"Mas Bagas sampun gadhah pacar nggih? (Mas Bagas sudah punya pacar ya?) Pak Kirno cerita. Sekarang kok udah nggak mau disopirin?"
Kanjeng Ibu mengusap kepala Bagas yang merebah di pangkuan beliau. Keduanya masih mengenakan pakaian adat. Kanjeng Ibu dengan kebaya dan kain jarik motif sidomukti. Rambut disanggul. Sedangkan anak lelaki dewasa yang mengenakan kain motif parangkusumo ini, telah melepas blangkon dan keris. Meletakkannya di atas meja. Sebentar saja, Bagas ingin memejamkan mata. Mereka menempati sofa coklat berornamen di ruang tengah. Salah satu hadiah dari Kerajaan Perancis.
Hari ini pernikahan Mbak Hesti. Kakak Bagas. Anak tunggal dari istri pertama Ayahanda Kanjeng Gusti Prabu. Selesai kirab, keduanya kepanasan. Istirahat Dzuhur, mereka manfaatkan untuk mendinginkan suhu tubuh dan beribadah dulu. Kanjeng Ibu juga mau melepas riasan, shalat, dan berganti pakaian batik yang lebih ringan dari baju adat ini. Acara selanjutnya, akan ada jamuan bersama tamu besan. Lanjut nanti malam resepsi menerima tamu kenegaraan dan undangan penting.
Rumah yang ditempati Kanjeng Ibu, Bagas dan Bagus masih berada dalam satu komplek keraton. Bernama Dalem Ratu Sekar. Sedangkan, Ayahanda Kanjeng Gusti Prabu tinggal di rumah utama. Dimana Kanjeng Gusti Ratu Ratih—istri pertama raja— dan Gusti Raden Ayu Hesti tinggal. Setelah menikah dengan pria luar, maka Mbak Hesti akan ikut berdomisili mengikuti suaminya.
"Sampun, Bu (Sudah, Bu). Tapi bukan orang sini. Yang ini spesial. Mboten kados (tidak seperti) Mas Galih atau ipar Bagas yang lain."
Kanjeng Ibu menghela nafas panjang. Sudah beliau duga. Bagas terus menolak calon yang Ibu dan Ayahandanya tawarkan. Pasti ada seseorang yang telah menempati hati Bagas.
"Tiyang pundi (Orang mana), Mas?" tanya Ibu pelan.
Kanjeng Ibu dan seluruh mantu keraton kebanyakan adalah orang Solo dan sekitarnya. Sebagian besar adalah hasil perjodohan. Bibit, bebet dan bobot menjadi tolak ukur utama pencarian jodoh di kalangan kerajaan.
Bibit artinya garis keturunan. Apakah seseorang berasal dari keluarga baik-baik atau sebaliknya. Bagas sempat khawatir tentang ini. Beruntung, Tara masih memiliki garis keturunan Jawa dari Mami Nanik. Papi Yusniar yang adalah orang Aceh juga telah Bagas runut silsilahnya. Keduanya berasal dari keluarga berbudi. Tak ada yang tersangkut kasus kriminal dan sebagainya.
Bebet bermakna status sosial ekonomi. Menilik dengan siapa saja keluarga mereka bergaul, dan bagaimana pergaulan yang diikuti dalam keseharian. Bagas tak pusing soal ini. Hanya, mungkin kepribadian Tara harus sedikit dimodifikasi jika sedang bergaul di lingkungan keraton. Mengurangi tingkah maunya sendiri.
Bobot adalah cara melihat seseorang dari segi duniawi. Materi, pangkat, pendidikan, paras, yang menurut Bagas takkan ada masalah.
Semoga lolos. Bagas sukanya sama yang serampangan begini, mau gimana dong?
Apakah kelak akan terjadi bencana atau justru anugerah?
Bagi Bagas, Tara tetaplah anugerah. Meski Bagas telah membayangkan dan menghitung, ada berapa banyak bencana yang akan terjadi di masa depan jika ia nekat menikahi Tara.
"Jakarta, Bu. Ibu kenal Pak Yusniar? Wakil Menteri Perdagangan yang udah mau masuk 3 tahunan ini?"
"Oh? Putri beliau? Ibu nggak kenal, Mas. Cuma tahu aja. Mungkin Ayahanda kenal?"
Bagas memijat pangkal hidungnya. Lama kelamaan pening di kepala bertambah. Usapan Ibu tak menyurutnya nyerinya. Semoga saja background keluarga bisa menambah nilai plus Tara di mata Ayahanda.
"Iya. Cuman, ya, itu. Tara nggak sehalus orang kita, Bu. Dia asyik banget sih. Ceria, easy going, baik banget, nggak sombong, dan yang pasti seiman sama kita. Ibu pasti suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Tak Berharap Bintang Hadir Malam Ini
RomansaTara adalah perempuan bebas. Bebas tidur sembarangan, bangun siang, belanja sekehendak hati, makan junk food, nyetir kemana aja dia suka, dan yang pasti nggak ada orang ribet yang akan negur dia. Nggak lagi-lagi akan dia ulangi hidup dalam kekangan...