Dean meletakkan semua barang yang tadi mereka beli di atas meja dapur. Lalu Sena membongkar belanjaannya. Ia meletakkan semua benda pada tempatnya sementara Dean duduk di meja makan dan meletakan kepalanya di atas meja makan. Dean nampak lelah setelah mengemudi selama 3 jam. Jam makan siang memang saat-saat jalanan macet.
"Aku lapar dan aku ingin makan steak."rengeknya seperti anak kecil.
"Aku mengerti. Tunggulah sebentar ! Akan kubuatkan."
Dean langsung berdiri dan berlari ke dapur,"Benarkah ? Mau kubantu ?"
"Lakukan sesukamu."
Mereka memasak steak bersama-sama. Setelah mereka selesai makan, Sena mencuci piring.
"Apa yang akan kau lakukan setelah ini ?"tanya Dean seraya makan sebutir apel yang ada di meja makan.
"Seperti biasa. Hanya bersih-bersih."
"Mau kubantu ?"
"Lakukan sesukamu."
Mereka pun mulai bersih-bersih rumah. Dean membersihkan halaman dan mencabuti rumbut. Sena membereskan bagian dalam rumah mulai dari mengelap, menyapu sampai mengepel. Sudah 2 jam mereka bersih-bersih. Setelah menyelesaikan tugasnya, Dean masuk rumah dan langsung merebahkan diri di sofa yang ada di depan TV.
"Ah. Nyamannya. Di luar panas sekali. Membersihkan rumah sebesar ini benar-benar perlu tenaga ekstra."keluh Dean.
Sena masih belum menyelesaikan pekerjaannya. Ia masih mengelap TV dan meja di depan Dean.
"Ada satu hal yang membuatku penasaran. Kau selalu memakai baju yang berbeda setiap hari, aku ingin tahu seberapa banyak pakaianmu."tanya Dean tiba-tiba. Sekarang dia sudah tidak merasa ragu lagi untuk bicara dengan Sena. Ia sudah mulai nyaman bicara dengan Sena. Kelihatannya Sena juga sudah tidak terlalu mengacuhkannya.
"Kalau kau ingin tahu, lihat saja sendiri !"jawab Sena datar.
"Memang boleh ?"
"Lakukan apapun sesukamu di rumah ini. Aku tidak akan melarangmu."
Dean langsung bangun, "Benarkah ?"
"Terserah."
Dean pun berlari ke atas. Dalam sekejap ia sudah sampai di depan kamar Sena. Ia membuka pintu perlahan. Ia mengamati kamar itu sampai ke sudut-sudutnya. Kamar Sena sangat rapi sekali. Tidak seperti kamar Dean yang selalu berantakan. Dean berjalan menuju sebuah sofa kecil yang diletakkan tidak jauh dari pintu. Ia melanjutkan pengamatannya. Ia berjalan dan berkeliling di kamar Sena.
Tempat tidur yang cukup besar dengan sepray berwarna nila terletak di sudut ruangan sebelah kiri. Ada 3 almari besar di kamar itu. Satu almari terletak di dekat pintu. Satu almari terletak mepet dengan dinding sebelah kiri dekat dengan ranjang. Almari yang satu lagi terletak di dinding debelah kanan dekat dengan meja rias bercermin besar. Di atas meja rias tidak ada alat make up satupun. Hal itu sangat wajar karena Sena tidak pernah memakai make up. Dean berjalan menuju sebuah kursi kecil di dekat tempat tidur. Ada sebuah meja yang tidak terlalu besar diletakan di depan kursi yang tengah didudukinya.
Di atas meja itu hanya ada sebuah laptop, lampu belajar, dan tempat pensil berbentuk seperti gelas yang penuh dengan alat tulis. Di sebelah meja itu, ada sebuah rak buku yang cukup besar. Ukurannya hampir sama besar dengan rak buku di perpustakaan sekolahnya. Di tengah ruangan itu ada sebuah meja dari kaca. Di atas meja itu penuh dengan belasan tas. Di sudut ruangan dekat sofa, ada sebuah rak sepatu. Bisa diperkirakan tingginya mencapai 1,5 meter. Rak itu penuh dengan puluhan sepatu berbagai warna dan model. Dean hanya bisa terpana melihat kamar Sena yang mengagumkan.
"Kau sudah puas ?"tanya Sena yang tiba-tiba masuk.
"Masih belum. Boleh kubuka almarinya ?"
"Terserah."kata Sena sambil menuju sofa. Ia pun duduk bersantai di sofa itu.
Dean membuka almari yang ada di dekat pintu. Lemari itu penuh dengan puluhan pakaian. Dean lalu membuka almari yang lain. Isinya sama, pakaian semua.
"Berapa banyak baju yang kau miliki."
"Totalnya 315."
"Sebanyak itu ? Kau pasti sangat suka belanja."
"Semua ini dari kak Sino. Setiap kali pulang dari Korea, dia selalu memberiku sekoper penuh baju. Aku tidak mungkin menolak pemberiannya."
"Kenapa kau selalu memikirkan segalanya tentang dia ?"
"Semua sepatu itu juga darinya ?"
"Tentu saja. Aku tidak mungkin membeli semua itu."
"Dan semua tas itu juga ?"
"Tidak semuanya. Ada satu yang kubeli sendiri."
"Dari belasan tas hanya satu yang kau beli sendiri ? Kenapa Sino melakukan segalanya untukmu ? Tidak ada yang tidak bisa dia lakukan. Termasuk meluluhkan hati perempuan. Sepertinya dia ahlinya."
"Tidak juga. Sampai saat ini dia belum menikah. Bahkan dia juga pelum pernah pacaran."
"Karena dia itu tukang selingkuh. Mana mungkin ada perempuan yang mau dekat dengannya kecuali kau."sindir Dean sambil melirik Sena.
"Atas dasar apa kau bicara begitu ?"
"Bukankah itu yang terjadi di rumah ini ?"
"Apa yang sedang kau bicarakan ? Kak Sino bukan orang seperti itu. Dia adalah orang paling setia yang pernah ada dalam hidupku."
"Tsk. Setia ? Selingkuh tiada akhir ?"
Suasana mulai tegang.
"Apa maksudmu ?"
"Apa hubunganmu dengan Sino ?"
"Kenapa kau ingin tahu ? Sebentar lagi kau akan tahu sendiri kebenarannya."
"Sejauh itukah kepercayaanmu padaku ?"
"Entahlah ? Apa aku percaya padamu ?"
"Kalau kau tidak ingin membicarakannya, tidak usah dibicarakan."kata Dean lalu tersenyum.
Suasana tegang di antara mereka mulai mencair. Dean merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur,"Nyamannyaaaaa....Tidur di sini sangat nyaman sekali."
Beberapa saat kemudian Dean sudah terlelap. Sena mendekati Dean lalu menyelimutkan selimut ke tubuhnya. "Maafkan aku."katanya lalu berlalu begitu saja dan membiarkan Dean tidur di kamarnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying Stranger
RomantizmKau dan aku Dekat namun hanya raga Selebihnya tidak Kau dan aku Kita adalah asing Kau dan aku Kita menikah