"Beneran gak papa aku tinggal disini?" Tanya Fajar tidak yakin.
Pasalnya sepulangnya membuat paspor untuk projectnya bersama Tante Gisti yang akan pergi ke Paris nanti, tiba-tiba saja Fajar ditelepon untuk segera meeting dadakan di kantornya.
Perla yang mengira akan sangat membosankan di apartement sendirian, meminta Fajar mengantarkannya ke cafe, ia sangat merindukan Alya.
"Iya gak papa, nanti pulangnya aku telepon kamu deh." Ucapnya berusaha meyakinkan Fajar.
Dengan berat hati Fajar akhirnya mengijinkan kekasihnya itu dengan syarat GPS di ponsel Perla harus di nyalakan, agar Fajar tahu kemanapun kekasihnya pergi.
Perla tersenyum sumringah setelah Fajar mengijinkannya. "Yaudah, aku turun ya? Semangat meetingnya."
Setelah mendapatkan kecupan di dahinya, Perla segera turun dan membiarkan mobil Fajar menjauh darinya.
Berjalan masuk ke dalam cafe itu dengan perasaan lega, teringat sewaktu pertama kali mendatangi cafe ini perasaannya sangat kalut karena Deffan. Dan hari ini ia lega karena perlahan bisa melupakannya.
Melihat Alya sedang melayani pelanggan, Perla yang baru saja masuk berhambur berlari menghampirinya. "Alya!" Sapanya dengan antusias.
Alya yang menyadari Perla yang datang tentu saja sama antusiasnya seperti Perla, sedangkan Deffan yang sedang membuat kopi bergegas memakai masker dan topinya untuk menghindari Perla.
"Ih kemana aja kangen banget." Kata Alya dengan kedua halis berkerut.
Perla tersenyum mengusap bahu Alya. "Maaf ya, akhir-akhir ini hectic banget sama project baru gue."
Alya menghela napas panjang. "Hmm okey no problem, tapi gua lega bisa liat lu bisa lebih ceria kaya gini Per." Ucap Alya terdengar sangat tulus.
"Aaah udah-udah, buatin gua ice cappucino ya biasa." Pesan Perla berniat memecahkan suasana yang mengharukan untuk keduanya.
"Okey di tunggu ya." Ucap Alya mengacungkan jempolnya. "Deff, ice cappucino biasa 1 ya tolong anterin gua mau nemenin dia."
Tanpa menjawabnya Deffan tetap membuatkan minuman kesukaan Perla itu.
Sedangkan Perla segera mencari tempat duduk yang sekiranya nyaman untuknya mengobrol dengan Alya nanti.
"Ya ampun, kok keliatannya badan lu makin montok sih Per? Gila banget badan lu." Puji Alya yang baru saja menarik kursi lalu duduk di hadapan Perla.
Perla mengerutkan dahinya. "Gendut ya?" Tanyanya sambil memegangi kedua pipinya.
Alya yang menyadari Perla salah mengartikan ucapannya itu segera mengklarifikasinya. "Hey engga anjir, montok itu bukan berarti gendut ya tapi badan lu kaya makin padet aja di beberapa titik."
Perla menggeleng. "Ah kayanya gua harus diet ya?" Katanya dengan wajah lesu.
Tak lama Deffan mengantarkan segelas ice cappucino ke atas meja.
"Engga-engga gendut." Ucap Alya merasa tidak enak.
Tidak memperdulian percakapan dua wanita tersebut, Deffan berniat segera meninggalkan meja itu namun tangan Alya lebih dulu menahan Deffan. "Apasih?" Tanya Deffan dengan ketus.
"Dia gak gendutkan?" Tanya Alya berusaha mencari validasi orang lain agar Perla tidak merasa gemuk.
Deffan menatap Perla, begitupun dengan Perla keduanya bertatapan selama beberapa detik. "Ngga, cantik kok." Jawab Deffan dengan jujur.
Deffan memang ingin sekali memuji Perla, dimatanya wanita itu tidak ada tandingan cantiknya. "Tuh kan." Kata Alya meyakinkan Perla.
"Cantik tapi gendut ya?" Tanya Perla lagi pada Deffan dengan mata berbinar, wanita itu selalu menggemaskan dimatanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Able 21+⚠️
Romance(NOTSUITABLE 2) ⚠️⚠️⚠️🚫🔞🔞 Rate 21++++ area!!! Sudah hampir 5 tahun, namun Deffan masih mengisi segala celah di hati Perla. Semuanya memang sudah berubah dengan kehadiran banyak orang-orang baru, namun itu tidak cukup untuk Perla melupakannya. Faj...