0.19

1.1K 80 16
                                    

"ugh...."

Mata emas itu mulai menampilkan pancaran sinarnya setelah terkena sinar matahari pagi. Gempa bangun dari pembaringannya dan menengok kesana-kemari untuk mencari seseorang tapi nyatanya tidak ada. Gempa menundukkan kepalanya dan menatap kearah tubuhnya yang terbuka dan hanya di lindungi oleh selimutnya saja. Dia ingat semua apa yang terjadi kemarin, tapi dia mengabaikan ingatan itu. Gempa turun dari kasur dengan membawa selimut untuk menutupi tubuhnya itu.

Gempa berjalan kearah kamar mandi dan sesampainya di kamar mandi dia melepaskan genggamannya pada selimut yang ia bawa lalu menyalakan shower. Gempa berdiri di bawah shower yang menyala itu. Dia diam saja, setelah di rasa cukup dia mematikan shower lalu menuangkan shampo ke rambutnya di lanjut menggosok rambutnya. Setelah itu dia mengambil sabun dan mulai menggosokkan sabun itu ke permukaan kulitnya. Dia mandi dengan santai dan sesekali bergumam agar tidak bosan.

"Pak tua itu pasti sudah berangkat lagi, aku bersyukur kalau dia sudah berangkat lagi." Ucap Gempa.

Shower di nyalakan kembali untuk membasuh seluruh tubuh Gempa yang terkena sabun.

"Anj asem, perih bet, Napa sih nih sabun masuk ke mata." Gerutu Gempa saat ada air sabun yang masuk kedalam matanya.

Setelah menyelesaikan mandi, dia berjalan kearah lemari dan mengambil kaos kuning pucat dan rok mini berwarna hitam. Hari ini dia berniat untuk menjenguk Taufan di rumah sakit. Barusan dia mendapat chat dari solar kalau operasi Taufan berjalan dengan lancar dan sekarang dia sudah sadar. Gempa tentu senang mendengarnya. Sisa uang pemberian papahnya itu akan Gempa berikan kepada Taufan untuk perawatan lainnya. Walaupun sepertinya akan di tolak oleh Taufan tapi Gempa akan bersikukuh agar Taufan mau menerima uang itu.

Walaupun kesannya uang itu adalah hasil dari hal yang aneh tapi Gempa ikhlas membantu Taufan, ya walaupun harus berkorban. Setelah dia berpakaian rapih, dia berdoa sejenak lalu keluar dari kamarnya. Rumah besar itu tampak sepi karena hanya Gempa sendiri yang tinggal disini. Gempa juga mendapatkan chat dari sang papa kalau dia sudah kembali ke keluarga besarnya yang berada di luar kota.

Fyuhhhh ~~

Huh... Angin pagi yang kencang. Setelah Gempa mengunci pintu rumah dan pintu gerbang, dia berjalan menelusuri jalanan untuk pejalan kaki. Sebenarnya dia berniat untuk menggunakan taxi tapi dia takut, bis? Takut juga, gojek? Sama, jadi jalan satu-satunya adalah jalan kaki, walaupun jaraknya sangat luar biasa jauh dari rumahnya. Itung-itung berolahraga, yahh itu lah yang ada di pikiran Gempa.

"Aku berharap mati di tengah jalan sih..."

Abaikan itu.

-Ahh... Tidak tahu diri.-

Singkat cerita, setelah Gempa menempuh beribu-ribu meter jalan akhirnya dia sampai di rumah sakit. Setelah bertanya pada petugas dimana kamar Taufan, Gempa pun langsung berjalan lagi untuk bertemu dengan Taufan.

"407... Ketemu."

Gempa memegang pegangan pintu ruangan itu lalu mendorong pintu kaca itu. Sontak dua oknum yang berada di dalam ruangan itu langsung menengok kearah pintu untuk melihat siapa yang datang. Gempa tersenyum kaku lalu berjalan kearah Mira dan Taufan. Gempa berjabat tangan dengan Mira dan duduk di samping Mira.

"Uhhh... Cantik banget ini anak gadis." Puji Mira sembari tangannya menyelipkan rambut Gempa ke telinga Gempa.

Gempa terkekeh lalu menatap kearah Taufan yang memang sedang menatapnya. Mata emas dan biru sapphire itu bertemu. Tatapan mata cerah Taufan bertemu dengan tatapan teduh milik Gempa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Saling melengkapi.[ON!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang