Hari-Hari Yang Melelahkan

3.1K 112 1
                                    

Hari ini, cuaca di Kota Jakarta cukup cerah. Hari yang indah untuk pindah rumah.

Dean dan Sena kini sudah resmi menikah. Orang tua mereka hanya menggelar sebuah pesta pernikahan yang sangat sederhana di sebuah gedung pertemuan.

Pesta pernikahan mereka hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat orang tua mereka. Rekan bisnis orang tua mereka juga turut hadir. Akan tetapi, tidak ada satupun teman mereka yang diundang.

Ayah Sena begitu bahagia sampai-sampai dia membelikan sebuah rumah mewah untuk mereka perdua dan menyuruh mereka segera pindah rumah.

Sepulang kuliah, Dean dan Sena mengemasi barang-barang pribadi mereka dan segera memasukkannya ke mobil. Mereka hanya perlu memindahi barang pribadi mereka karena di rumah baru yang akan mereka tempati sudah ada perabotan dan peralatan rumah tangga yang bisa dibilang lebih dari komplit.

Setelah memasuki jalan tol, mereka terjebak kemacetan panjang. Untuk pertama kalinya, Dean merasa jengkel dengan kemacetan di Jakarta.
Sebelumnya, ia malah suka dengan kemacetan di Jakarta. Setiap kali terjebak kemacetan, ia selalu mendengarkan musik dan membaca komik sendirian di dalam mobil sambil terkikik sendiri seperti orang gila.

Sena dan Dean saling diam. Situasi sangat canggung ini membuat Dean frustasi. Ia hanya diam dan melirik Sena diam-diam. Sena hanya mengerjakan beberapa soal akutansi. Setiap saat, setiap jam, setiap kali ada waktu luang, dia hanya berkutat dengan soal-soal akutansi. Pantas saja Sena begitu hebat dalam mengerjakan akutansi.

Akhirnya, saat-saat paling membosankan berlalu juga. Setelah berusaha keluar dari kemacetan selama 2 jam, mereka berhasil sampai di rumah baru mereka. Rumah itu sangat besar dengan halaman yang cukup luas.

Dean turun dari mobil, dia hendak membukakan pintu mobil untuk Sena tapi Sena sudah keburu keluar. Ia mengambil sendiri kopernya dan langsung membawa kopernya ke dalam rumah. Dean segera mengambil kopernya lalu berlalu mengejar Sena. Sena sudah berjalan menuju tangga. Ia berhenti lalu membalikkan badannya.

"Kau bisa memakai kamar bawah. Aku akan memakai kamar di lantai atas. "

"Tunggu! Jadi maksudmu, kita tidak akan tidur sekamar? Kenapa? Bukankah kita sudah resmi menikah?"

"Orang tua kita menyuruh kita tinggal serumah bukan sekamar."

"Aku mengerti, tapi bagaimana jika mereka tahu? Mengapa kau tidak mau sekamar denganku? Apa kau benar-benar menganggapku sebagai suamimu?" tanya Dean tanpa henti.

Hatinya tiba-tiba sakit karena tidak dianggap sebagai suaminya. Bahkan mungkin ia menganggap pernikahan ini bukanlah apa-apa, pikir Dean.

Sena tidak menjawab pertanyaannya. Ia malah meneruskan langkahnya menuju lantai atas.

Dean menghela nafas panjang. Ini awal yang sangat buruk. Ia tidak menyangka akan sesulit ini membangun keluarga yang bahagia dengan Sena.

Dean pun melanjutkan langkahnya menuju kamarnya yang terletak di dekat ruang tengah. Mereka menata barang mereka masing-masing di kamar masing-masing tentunya.

Setelah selesai membereskan barangnya, Dean duduk di ranjang tidurnya. Ia merebahkan badannya. Ia terus bertanya-tanya dalam benaknya. Ia ingin mengetahui segala hal tentang perempuan itu. Memikirkan hal itu membuatnya pusing tuju keliling. Ia memejamkan matanya perlahan. Ia pun tidur terlelap tanpa makan malam atau bahkan hanya sekedar mandi dan ganti baju.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi. Semua orang sudah sibuk dengan aktivitas pagi. Kecuali laki-laki yang satu ini. Ia masih terlelap memeluk gulingnya. Alarm HP-nya sudah berbunyi belasan kali,tapi ia tak kunjung bangun juga. Dean memang paling malas bangun pagi.

Marrying StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang