Ophelia tidak bisa memejamkan matanya, ia menatap langit-langit kamarnya dengan pikiran menerawang. Hatinya terasa berdebar tanpa sadar dalam hatinya Ophelia merapalkan doa sebagai penenang hatinya. Baru kali ini ia merasa tegang menunggu pengumuman pemenang dalam kompetisi menulis di Penerbit Mavibook.
Setelah mengirimkan naskah ke email penerbit, keesokan harinya ia mendapat balasan email bahwa naskahnya sudah diterima. Kini ia hanya harus menunggu pengumuman resmi dari akun media sosial penerbit untuk hasil akhirnya.
Tetapi Ophelia masih merasa tegang, Ophelia mengembuskan napas dan mencoba memejamkan matanya namun rasa kantuknya hilang entah kemana. Ophelia memilih bangun dari ranjang dan berjalan memasuki dapur kemudian tangannya bergerak membuka kulkas dan memilih mengambil air di sana. Ophelia mrnuangkan air ke dalam gelas dan meminumnya hingga tandas setelahnya Ophelia kembali ke kamar dan menaiki ranjang. Ophelia memilih menghitung kerumunan para domba hingga akhirnya kantuk benar-benar menyeret kesadarannya ke alam mimpi.
***
Declan mengusap bibir bawahnya menggunakan ibu jarinya. Matanya fokus menatap layar ponselnya. Dahinya mengerut dalam seolah sedang memikirkan sesuatu. Pandangannya kini beralih pada balkon kamarnya yang menampilkan pemandangan malam.
Sedetik kemudian Declan berdiri menyenderkan tubuhnya di besi balkon dan menatap langit malam. Ia mengembuskan napas dan mencengkram ponsel di tangannya cukup erat. Setelah beberapa lama Declan kembali masuk ke kamar dan menutup kaca balkon kemudian ia duduk si single sofa.
Setelahnya ia menekan layar ponsel dan menempelkan ponselnya di telinga. Terlihat Declan mengeluarkan senyum samar saat mendengar sapaan dari seberang.
"Halo, siapa ini?" Sahut suara serak dari sebrang. Sangat kentara dari suaranya si penerima baru saja bangun dari tidurnya. Bisa jadi nyawanya belum terkumpul sepenuhnya.
"Kau lupa padaku? Aku tidak tahu jika kau sudah melupakanku dan juga janjimu." Declan mendramatisir keadaannya. Dasar hoperbola!
"Wait, what ... " Ophelia menyipitkan mata diantara kegelapan kamarnya untuk melihat layar ponselnya, di sana tertulis nama Declan Lysander. Seingat dirinya tidak memiliki satu temanmu dengan nama demikian atau Ophelia lupa. Tetapi kenapa nama itu bisa tertulis di kontak ponselnya, "maafkan aku tapi aku benar-benar tidak mengenalmu siapa kamu?" Ucap Ophelia lagi setelah menempelkan ponselnya di telinga. Ophelia melirik jam yang berada di atas nakas yang menunjukan waktu tengah malam. Orang gila mana yang menelponnya tengah malam begini!
"Aku yang kemejanya kau kotori saat berada di Kafe."
"Oh ... itu kau," Ophelia terduduk di ranjang dan terdiam sebentar dan mengingat kejadian tadi siang. Ternyata pria itu menyimpan nomer kontaknya sendiri di ponsel Ophelia dan pria itu bernama Declan, "ya apa yang kau perlukan?" Ophelia mengatupkan kembali mulutnya, pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Ia bingung harus menanyakan apa.
"Aku harap kau tidak lupa dengan janjimu untuk mengganti rugi kemejaku yang sudah kau nodai." tagih Declan.
Ophelia menghela napas dan memilih menyingkap selimutnya kemudian turun dari ranjang dan menyalakan lampu kamar. Matanya tidak mengantuk lagi. "Tidak. Tidak, aku tidak akan lupa. Berapa jumlah yang harus aku transfer? Apakah aku harus menstransfernya sekarang?" Ophelia membuka kulkas dan mengambil botol minuman.
"Tidak kau tidak perlu menstranfer padaku cukup temui saja aku besok." elak Declan menolak tawaran Ophelia untuk menstransfer sejumlah uang sebagai ganti rugi. Lagipula siapa yang peduli tentang uang itu! Declan hanya ingin bertemu dengan Ophelia bukan uang.
"Bertemu denganmu?" Ophelia hampir tersedak oleh minumannya. Ophelia berusaha mengelus dadanya. Astaga ia tidak menyangka jika pria yang berbicara di sebrang ini lebih suka dibayar tunai. Ia tidak tahu jika masih ada seseorang yang suka bertransaksi secara tunai. Memang setua apa pria yang ia temui tadi hingga tidak mengenal kata praktis dalam sistem transaksi.
"Ia kita bertemu besok, aku akan mengirimkan lokaisnya besok padamu." terdengar suara Declan cukup semangat menjawabnya.
"Baiklah." Ophelia memgangguk setuju, seperti Declan melihatnya saja.
"Kalau begitu selamat malam sampai bertemu besok. Kau lanjutkan lagi tidurmu."
"Em ... " dan sambungan telpon tertutup secepat Declan menjawabnya. Ophelia yang sudah membuka mulut mengatupkannya lagi. Apa kata pria itu lanjutkan lagi tidurmu. Apa Declan tidak tahu kantuknya sudah menguap entah kemana karena menerima telpon tadi.
Ophelia menatap layar ponselnya yang sudah menampilkan warna hitam pada layarnya. Ophelia tidak menyangka jika pria itu menelponnya hanya untuk mengatakan itu saja. Tidak bisakah pria itu bersabar dan menelpon Ophelia besok pagi saja! Bicara tentang pria itu, ternyata ia bukanlah pria penyabar sampai-sampai menagih hutangnya di tengah malam seperti ini. Ophelia merasa seperti sedang dikejar oleh debt colector saja.
Mana ophelia harus membayar tunai di tempat lagi. Bukannya Ophelia tidak mau, hanya saja Ophelia sedang tidak membawa uang tunai saat ini. Biasanya Ophelia selalu bertransaksi menggunakan kartu debet. Oke besok sebelum bertemu dengan Declan, Ophelia akan menarik sejumlah uang terlebih dahulu di ATM astaga pekerjaan yang sedikit merepotkan. Tapi mau bagaimana lagi, Ophelia harus bertanggung jawab dengan apa yang ia lakukan tadi siang.
Jika saja Ophelia tidak ceroboh pasti saja ia tidak akan mengganti rugi kepada orang lain. Ternyata benar hari sial tidak tertulis di kalender. Ophelia mengembuskan napas dan meletakkan dahinya pada meja makan yang dingin. Ia membentur-benturkan kepalanya beberapa kali di sana secara pelan.
Tunggu dulu, Ophelia membuka kedua matanya yang terpejam dan menghentikan pergerakannya. Ia baru teringat tadi saat kecelakaan itu terjadi, kopi yang ia tumpahkan adalah kopi yang masih panas. Tidak terbayang bagaimana rasanya saat kopi panas itu menyentuh kulitmu secara langsung. Kulitmu pasti akan melepuh ketika terkena tumpahan air panas. Tadi karena terburu-buru Ophelia tidak memerhatikan tubuh Declan lebih jauh. Ophelia hanya memerhatikan noda di kemeja pria itu saja.
Tubuh Ophelia menegang dan ia duduk tegak di kursi. Matanya mengerjap beberapa kali. Astaga bagaimana jika pria itu bukan hanya meminta pertanggung jawaban dirinya untuk mengganti kemeja. Tetapi ia harus bertanggung jawab mengganti biaya pengobatan pria itu. Astaga mati aku sekarang! Umpat Ophelia dalam hatinya. Sial, sial, sial Ophelia mengacak rambutnya yang sudah acak-acakan menjadi lebih berantakan lagi.
Pantas saja pria bernama Declan itu tidak sabar ingin bertemu dengan dirinya besok dan tidak mau Ophelia mentransfer sejumlah uang saat ini. Ophelia berjalan dengan gontai memasuki kamarnya, sampai di kamar ia meletakkan ponsel di atas nakas dan memilih menaiki ranjang dengan pikiran kacau. Sebelum kembali tidur ia mematikan lampu kamarnya. Ophelia berbaring miring menatap celah jendela yang diterangi oleh cahaya rembulan. Sungguh Ophelia merasa sangat apes! Ophelia mengerjap sekali dan mencoba memejamkan kedua matanya untuk kembali tidur. Semoga besok Declan tidak marah-marah pada dirinya saat pria itu menagih hutang.
Primavera,
Monday, 04 September 2023 🍀🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
PLAYING VICTIM
RomanceCerita ini sedang dikolaborasikan dengan cerita Ocha Youzha berjudul (untouchable) ~Ophelia Nayshelle seorang penulis pemula yang sedang meniti karir di dunia kepenulisan mencoba peruntungannya dengan mengikuti audisi menulis di Penerbit MaviBook. D...