33. Pindah?

1.1K 139 15
                                    

Hati Nana itu lembut, karena sejak kecil dia tumbuh di lingkungan yang dapat di bilang harmonis dan tak pernah kurang kasih sayang.

Siapapun pasti setuju jika hal itu tak luput dari peran orang tuanya, mereka mendidik dengan lembut namun juga tegas.

Seumur hidup, Nana berani bersumpah dia tak pernah melihat umi sama abi bentak bentak anak anaknya, semarah apapun itu. Kalau mereka melakukan kesalahan, pasti bilanginnya baik baik. Tapi karena itulah anak anak pun tak pernah berani bantah, pokoknya kalau misal umi atau abi sudah menyuruh sesuatu, maka saat itu juga anak anak akan melaksanakan titahnya dan sebisa mungkin tak membuat umi dan abi kembali mengulangi ucapannya.

Soleh soleh 'kan bujang bujang Feirley ini? Tentu saja, orang pembawaan orang tuanya aja selembut itu pada mereka.

Makanya sekalinya kena bentak, kagetnya luar biasa. Itulah yang terjadi pada Nana beberapa tahun silam. Karena jujur saja, waktu itu Nana kecil selalu beranggapan jika setiap orang tua sama baiknya seperti umi dan abi, tak pernah membentak dan penuh kasih sayang.

Kala itu usianya masih terlalu kecil untuk memahami bahwa setiap orang tua tak sama seperti orang tuanya. Nana tak tau kalau ternyata dia tidak bisa menyamaratakan semua orang tua di dunia ini.

Dan hari itu, untuk pertama kalinya Nana di bentak. Bukan umi dan abi, tapi justru oleh orang lain yang sudah Nana anggap sebagai ibu keduanya. Sampai saat ini, ia bahkan masih sangat ingat betapa terkejut dan bagaimana sakit hatinya saat itu.

Sekali dua kali mungkin Nana masih bisa berusaha tenang, tapi ketika semakin banyak bentakan yang ia terima, perlahan Nana takut juga. Belum lagi semua perlakuan buruk yang nana dapatkan, sungguh mengingat nya saja selalu membuat nya ingin menangis.

Tiga hari, terdengar singkat tapi nyatanya mampu menghancurkan bukan hanya fisik tetapi psikisnya juga.

Anak usia sembilan tahun, tapi sudah mengidap gangguan kecemasan. Nana jadi lebih tertutup, tak nyaman berada di keramaian, dan sulit menaruh percaya pada orang baru. Sangat miris, mentalnya berantakan oleh obsesi orang lain terhadapnya.

Waktu masih tinggal di jakarta, Nana itu memang sering kambuh. Anak itu suka tiba tiba gelisah tanpa sebab, tremor, sesak hingga terkadang sampai tak sadarkan diri. Oleh sebab itu, pada akhirnya Umi dan abi memutuskan pindah. Tinggal di lingkungan baru dengan harapan jika putra kelimanya tak akan di selimuti bayang bayang Safira lagi.

Mereka pindah setelah menjalankan ibadah umroh, dan umi juga abi bersyukur keputusan mereka ternyata membuahkan hasil. Salah satu buktinya, Nana sampai berani sekolah di sekolah yang berbeda dengan saudaranya.

Yang Umi ingat, sudah sejak lama ia berada di situasi dimana dirinya hanya bisa terduduk lemas dan memandang sendu Nana yang  terbaring lemah di atas ranjang pesakitan.

Dan semalam, keadaan seolah menarik Umi kembali pada masa itu. Pada tahun tahun dimana keadaan keluarga mereka mencapai titik terendahnya.

Umi hanya berdo'a, semoga semua akan tetap baik baik saja.

Paginya, Nana terbangun saat merasakan ada tangan melingkari tubuhnya juga rambut seseorang yang terasa menggelikan ketika bersentuhan dengan lehernya. Sejenak, Nana mengilat hingga kemudian membuka kedua mata sepenuhnya.

Dengan kedua kelopak mata yang masih terasa berat, Nana melirik orang yang dengan kurang ajarnya memenuhi ranjang sempit rumah sakit ini. Nana menghela nafas panjang begitu mendapati Lele lah pelakunya.

"Le" panggilnya pelan tapi sukses membuat anak itu seketika membulatkan mata dan gesit bangkit mendudukkan diri.

"Yah, a Nana kebangun ya?" Tanya anak itu dengan bibir mencebik.

Double Say • NctDreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang