Mobil Declan melaju membelah lautan kendaraan lainnya di tengah jalanan ibu kota. Hari ini langit terlihat sedikit mendung. Saat ia sedang fokus dengan jalanan tiba-tiba saja Declan harus mengerem mendadak. Declan merasa terkejut sepersekian detik karena ia hampir saja menabrak seseorang. Iya, tidak salah memang, hari ini Declan hampir saja menabrak seseorang di jalanan.
Declan memgumpat dan mengeluarkan sumpah serapah dari mulutnya. Untung saja pria itu menghentikan mobionya cepat jika tidak yakin orang itu akan terlempar sejauh beberapa meter dari tempatnya sekarang. Setelah Declan menghentikan mobil, ia segera turun untuk mengecek keadaan.
"Hai kau bisakah kau tidak lari sembarangan di depan mobilku! Bagaimana jika aku benar-benar menabrakmu hah!" Sentak Declan saat pria itu menapakkan kakinya di tanah pada wanita yang sedang tersungkur tepat di depan mobilnya.
"Maaf, maafkan aku," ucap wanita itu masih menunduk melihat luka di lututnya dan mengusapnya pelan.
"Kau pikir .... " Declan sudah siap melontarkan umpatannya kembali namun terhenti saat wanita itu menoleh dan kedua mata mereka bertemu. Seketika warna hazel itu menghinpnotis Declan.
"Maaf aku sedang terburu-buru." Ucapnya sambil berdiri.
"Kau ... "
"Aku benar-benar minta." Wanita itu membungkuk sekali dan berbalik kemudian berlari dari sana.
"Hei. Hei tunggu." Declan berteriak pada punggung yang sudah terlihat menjauh dari kerumunan pejalan kaki.
Declan menyugar rambutnya ia berbalik dan kakinya merasakan menginjak sesuatu di bawah sana. Declan membungkuk untuk mengambil barang yang ia injak, sebuah tusuk konde silver memiliki bentuk bunga pada ujungnya dengan warna perpaduan warna ungu dan putih.
Declan memerhatikan tusuk konde itu dan sedetik kemudian Declan benar-benar memasuki mobilnya dan menaruh tusuk konde iru di dashboard. Declan melirik sekali jam tangannya dan kembali melajukan mobilnya.
***
"Ophelia maaf aku merepotkanmu." Sungut Laura sambil menyeka hidungnya dengan tisu. Laura sedang terduduk lesu di atas ranjang dengan sebagian selimut menutupi tubuhnya.
"Tidak apa-apa Laura, kau tidak usah sungkan bukankah kita sudah bersahabat sejak lama. Sekarang kau makanlah buburmu dulu agar badanmu cepat pulih." Ophelia tersenyum dan meletakkan nampan berisi semangkuk bubur, omellet dan buatannya, serta segelas air putih di atas nakas dan duduk di sisi ranjang.
Hari ini Ophelia berada di flat yang di tempati oleh Laura. Wanita itu sedang terserang flu dan juga demam yang membuat wanita itu tidak bisa bekerja. Ophelia yang mendengar sahabatnya sedang sakit, cepat-cepat mendatangi Laura untuk membuatkan wanita itu bubur.
Sebelum mendatangi flat sahabatnya itu, Ophelia pergi berbelanja membeli bahan-bahan masakan terlebih dahulu. Setelah sampai Ophelia langsung membuatkan bubur untuk Laura dan juga omellet kesukaan wanita itu.
"Terima kasih Ophelia, oh iya ngomong-ngomong ada apa dengan rambutmu." Laura mengambil mangkuk bubur dan menyuapnya sekali. Laura memerhatikan penampilan rambut Ophelia yang cukup berantakan seperti habis terkena badai.
"Ish ini semua pasti karena pria itu," decak Ophrlia melipat kedua tangannya di dada mengingat kejadian tadi saat ia berlari di jalanan. Padahal seingat Ophelia ia melihat lampu lalu lintas sudah berwarna hijau saat menyeberang tetapi pria berkaca mata hitam tadi malah tetap memgebut di jalanan. Apa pria itu tidak tahu jika perbuatannya bisa membahayakan nyawa orang lain. Untung saja hari ini Ophelia masih bisa selamat.
"Siapa?" Seketika Laura menghentikan suapan buburnya dan menatap sahabatnya itu dengan sangat penasaran.
"Tadi saat aku akan kemari aku hampir saja tertabrak mobil karena ... " ophrlia mulai menjelaskan tetapi terhenti karena Laura menarik wajah Ophelia dengan kedua tangannya.
"Astaga Ophelia lalu bagaimana denganmu apa kau tidak apa-apa? Apa kau terluka?" tanya Laura panik meneliti wajah Ophelia kiri kanan. Ophelia yang merasakan sakit pada lehernya melepaskan capitan kedua tangan wanita itu pada wajahnya.
"Seperti yang kau lihat saat ini aku baik-baik saja. Hanya saja rambut cepolku jadi berantakkan karena peristiwa tadi." Ophelia merentangkan kedua tangannya lebar dan mengendikkan bahu.
"Maksudnya?" Laura menelengkan kepala.
"Iya tadi karena terburu-buru kemari aku tidak sempat mengikat rambutku, aku hanya mencepolnya asal menggunakan tusuk konde dan tusuk kondeku terlepas karena kecelakaan tadi. Untung saja aku tidak apa-apa." Ophelia mencoba membuka laci nakas dan mencari ikat rambut di sana. Setelah menemukannya wanita itu mencepol asal rambutnya.
"Tapi kakimu." Laura menunjuk lutut Ophelia yang berdarah, bahkan darah di lututnya terlihat sedikit mengering. Ophelia yang mengenakan celana pendek memudahkan Laura melihat luka itu.
"Oh ini, tidak apa-apa hanya luka kecil besok juga sembuh." Ophelia memgikuti arah pandang Laura dan menyengir.
"Tidak bisa Ophelia, kau harus segera mengobatinya sebelum infeksi. Ayo kita obati dulu lukamu." Laura menyingkap selimut yang menutupi sebagian tubuhnya kemudian menarik Ophelia dan mendudukkan wanita itu di kursi.
Laura melenggang mengambil kotak P3K dan mulai mengobati luka Ophelia, "kau harus lebih berhati-hati lagi saat berjalan Ophelia," ucap Laura mengoceh sedanfkan Ophelia hanya mengangguk sebagai jawaban iya.
***
Sesampainya di perusahaan Declan langsung masuk ke kantornya dan mendekam di sana. Pikirannya menerawang pada kejadian pagi ini saat ia hampir menabrak wanita bermata hazel yang ia temui tempo hari.Declan masih memerhatikan tusuk konde silver yang ada di tangannya. Jari jempolnya tak berhenti mengelus bagian bunga kelopak bunga berwarna ungu itu. Declan seolah terhipnotis oleh tusuk konde yang dipegangnya hingga pria itu tak melepaskan pandangannya sedikit pun dari sana.
Declan memutar kursi yang ia duduki dan menatap jendela kaca besar yang menampilkan gedung-gedung tinggi. Declan mengembuskan napas Keras dan bangkit dari sana. Ia melangkah mendekati jendela dan berdiri di sana. Tangannya yang bebas ia masukkan ke dalam saku celana.
Sempat melintas di pikiran Declan sesaat, apakah ia akan bertemu dengan wanita pemilik tusuk konde itu? Entah kenapa ada sedikit rasa penasaran dalam hatinya saat menatap netra berwarna hazel itu. Seperti ada sesuatu yang menarik dirinya pada diri wanita itu.
Sejak pertama kali melihat wanita itu, Declan merasa seolah ada daya magnet yang menarik dirinya. Pikiran Declan kembali menerawang mengingat bentuk wajah wanita itu yang tirus, berhidung mancung dan berkulit putih halus. Bahkan saat itu Declan sempat memperhatikan bibur wanita itu yang terlihat merah ranum.
Saat itu wanita itu sedang fokus mengerjakan sesuatu pada laptopnya dan Declan melihat bagaimana wanita itu membuat kerutan dalam diantara alisnya seolah sedang memikirkan sesuatu. Bahkan wanita itu beberapa kali menggigit bibir dalamnya saat bekerja. Sesekali wanita itu mengembuskan napasnya saat jemarinya sibuk di atas keyboard.
Rasanya Declan sudah benar-benar terhipnotis oleh wanita bermata hazel itu. Sekali lagi Declan mrngembuskan napas dan mengrmbalikan pikirannya sendiri. Ia menatap lagi tusuk konde di tangannya dan ia kembali berjalan mendekati meja kerjanya. Lebih baik Declan melanjutkan pekerjaannya daripada ia merasa pusing akan apa yang sedang ia pikirkan saat ini.
Primavera,
Friday, 18 Agust 2023 🌹🍀
KAMU SEDANG MEMBACA
PLAYING VICTIM
RomanceCerita ini sedang dikolaborasikan dengan cerita Ocha Youzha berjudul (untouchable) ~Ophelia Nayshelle seorang penulis pemula yang sedang meniti karir di dunia kepenulisan mencoba peruntungannya dengan mengikuti audisi menulis di Penerbit MaviBook. D...