereka masih anak-anak, ngelakuin kayak gitu wajar. Kayak ibu waktu kecil nggak pernah nyolong aja."
Semua mata sekarang langsung memandang ke Jaemin. Dia tanpa sadar menekan-nekan ulat di tangannya.
"Saya waktu kecil aja suka ngambil mangga tetangga, rambutan juga. Rame-rame, kadang ngerusuh juga. Tapi, yang punya pohon nggak ada tuh minta tanggung jawab sama manggil polisi."
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL » MARKMIN ✔
FanfictionEnggak selamanya, tapi Jaemin merasa hidupnya amat sangat sengsara karena hukuman Papa yang katanya, "Kamu bukan istri baik, makanya Papa hukum". Dan Jaemin hanya mampu mengeluh ke Mark. MARK! Dom JAEMIN! Sub