Dokter Rendra:
Aku sudah sampai.
Kamu hati-hati nyetirnya.Wait?! Apa-apaan deh ini? Siapa pula yang nanya kabar dia? Mau udah sampai rumah, kek, mau nyetir sampai Pluto nggak usah balik Bumi lagi juga, aku nggak peduli. Bukan urusanku.
Ini dia mau jadi ala-ala anak ABG pacaran ya, yang mesti kirim pesan nggak bermutu begini?
Aku merinding ngeri. Udah berapa kaum hawa diginiin sama dia? Calon-calon selir yang dulu dijodohin ke Bagas karena aku mulai nggak menarik lagi di matanya? Gayatri, calon paling potensial yang nggak jadi menikah sama Bagas gara-gara aku? Atau, perempuan yang singgah silih berganti setelah kami cerai? Kalau sekarang, konon kabar dia belum beristri lagi, baguslah. Berarti cewek zaman now udah nggak mempan rayuan manis ala Bapak ini.
-----
Malam tadi aku menginap di apartemen Fiona. Pertimbangannya lebih dekat ke GBK. Ada kegiatan jalan sehat memperingati Hari Jantung Dunia yang harus kuikuti pagi ini. Kemenkes meminta beberapa perwakilan dari rumah sakit untuk menjadi tim medis. Salah satunya aku.
Fiona akan ikut tapi sebagai peserta. Sekaligus jadi sopir cantikku.
Seharusnya, 29 September ini menjadi Minggu cerah bagi hatiku yang ringan. Tapi mendadak, kepalaku terasa berat lagi memikirkan seseorang yang tak kuharapkan, hadir kembali di sekeliling. Menelan sandwich isian daging ini aku mual. Huek. Sandwich-nya Fiona nggak enak.
"Ih, kenapa deh lo? Sakit?"
Fiona mengamati wajahku. Juga mengecek dahi.
"Enggak."
“Badan lo agak anget ya?" Fiona berdecak. “Baru juga pulang malem sekali udah sakit. Dasar nenek-nenek jompo!” Mata Fiona menyipit sebelah. "Tapi pucet beneran sih, Nek."
"Sembarang panggil gue Nenek!"
"Gue panggil lo Mak kalo lo dah nikah aja. Punya anak."
Kutangkis tangannya dari dahiku. Fiona menghembuskan nafas panjang. "Gue mual deh. Gara-gara chat Bagas nih kayaknya!"
"Yee ... ya kali, segitu pengaruhnya dia sampai bikin lo psikosomatis begini. Jangan dibawa dendam, Ra. Lo tahu, kan? Besi korosif karena karatnya sendiri. Menyimpan dendam bikin penyakit hati. Mending kalian baikan. Lupain masa lalu yang complicated itu."
Tahu kenapa aku cocok sama Fiona? Dia seperti Papi. Mbak Petasan ini kadang punya banyak nasehat ajaib yang nggak pernah kupikirkan. Dia akan tiba-tiba nyeplos dan bikin aku malu sendiri teringat kejelekanku.
Baru juga kemarin aku membahas pesan Papi. Masa lalu akan terlewati. Luka terobati masa. Jika sekarang aku masih membawa dendam untuk Bagas, benar kata Fiona, yang ada, aku akan sakit hati sendiri dan parahnya bisa ke merusak badan sendiri.
Apa aku maafin Bagas aja?
Tunggu-tunggu!
Ini susah.
Ya kali, aku menderita sendirian, sedangkan, dia hidupnya baik-baik aja. Sekarang malah sok perhatian. Dia nggak ingat ya, kesalahan dia apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Tak Berharap Bintang Hadir Malam Ini
RomansaTara adalah perempuan bebas. Bebas tidur sembarangan, bangun siang, belanja sekehendak hati, makan junk food, nyetir kemana aja dia suka, dan yang pasti nggak ada orang ribet yang akan negur dia. Nggak lagi-lagi akan dia ulangi hidup dalam kekangan...