Mata Ophelia fokus pada layar di depannya, tangannya dengan lincah mengedit naskah yang sedang dikerjakannya. Ia sudah bergelut dengan laptopnya sejak sore tadi hingga sekarang pukul sepuluh malam. Sebenarnya hari terakhir pengumpulan naskah adalah esok hari tetapi Ophelia bertekad menyelesaikannya hari ini karena besok ia harus bekerja lembur di toko. Hari ini Ophelia sedang mengedit beberapa bagian naskahnya. Setelah selesai ia kemudian mengirimkan naskahnya melalui email penerbit MaviBook.
"Argh, akhirnya selesai tepat waktu." ucap Ophelia meregangkan tangannya setelah mengirim email. Ophelia melirik cangkir coklat di samping laptopnya dan melihat isi di dalamnya yang sudah habis. Tangan Ophelia bergerak mengambil cangkir itu kemudian ia berjalan memasuki dapur.
Ophelia mengambil air di dalam kulkas dan menuangkan ke cangkir kemudian meminumnya hingga tandas. "Akhirnya aku bisa tidur lebih awal hari ini," ucapnya saat melirik jam dinding, kemudian Ophelia memutuskan untuk menaiki ranjang dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Tidak lupa Ophelia mematikan lampu kamarnya dan memejamkan mata untuk memasuki dunia mimpi.
Di tempat lain,
"Fiuh akhirnya naskah novelku selesai sebelum deadline dan bisa mengirimkannya hari ini," ucap Odhelia girang meregangkan kedua tangannya ke udara.
"Selamat Odhelia kau berhasil menyelesaikan naskahmu." Ariel bertepuk tangan menyemangati.
"Stop kau harus menyimpan kata selamat itu di hari pengumuman pemenang." Odhelia berbalik menatap Ariel dan menunjukkan telapak tangannya pada Ariel.
"Bukankah lebih bagus jika kau mendapatkan kata selamat dua kali Odhelia." Ariel menaikkan satu alisnya dan bersidekap.
"Kau benar juga Ariel." Odhelia bergerak melipat tangannya di dada dan mengetukkan telunjuknya di dagu, kemudian Odhelia mengangguk kecil mengiyakan ucapan Ariel, "sudahlah ayo kita tidur ini sudah larut, ingat besok kita akan berparty," lanjutnya sambil menaiki ranjang dan menutup tubuhnya dengan selimut.
"Yuhuu, let's go the party girls," seru Ariel ikut berbaring di samping Odhelia.
***
Sementara itu,
"Bagaimana Nath?" tanya Declan pada Nathalia, Declan sengaja memanggil Nathalia untuk memastikan perkembangan dari event menulis yang mereka adakan. Hari ini adalah hari terakhir bagi peserta untuk mengirimkan naskah mereka kr penerbit. Declan harus memastikan bagi mereka yang tidak mengumpul naskah peserta akan dianggap gugur dan nama mereka langsung di coret dari daftar.
"Sejauh ini sudah ada beberapa peserta yang sudah mengirimkan naskah mereka yang sudah rampung. Masih ada beberapa jam lagi batas pengumpulan naskah dan naskah terus masuk daritadi pagi." Nath baru saja menghubungi salah satu admin yang mengurus event menulis dan mereka cukup kewalahan akan banyaknya naskah yang terus masuk dari peserta.
"Jangan lupa pastikan bagian editing kita untuk menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat lagi karena masih banyak naskah yang harus mereka garap lagi." Declan mengetuk-ngetukkan pulpen di atas meja.
"Baik Tuan Declan, apa ada pertanyaan lainnya lagi."
"Tidak ada kau bisa keluar sekarang." Declan menfibaskan tangannya sebagai isyarat.
"Baik Tuan." Nath bangun dari kursi dan beranjak mendekati pintu namun terhenti.
"Tunggu dulu." Declan memanggil Nath cepat sebelum wanita itu meraih knop pintu.
"Ya ada apa lagi yang kurang?" Nath berbalik dan berdiri di pintu.
"Aku ingin bertanya padamu," tanya Declan ragu-ragu.
"Iya," sahut Nath mengerjap sekali.
"Apa kau berkencan dengan Calvin? Ehem ... aku hanya memastikan saja tidak ada maksud lainnya," Declan berdehem dan bertanya hati-hati. Sungguh Declan hanya ingin memastikannya saja, tiba-tiba ia merasa penasaran akan hubungan mereka berdua.
Raut wajah Nathalia seketika berubah merona merah saat mendengar pertanyaan dari Declan. Ia menjawab malu-malu sambil tersenyim tipis. "Emm, ya begitulah, kami sedang ... "
"Baik, baik aku mengerti sekarang kau bisa keluar dari ruanganku." Potong Declan cepat, melihat ekspresi Nathalia ia sudah tahu jawabannya seperti apa. Declan sudah menduganya sejak awal, si brengsek Calvin sering mendatangi kantornya pasti ada maksud tersembunyi dan ini dia maksud pria playboy itu. Ck, awas saja Clavin sampai membuat drama dengan para karyawan wanitanya. Declan akan membuat perhitungan dengannya.
"Baik Tuan." Nath kemudian berbalik dan benar-benar keluar dari ruangan Declan.
Declan meraih cangkir kopi yang ada di sèbelah laptop dan melihat isinya yang sudah kosong kemudian ia meletakkan kembali cangkir itu. Declan melirik sekali jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah satu siang sebaiknya ia pergi ke Kafe yang biasa ia kunjungi untuk membeli segelas kopi daripada harus memikirkan Calvin di dalam ruangannya. Dan Declan tidak sekurang kerjaan itu hingga harus memikirkan temannya itu.
Declan memarkirkan mobilnya setelah itu ia berjalan memasuki Kafe. Baru saja ia membuka pintu tiba-tiba tubuhnya menabrak sesuatu. Rasa panas menjalari tubuhnya saat tumpahan kopi mengenai tubuh depannya. Sedangkan seseorang yang bertabrakan dengannya jatuh tersungkur ke lantai.
Pemnadangan itu tidak luput dari mata para pengunjung yang memenuhi Kafe siang itu. Suasana Kafe yang tadinya riuh tiba-tiba hening. Declan yang menyadari hal itu berusaha bersikap setenang mungkin. Ia masih mengusap-usap kemejanya yang basah dan kotor akibat tumpahan kopi.
"Maaf, maafkan aku. Aku tidak sengaja." ucap wanita yang menabraknya terdengar dari suaranya wanita itu sedang meringis menahan sakit.
"Bisakah lain kali kau berhati-hati," sahut Declan mengalihkan pandangan dari kemejanya. Dan ia mendapati wanita itu masih tersungkur di lantai mengusap sikunya. Sedetik kemudian pandangan mereka beradu.
Saat kedua netra itu menatap satu sama lain, waktu seolah terhenti sekejap. Tidak ada satupun dari mereka berdua membuka suara.Mereka terdiam seolah sibuk akan pemikiran mereka masing-masing. Declan menatap intens ke dalam netra hazel itu. Lagi lagi ia bertemu dengan mata hazel yang beberapa hari ini memenuhi kepalanya.
Wanita itu mengerjap sekali dan menyadarkan Declan dari pikirannya sendiri. Declan berdehem sekali dan tangannya bergerak tanpa di komando, ia mengulurkan tangannya. "Kau tidak apa-apa?" Akhirnya suara Declan keluar.
"Ah, tidak aku tidak apa-apa." Ia meraih tangan Declan dan berdiri sambil memegangi pinggangnya.
"Sikumu terluka." Declan melirik luka di siku yang terlihat mengeluarkan darah.
"Oh ini tidak apa-apa, hanya luka kecil besok juga sembuh." Ia melihat sikunya lagi dan menutupnya dengan telapak tangan, i"tu ... itu ... aku sungguh minta maaf aku tudak melihatmu tadi aku ... " ucapnya terbata penuh dengan rasa bersalah.
"Sudahlah ini nanti bisa dicuci sekarang yang terpenting adalah mengobati lukamu lebih dulu." Declan menarik lengannya pelan membawanya duduk di salah satu kursi kosong setelah itu Declan berjalan ke luar Kafe sebentar dan memgambil sesuatu di dalam mobilnya.
Declan kembali memasuki Kafe sambil membawa kotak kecil berisi p3k. "Sini biar aku obati," ucap Declan menarik lengan wanita itu dan mulai mengobati lukanya, "siapa namamu?" Tanya Declan masih mengoleskan obat merah di siku.
"Ophelia," ucap Ophelia singkat sambil menahan sakit.
Saat Ophelia menyebutkan namanya tangan Declan terhenti dan menatap wajah wanita itu intens.
Primavera,
Sunday, 27 August 2023 🌹🍀Maaf ya manteman aku baru update cerita ini karna aku sedang vanyak kerjaan ditambah kemaren aku sakit huhuhu 😭😷🤧🤧
KAMU SEDANG MEMBACA
PLAYING VICTIM
RomanceCerita ini sedang dikolaborasikan dengan cerita Ocha Youzha berjudul (untouchable) ~Ophelia Nayshelle seorang penulis pemula yang sedang meniti karir di dunia kepenulisan mencoba peruntungannya dengan mengikuti audisi menulis di Penerbit MaviBook. D...