Mata indah milik seorang lelaki yang kutunggu akhirnya terbuka. Aku sangat senang, tentu saja karena sudah lebih dari satu jam aku menunggunya terbangun. Tatapan mata Alby langsung tertuju padaku yang memang menatap dirinya.
"Gar ... rini ...," panggil Alby dengan nada yang sangat pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya. Aku lantas tersenyum dan mengangguk.
"Iya, ini aku. Kenapa, hem? Ada yang sakit? Aku panggil dulu dokter buat periksa kamu, ya?"
Alby tidak menjawabku, dia malah menatap sekeliling dan kembali menatap diriku.
"Kamu di rumah sakit. Kamu lama banget tidurnya, By. Aku takut ...." Aku menunduk masih menggenggam tangan Alby yang terbebas oleh infus.
"Angkat dong, aku mau lihat wajah lucu kamu." Aku mengangkat wajah ketika Alby memintanya. Tidak lupa untuk menghapus jejak air mata yang masih tersisa.
"Kamu mah, akunya khawatir malah diejek. Nggak lucu tahu nggak sih. Tadi juga kenapa kamu bisa tiba-tiba pingsan?"
Bukannya menjawab pertanyaanku, Alby malah berusaha untuk duduk. Tentu saja aku langsung membantunya.
"Gapapa kok, kecapean aja. Dokter ada bilang sama kamu, nggak?" Aku menggeleng. Memang, dokter yang memeriksa Alby tadi hanya menyuruhku untuk menghubungi orangtunya. Namun, aku tidak tahu harus menghubungi siapa. Karena itu aku menunggu Alby untuk bangun. Alasan lain karena aku sangat khawatir dengan keadaannya.
"Cuma disuruh hubungi orang tua kamu, By. Aku harus hubungi ke nomor mana? Aku nggak punya nomor orang tua kamu."
"Kamu tolong ambilkan ponselku aja, Rin. Biar aku yang telepon mereka." Aku segera mengambil ponsel milik Alby yang berada di tas yang tergeletak di sofa ruangan ini dan langsung memberikan pada Alby ketika sudah menemukan.
Saat Alby menghubungi orang yang aku yakini orang tuanya aku hanya diam menunggu. Karena aku teringat bahwa Alby belum diperiksa setelah bangun, aku langsung menekan tombol untuk memanggil perawat datang.
"Udah? Gimana?" tanyaku ketika melihat Alby menutup ponselnya.
"Udah, mereka langsung mau ke sini."
Tak lama dokter dan beberapa perawat datang untuk memeriksakan keadaan Alby. Namun ada yang aneh ketika sang dokter meriksa Alby. Aku melihat melihat mereka tampak akrab.
"Perempuan cantik ini siapa, Alby?" tanya sang Dokter dengan bermaksud menggodanya. Aku hanya tersenyum malu.
"Do'ain aja, Dok. Semoga lancar," jawab Alby dengan enteng. Aku mencubit pelan pinggang Alby. Membuat Alby menatapku dengan pandangan teduhnya. Tak lupa senyum yang membuatku candu.
"Aduh udah tatap-tatapan. Dokter ke luar dulu kalau gitu. Takut ganggu anak muda lagi kasmaran." Aku memutuskan lebih dahulu tatapan yang membuatku tak bergerak.
Kemudian dokter dan perawat yang juga tadi sempat menggoda diriku dan juga Alby keluar. Aku langsung mencubit kembali pinggang Alby, kali ini lebih kencang. Sampai Alby mengaduh kesakitan.
"Galak banget sih, Neng," goda Alby.
"Apaan sih, aku pulang aja nih." Aku dengan niat bercanda langsung beranjak yang membuat Alby menahan tanganku.
"Jangan dong, tunggu bunda ayah aku datang. Biar kenalan sekalian. Mau ya?" Aku kembali duduk, kasihan juga melihat wajah Alby yang menurutku sangat imut dengan mulut yang dimanyunkannya.
"Iya-iya, yaudah sekarang kamu tiduran lagi aja. Kalau udah datang aku bangunin, ya?" Kali ini Alby menurutiku, dia langsung merebahkan kembali dan langsung memejamkan matanya. Aku rasa memang Alby belum dalam kondisi yang baik karena wajahnya masih cukup pucat.
Aku berharap Alby baik-baik saja. Walau dalam hatiku seperti ada hal yang disembunyikan oleh Alby.
*+:。.。 。.。:+*
Aku mau kamu tetap baik-baik saja, Alby. Kamu harus janji untuk baik-baik saja.
_-_-_-_
Garini Ariani Anastasya
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Hari Sebelum Kamu Pergi | Na Jaemin Lokal
Hayran KurguJudul Awal: Langit tanpa Biru. Tentang kisah mereka yang membekas, dengan waktu terbatas. .... Ini tentang aku, mencintai lelaki yang umurnya tidak lama lagi. Ini tentang dia, lelaki kuat yang selalu tersenyum di kala sakit menyerang, tidak ada kat...