29. Sekilas Cerita Lalu¹

737 109 26
                                    

Nana pernah bilangkan kalau dia sebegitu sayangnya pada Amira. Nana gak bohong, tapi bukan sayang sebagai seolah lelaki pada wanitanya, rasa sayangnya ini hanya sekedar seorang teman, atau mungkin lebih dekat dari itu karena Nana sudah menganggap Amira adiknya sendiri.

Dulu, ketika keluarga Feirley tinggal di Jakarta, mereka sempat bertetangga—rumahnya bersebrangan. Selain karena memang seumuran, kedekatan mereka bisa juga karena faktor Agung dan Johan—ayahnya Amira yang merupakan teman di masa kuliah.

Semula semua berjalan dengan baik, kedua keluarga itu begitu rukun dalam hal apapun. Si kembar juga sama akrabnya dengan Amira, apalagi Ajun, dia malah pernah menjalin kasih dengan gadis itu. Cuma cinta monyet sih, orang waktu itu Amira nya masih kelas 5 sd, Ajun nya kelas 6.

Katakan saja hubungan mereka gak langgeng, karena batu berjalan 2 minggu, Ajun memutuskan untuk mengakhirinya, dan Amira pun terima saja, toh dia masih punya Nana pikirnya.

Kenapa begitu? Ya karena di antara anak anak Feirley, Amira ini paling akrab dengan Nana lantaran di sekolah mereka selalu sekelas, kalau sama tiga kembar lainnya misah misah.

Suatu ketika, ketika keduanya duduk di kelas 3 sd, Amira kecil pernah curhat sama Nana, gini katanya "aku kalau di rumah suka sendiri, ayah kerja, bunda kerja, aku mau punya kakak deh, kayak nana punya kak mamar"

Dan dengan ringannya, Nana menyahut "Amira boleh jadiin Nana sebagai kakaknya amira kok, Nana kan sayang sama amira kayak Nana sayang lele sama jijis"

Amira senang akan hal itu, ia pun berseru seraya bertepuk tangan kegirangan "kakak nana!"

Maka sejak hari itu, keduanya menjadi semakin dekat. Nana sering sekali main di rumah Amira, kadang sampai lupa waktu sampai membuat tiga kembar lainnya kebakaran jenggot, cemburu mereka karena Nana nya lebih senang main sama orang lain alih alih saudara kembarnya sendiri.

Hari hari terus berjalan seperti itu, pulang sekolah setelah berganti baju, Nana akan mangkir ke rumah tetangga, memanggil nama Amira dengan suara lantang dan bernada. Biasanya menjelang petang, Nana akan pulang. Namun, suatu hari Amira menghadang Nana yang hendak pamit pulang, gadis itu berdiri di depan pintu keluar melarang Nana untuk pergi.

Tentu saja Nana mengernyit bingung, a mamar sudah memanggilnya dari teras di suruh umi, tapi Amira malah menghalanginya.

"A mamar nungguin, nana juga belum mandi sore" terangnya kala Amira meminta nya untuk menginap. Bukannya mempersilahkan, Amira malah menggeleng ribut.

"Kan main lego nya belum selesai, katanya nana kakak Amira, kok gak mau bantuin"

"Kan besok bisa lanjut, sekarang Nana harus pulang"

"Ih, gak boleh tau. Nana harus beresin dulu lego nya"

Di tengah perdebatan keduannya, bunda nya Amira datang menghampiri. Wanita itu tersenyum lembut, kemudian berjongkok menyamakan tinggi dengan putrinya juga Nana yang sudah ia anggap seperti putranya sendiri.

"Kalian kenapa? Kok malah berantem?" Tanyanya dengan halus.

Nana tadinya mau bilang ia harus pulang, tapi melihat Amira mencebik dan menatap sang bunda dengan mata berkaca-kaca, Nana jadi berkedip pelan, bingung kenapa Amira tiba tiba menangis.

"Aku masih mau main sama kakak Nana, tapi kakak Nana nya gak mau" imbuhnya dengan suara bergetar mulai menangis.

Bunda Amira masih mempertahankan senyumnya, ia mengusap puncak kepala sang putri dengan lembut. Kemudian beralih pada Nana.

"Nana mau gak kalau malam ini nginep di sini dulu? Nanti bunda mintai izin sama umi nya Nana"

Nana mengerjap polos, selama ini dirinya tidak pernah menginap di rumah orang lain sendirian, jadi baginya ini terasa aneh.

Double Say • NctDreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang