The Competition Begins 2

240 39 2
                                    

Ophelia. Satu kata itu mampu memengaruhi Declan. Pria itu memasang raut wajah yang tak bisa dibaca. Hening. Mereka berdua masih menatap satu sama lain, yang satu dengan tatapan Tak dapat diartikan. Yang satu dengan tatapan polos. Tatapan Declan tiba-tiba beraloh dari mata hazel itu ke bibir ranum Ophelia, Declan sempat menelan ludah saat matanya menangkap bagaimana cara Ophelia menggigit bibir dalamnya salah satu kebiasaan Ophelia.

Tanpa sadar cengkraman Declan pada lengan Ophelia mengencang. Ophelia yang merasakan sakit pada tangannya mencoba menarik tangannya dari genggaman Declan, "kau menyakiti tanganku," ucap Ophelia meringis.

Declan yang menyadari perbuatannya dengan cepat menarik tangannya menjauh. "Maafkan aku," ucap Declan sambil mengusap belakang lehernya.

Kembali tangan Declan bergerak mengambil plester luka dan menempelkannya di luka Ophelia yang sudah diberi obat merah. "Terima kasih," ucap Ophelia.

"Sama-sama."

"Emm, itu kemejamu aku akan menggantinya." Ophelia mengalihkan pandangan ke arah noda hitam pada kemeja yang dikenakan Declan.

"Tidak perlu, aku masih punya banyak kemeja yang lainnya," ucap Declan mengikuti arah pandang Ophelia, "tetapi jika kau memaksa tidak apa-apa," lanjutnya kembali mengambil ponsel wanita itu dengan cepat di atas meja dan mengetikkan sesuatu di sana.

Ophelia membuka mulutnya hendak bersuara dan sepersekian detik menutup mulutnya kembali. Ophelia tidak tahu harus menjawab seperti apa ucapan Declan tadi. "Untuk rincian biaya ganti ruginya akan aku beritahukan nanti," ucap Declan tersenyum tipis dan menyerahkan ponsel itu padanya.

Dahi Ophelia mengerut dalam, tiba-tiba Ophelia merasa ia sedang dipermainkan atau hanya perasaannya saja. Ophelia sudah akan bersuara tetapi ponselnya tiba-tiba berdering. Ophelia melihat layar ponselnya dan melihat nama Laura di sana.

"Halo, Laura. Baiklah aku sebentar lagi sampai di sana," ucap Ophelia saat menerima telpon dari Laura, "maafkan aku, aku harus pergi sekarang," belum sempat Declan menjawab wanita itu sudah berlalu lebih dulu dari dalam Kafe.

***

"Dimana kopiku?" Laura celingukan melihat Ophelia kembali dengan tangan kosong.

"Astaga aku lupa membelinya lagi aku langsung buru-buru kemari saat kau menelpon." Ophelia menepok dahinya pelan.

"Lagi??" Laura menelengkan kepala.

"Maksudku tadi aku sudah membelinya tetapi terjadi sedikit accident tadi di Kafe." Ophelia bergerak duduk di salah satu kursi kosong.

"Hah, kenapa bisa? Lalu apakah kau baik-baik saja Ophelia?" Laura tersentak dan menatap Ophelia lekat.

"Tidak, aku tidak apa-apa hanya luka kecil saja." Ophelia menaikkan tangan dan menunjukkan sikunya yang terluka.

"Kenapa kau tidak menelponku, tahu begitu kan aku bisa menjemputmu ke Kafe. Bagaimana jika kau sampai terluka parah akibat accident itu, luka yang kau dapatkan sekarang anggap saja itu karena kau masih beruntung." Laura bergerak meraih tangan Ophelia.

"Tidak. Tidak Laura ini benar-benar kecelakaan kecil. Maksudku bukan kecelakaan yang itu. Tadi aku hanya menabrak seseorang saat berlari keluar Kafe." Ophelia menarik tangannya dan membenarkan ucapannya.

"Oh ... " Laura hanya beroh ria dan memicingkan matanya.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Aku seperti mencium adanya bau-bau mencurigakan."

"Apa maksudmu?"

"Apa orang itu tampan Ophelia?" Laura masih memicingkan matanya mencoba mengintrogasi Ophelia lebih jauh lagi.

PLAYING VICTIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang