Second Time 2

291 46 0
                                    

Setelah pulang dari flat Laura, Ophelia langsung mengerjakan sebagian naskahnya yang belum selesai. Ophelia harus merampungkan naskahnya dan mengeditnya untuk di kirim ke Penerbit Mavibook. Batas pengumpulan naskah tinggal lima hari lagi, Ophelia tidak boleh membuang waktu untuk mengejar deadline.

Ophelia menguap sekali dan berhenti sejenak menatap layar laptop di depannya. Ophelia melakukan peregangan kecil untuk membuat tubuhnya rileks sejenak. Sedetik kemudian wanita itu bangkit dari kursi dan berjalan memasuki dapur. Ia membuka kulkas dan mengambil sebotol air mineral di sana kemudian meminumnya hingga tersisa setengah.

Ophelia melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul tiga fini hari astaga waktu sangat cepat berlalu jika digunakan untuk bekerja. Tetapi matanya belum mengantuk sama sekali. Alih-alih pergi tidur wanita itu lebih mekilih melanjutkan kembali mengetik naskahnya yang hampir rampung. Saat memikirkan beberapa reka adegan berikutnya, Ophelia bengong sejenak dan tiba-tiba saja siluet adegan tadi pagi terbayang di kepalanya.

Ia kembali mengingat bagaimana ia hampir tertabrak mobil saat menyebrang jalan. Kening Ophelia berkerut saat mencoba mengingat pengemudi mobil itu. Ophelia tidak melihatnya dengan jelas karena ia terburu-buru lagipula ptia itu mengenakan kacamata hitam jadi Ophelia tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu. Ophelia mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di atas meja dan berpikir sepertinya ia pernah bertemu dengan pria itu, atau mungkin hanya perasaannya saja?

Tunggu dulu. Kenapa ia harus memikirkan pria yang belum jelas ia kenal?? Ophelia menangkup wajahnya dengan kedua tangan dan menggeleng sekali. Lebih baik ia fokus dengan kelanjutan naskahnya sebelum deadline daripada memikirkan yang tidak-tidak.

***

"Sepertinya kau sedang tidak sehat hari ini." Tebak Calvin melihat wajah Declan sedikit pucat.

Hari ini Declan baru saja selesai mengadakan meeting dengan PH Blue Star Line terkait projek film yang akan mereka garap. Mereka juga membahas projek yang akan diambil dari perusahaan Good Amerika milik Archer John Poulsen. Dan sahabatnya Calvin tiba-tiba mendatanginya ke kantor.

"Iya kau benar, aku sedikit flu hari ini." Declan menarik tisu di atas meja dan menyeka hidungnya yang terasa gatal.

"Aku mengira kau tidak bisa sakit," ucap Calvin enteng tapi lebih seperti ejekan.

"Apa kau pikir aku robot, aku juga manusia tentu saja bisa sakit." Declan membuang bekas tisunya di tong sampah dengan kasar dan mendelik pada Calvin.

"Aih. Kau tahu maksudku Declan selama ini kau terlihat sangat sibuk. Kau bekerja tanpa henti sampai-sampai aku juga lupa bahwa kau masih jomlo." Calvin membela diri sekalian memberikan ceramah pada Declan. Memang diantara mereka berdua Calvin salah satu yang paling playboy. Saking playboynya pria itu mampu bergonta ganti pacar hanya selang seminggu saja. Lain halnya dengan Declan, bukannya ia tidak mau memacari seorang wanita hanya saja ia masih belum menemukan yang pas untuk mendapatkan hatinya.

"Diam kau!" Declan memberikan tatapan tajam pada Calvin.

"Aku beri tahu kau Declan, lebih baik kau mencari pacar sana agar hidupmu lebih berwarna jujur saja aku melihatmu saat ini begitu suram," kekeh Calvin.

"Berani bicara sekali lagi aku pastikan botol sampanye itu akan melayang ke kepalamu." Declan memperingatkan Calvin bukannya takut Calvin malah makin terbahak melihat wajah Declan yang makin gondok.

Kalau di pikir-pikir ucapan Calvin emang jadi kepikiran. Sebenarnya ini bukan tentang pekerjaan yang menumpuk ataupun perusahaan. Declan akyi saat ini pekerjaannya memang sedang banyak tetapi bukan itu masalahnya. Apalagi ia memang terbiasa mengerjakan pekerjaan yang tanpa batas. Masalahnya, Declan tidak bisa tidur kemarin malam. Ia terjaga hingga jam lima dini hari sedangkan ia harus menggelar rapat perusahaan jam delapan pagi.

Tentu saja ia terlihat pucat hari ini dan ini juga menyebabkan hidungnya sedikit meler. Bagaimana ia mau tidur jika pikirannya terus mengingat kejadian saat ia bertemu dengan wanita itu. Setiap kali ia memejamkan mata bayangan wanita itu akan selalu muncul hingga membuat ia cukup prustasi. Bayangan wanita itu cukup mengganggu pikirannya saat ini.

Declan mengembuskan napas keras dan bangkit dari kursi kebesarannya. Ia menyugar rambutnya dengan tangannya yang bebas sedangkan satu tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Declan melangkah mendekati pintu dan membukanya.

"Declan kau mau kemana?" tanya Calvin melihat Declan hendak keluar dari ruangan itu.

"Pulang tentu saja jika aku di sini lebih lama lagi denganmu kepalaku menjadi makin pusing," sahut Declan tanpa menoleh dan keluar dari sana diikuti oleh Calvin dari belakang.

"Kau ini sensitif sekali seperti perempuan," decak Calvin menggeleng pelan.

"Terserah kau saja." Balas Declan tanpa minat dan tetap berjalan memunggungi Calvin.

"Hei Declan." Pekik Calvin hendak mengejar pria itu tetapiia menabrak sesuatu.

"Aduh." Nath mengaduh saat tubuhnya membentur tubuh Calvin.

"Maaf aku tidak sengaja apa kau tidak apa-apa?" Calvin mengulurkan tangan membantu Nath yang tersungkur di lantai.

"Tidak. Aku tidak apa-apa." Nath meraih tangan Calvin dan berdiri cepat.

"Kalau boleh tahu siapa namamu, apa kau karyawan baru? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya?" Calvin menatap Nath naik turun.

"Nathalia, kamu bisa memanggilku Nath dan aku bukan karyawan baru." Nath tersentum kecil dan memperkenalkan dirinya.

"Oh ya ampun salahkan mataku, kenapa aku bisa melewatkan wanita cantik seperti dirimu selama ini. Padahal aku sering datang kemari dan tidak memperhatikanmu sejak awal." Rayu Calvin hingga membuatwajah wanita itu bersemu merah.

Declan yang berjalan belum jauh dari sana memutar bola matanya dan dimulai lagi Calvin mulai melayangkan rayuannya pada wanita yang baru ia temui, ralat sebenarnya Calvin selalu memerhatikan Nath jika ia datang ke perusahaan itu tetapi Calvin berbohong pada Nath. Dengan sifat playboy yang dimiliki pria itu tentu saja ia bisa mengatakan apa saja untuk menjerat korbannya.

Declan merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya kemudian mengetikkan sesuatu di sana. Setelah itu ia memasukkan kembali ponselnya dan pergi dari sana. Bersamaan dengan itu terdengar suara notifikasi dari ponsel Calvin dan pria itu membukanya. Ia berdecak saat membaca pesan masuk ke ponselnya.

"Awas jika kau berani macam-macam dengan karyawanku Calvin." Bunyi teks di pesan masuk ponsel Calvin. Siapa lagi yang mengirim pesan itu jika bukan Declan.

"Ada apa Tuan Calvin?" tanya Nath menatap wajah Calvin yang terlihat bete.

"Oh tidak ada, satu lagi kau tidak perlu memanggilku Tuan Calvin. Kau cukup panggil aku Calvin saja. Kau tidak perlu sungkan denganku. Aku tidak sekaku bosmu itu," kekeh Calvin sembari memasukkan ponselnya ke saku celana.

"Baiklah Calvin."

"By the way apa kau punya waktu malam ini? Bagaimana jika kita makan malam bersama." Ajak Calvin, Calvin memang playboy yang sat set sat set.

"Boleh malam ini aku free." Nath melirik jam tangannya dan mengangguk setuju.

"Baguslah kalau begitu aku akan menghubungimu nanti cantik." Calvin mengerling dan tersenyum manis. Semanis gula batu, iya gula manis, batu untuk memukul kepala Calvin yang playboy!

"Baiklah," sahut Nath girang. Kapan lagi ia bisa kencan dengan pria sekeren Calvin, maka dari itu Nath harus memakai kesempatan kali ini sebaik mungkin.

Primavera,
Sunday, 20 August 2023 🌹🍀




PLAYING VICTIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang