Ophelia mendelik ke arah Laura bukannya takut wanita itu malah makin cekikikan melihat delikan Ophelia. Bagaimana tidak, sejak kejadian pertemuannya dengan Declan tiga hari lalu Laura selalu memberikannya tatapan ejekan. Seperti saat ini terkadang sahabatnya itu cekikikan jika berada dekat dengab dirinya dan itu membuat Ophelia dongkol.
Awalnya Ophelia sangat antusias menceritakan bagaimana ia bertemu dengan Declan. Laura yang begitu penasaran akan pertemuan itu selalu menodongnya dengan pertanyaan yang sama pada akhirnya Ophelia membeberkan pertemuan itu dari awal sampai akhir. Sampai dimana Laura tidak bisa menahan tawanya saat Ophelia menceritakan bahwa Declan menolak sejumlah uang yang ia bawa untuk membayar ganti rugi.
"Bagaimana bisa kamu berpikir seperti itu Ophelia?" Laura terbahak keras hingga terbatuk sekali.
"Loh kan dia sendiri yang menelponku malam-malam untuk mengajak bertemu, ya aku pikir dia meminta uang tunai untuk membayar ganti rugi." Ophelia mencoba membela dirinya.
"Astaga, aku tidak tahu jika kau bisa memiliki pemikiran aneh seperti itu." Laura bersidekap kemudian menggeleng. Ia tidak tahu jika sahabatnya ini memang aneh.
"Sudahlah berhenti menertawakanku Laura kau membuatku makin malu saja." Ophelia kesal dan memutar bola matanya.
"Maaf. Maaf, maafkan aku Laura. Oh iya ngomong-ngomong bagaimana reaksinya melihat kau membawa segepok uang dalam tas," kembali Laura melontarkan pertanyaan sambil tertawa.
"Jangan tanyakan lagi Laura kau pasti tahu sendiri bagaimana reaksinya bukan," decak Ophelia dongkol.
"Aku tidak tahu jika antara polos dan bodoh perbedaannya sangat sedikit."
"Laura ... "
Dan benar saja Laura tak berhenti hanya sampai di situ. Lihat saja hari ini ia kembali memberikan tawa ejekan itu. Ophelia memicingkan matanya seolah mengatakan 'berhenti sekarang juga Laura.' Laura yang di tatap demikian mengacungkan dua jarinya ke atas membentuk huruf v tanda ia akan berhenti mengejek Ophelia.
Setelah itu Ophelia kembali membersihkan rak di depannya menggunakan kemoceng. Laura menengok ke kanan dan ke kiri dengan awas takut kalau-kalau Neyna memergoki dirinya bergosip. Setelah memastikan wanita tua itu tidak ada dalam pandangannya Laura perlahan mendekati Ophelia.
"Hust .... " Laura bersuit memanggil Ophelia dari seberang rak tidak jauh dari dirinya berdiri.
"Apa lagi Laura?" Ophelia mengembuskan napas dan berkacak pinggang.
"Ngomong-ngomong kapan kalian akan bertemu lagi?" tanya Laura penuh penasaran.
"Siapa?" Odhelia mengerutkan kedua alisnya.
"Kau dan Declan tentu saja memang siapa lagi." Laura menepuk dahinya dan mengembuskan napas.
Ophelia menelengkan kepala seolah berpikir kemudian wanita itu mengendikkan bahu santai. "Entahlah aku tidak tahu."
Laura menganga dengan jawaban sahabatnya itu. Ternyata pemikiran Ophelia memang sepolos itu. Mana ada seorang pria sembarangan mengajak bertemu lawan jenisnya dan kemudian mengabaikannya begitu saja di hari berikutnya. "Heh! Apakah pria itu tidak menghubungimu lagi."
"Emm, tidak," kembali Ophelia berpikir sejenak dan melipat kedua tangannya di dada. Jika dipikir-pikir kembali setelah pertemuan pertama mereka, Declan memang tidak menghubungi dirinya lagi.
"Dan kau sendiri apa kau tidak menghubungi pria itu lagi?"
"Tidak," sahut Ophelia enteng.
"Astaga, bukankah setelah pertemuan itu hubungan kalian harusnya berlanjut ya setidaknya masih berkomunikasi. Atau pria itu merasa kau begitu memalukan di pertemuan pertama kalian." Laura memutar bola matanya dan mengomel sambil menyapukan kemoceng ke rak buku di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLAYING VICTIM
RomanceCerita ini sedang dikolaborasikan dengan cerita Ocha Youzha berjudul (untouchable) ~Ophelia Nayshelle seorang penulis pemula yang sedang meniti karir di dunia kepenulisan mencoba peruntungannya dengan mengikuti audisi menulis di Penerbit MaviBook. D...