18. Mobil Mogok

4.2K 763 39
                                    

Gaya Bagas minta baikan jadul banget. Masih jaman, ya, ngasih makan tiap hari sama cewek macam begini?

Tumis brokoli, udang tepung goreng, ayam fillet saos tiram, buah melon iris. Ini mah makanan Iyut. 

Tumisnya not bad lah. Udangnya kriuk juga.

"Ini enak juga lho, Dok. Cobain deh."

Kak Ratri memajukan kotak makan yang kutawarkan di meja ruangan. Kami makan bersama. Kak Ratri ini perawat bangsal Anggrek. Aku sering main sama perawat Anggrek kalau sedang jaga bangsal begini. Karena ruangan kami bersebelahan. Terkadang, malah mereka salat, istirahat, nonton TV di ruanganku.

"Enggak ah!"

"Kenapa enggak? Bukannya Dokter suka ayam dan sejenisnya? Ini ayam, Dok."

Kak Ratri udah mirip Mami. Nyodor-nyodorin lauk kayak aku anak mogok makan. Apa jangan-jangan perawat satu ini juga disogok Bagas biar jadi kubunya? Ah, gue mumet mikir begituan mulu! Sabar! Sabar!

"Buahnya buat saya apa Dokter nih?"

Kuambil seiris melon pakai garpu. Kami makan sembari menonton siaran berita entah apa ini buat rame-ramein ruangan aja. Perawat lain, gantian. Tunggu giliran. 

"Mayan manis. Gue aja deh ya, Kak?"

"Silakan." Senyum Kak Ratri mengandung udang dibalik bakwan nih.

"Kak Ratri kenal Gino ya?"

"Gino siapa, Dok?"

"Itu ... sopir Dokter Rendra yang rajin ke sini tiap gue jaga. Kenapa sih kalo Gino kirim makanan selalu Kakak terima? Kan, gue udah bilang suruh tolak aja ke semua perawat?"

Suster di depanku terkekeh. Tertangkap basah kau! "Iya, Dok. Ya, habis saya terharu. Kasihan juga dia udah disuruh ke sini, masa pulang tanpa membawa hasil ke Dokter Rendra? Lagian, kalau begini kan saya jadi bisa ikut makan."

"Dasar."

Kami terbahak bersama. Iya lah! Masa makanan dibuang-buang. Udah bener! Buang aja ke perut gue! Gue kenyang. Sedangkan, yang di sana, selama masih rela-rela masak, ya silakan saja.

"Denger-denger beneran ya, Dok? Dokter Rendra ini emang ke Jakarta itu karena mau jadi kandidat Direktur?"

Kuangkat kedua bahu cuek.

"Menurut saya sih, jangan Dokter Rendra," imbuhnya.

"Nah, gue cocok nih, Kak! Bener ya?! Dia, kan, nggak ngerti apa-apa tentang rumah sakit ini."

"Iya, Dok. Maaf nih bukannya mau menyinggung Dokter. Tapi saya lebih sreg kalau Dokter Mujahid yang jadi. Lebih cocok. Sayang juga Dokter Rendra kalau udah masuk managerial rumah sakit, ilmunya jadi kurang kepakai buat pasien. Padahal, denger-denger dari bangsal Melati, beliau termasuk staf yang rajin visite sambil bimbing residen di bangsal."

Aku mengangguk-angguk mendengar Kak Ratri ngomong. Nggak di IGD, nggak di bangsal, kalau ada aku kenapa mereka ngobrolnya Rendra Bagas mulu ya? Sampai nggak sadar ini kotak buah udah kosong. Enak juga makan melon. Udah lama buah-buahan di rumah hanya berkisar pisang, pepaya, pisang, pepaya. Kesukaan Iyut. 

Langit Tak Berharap Bintang Hadir Malam Ini Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang