14. Anak Kita

5.3K 789 25
                                    

"Tanteee ... nitip Iyut ya? Pulangnya sama Nte Dokter aja. Mama sama Papa mau makan malam romantis dulu."

Anakku yang bukan anakku ini, langsung diserahkan tanpa tanya-tanya dulu oleh ibu kandungnya. Aku sedang sibuk apa, pulang jam berapa, ada janji sama siapa, atau punya apa buat kasih jajan anak ini?

Tiyani Yusniar seenak udel melenggang setelah bisik-bisik, memberiku tas bulu kuning bermotif bebek. Bikin kewibawaanku sebagai dokter, terjun bebas jadi emak-emak jemput anak. Sore ini, jadwal dia kontrol ke Obgyn dan seperti biasa, mengajak Iyut hanya untuk dititipkan padaku.

"Nte, Nte... Iyut tunggu di kamar Nte lagi ya?"

Iyut menarik tunik batikku.

"Nggak usah. Tante udah mau pulang. Mamamu gimana sih? Dia nggak nanya, nih, Tante kapan balik?"

"Enggak. Mama, kan, tahu. Kalau Nte berangkat pagi, berarti pulangnya sore, kan? Katanya, hari ini aku boleh ngapain aja sama Nte. Besok Iyut, kan, hari tenang. Mau ujian Tanteee."

Kugandeng Iyut ke kamar. Mengambil tas beserta laptopku dulu.

"Kenapa nggak belajar? Biar nilai ujian Iyut bagus."

"Kan, hari tenang, Nte. Iyut harus menenangkan diri."

Aku geleng-geleng. Dih, dasar anak kelas 1! Gemas!! Kuremas-remas saja tangan singkongnya. Tangan kaki Iyut gembul. Segembul gambar singkong yang ada di buku pelajarannya.

"Aku mau beli es krim, beli stiker gambar Boba, beli rautan pinguin, pensil baru buat ujian, sama Nte ... aku mau botol minum baru yang besar banget kayak si Keisha punya. Yang bisa ditempel-tempelin stiker timbul. Ayo, Nte! Kita ke mall!"

Mulutku menganga. Hari tenang Iyut, hari nelangsa untuk dompetku. Mentang-mentang pengangguran, seenaknya Kak Tiya melimpahkan tugas jajan-jajan lucu Iyut ke aku. Apa dayaku? Sulit menolak permintaan ponakan.

"Iyut udah makan?"

"Udah. Tapi mau donat di kantin dulu, baru kita berangkat."

Ah, dia udah mulai ngatur-ngatur tantenya. Ayolah! Ikuti si Iyut.

---------

Aku ke kantin lewat pintu samping. Agak horor juga, mengingat tadi pagi Bagas akan menungguku selepas Ashar.

Dia nungguin dimana ya? 
Terakhir, Gino sukanya duduk di bangku depan IGD.

Masih ada nggak, ya? 
Karena sekarang jarum jam berada di angka 5 sore. Sengaja! Aku menyibukkan diri bantuin 3 pasien yang sudah di luar jam jagaku. Terus, mandi dulu yang lama. Kalau boleh, aku mau tidur sini saja, biar nggak jadi kemana-mana.

Bagas mengerikan jika sudah bikin janji. Tepat janji, tepat waktu, setia, nggak pakai mangkir. Eh, tapi kenapa dia mengingkari janji pernikahannya sendiri?! Emang dasar berengsek! Awal-awal doang manisnya. 

Kantin nggak begitu ramai di sore hari. Koas, residen, dan adik perawat sudah nggak seliweran, kecuali yang jaga saja.

Aku bisa bernafas lega, sampai di jalan setapak menuju kantin nggak menemukan Bagas atau Gino. Sayangnya, hanya sesaat. Ketika masuk pintu kantin, seseorang memanggilku.

Langit Tak Berharap Bintang Hadir Malam Ini Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang