Wendy hendak beranjak dari tempatnya. Sejak awal, sejak ia melihat kedatangan Yudha, rasanya ia ingin pergi dari sini. Wendy merasa ia belum, bahkan tidak siap bertemu dengan pria itu. Wendy merasa bersalah, namun juga sakit hati di waktu yang bersamaan pada pria itu.
"Ehh, permisi." ucap seorang wanita dengan dress mewahnya.
"Gimana nih kabarnya si ranking 2 paralel?" tanyanya.
"Kata adek sepupu gue sih dia jadi guru honorer di sekolahnya." jawab wanita yang merupakan sohib wanita yang bertanya.
"Maksud lo apa, hah?" balas Ayra yang tak terima Wendy direndahkan hanya karena profesinya. Lagi pula apa menjadi seorang guru bukan profesi yang bagus? Dasar wanita-wanita sinting!
"Ayra udah, gak papa."
"Sayang," panggil Reedhan pada istrinya. Ia kemudian menghampiri Ayra, takut istrinya itu kembali ke setelan awal.
"Gak maksud apa-apa. Emang bener kan, kalo sahabat lo ini sekarang cuma jadi guru honorer? Dulu aja waktu sekolah sok paling pinter, paling hebat, sok cuek padahal kepo, sok dingin padahal arogan,- gue pikir gedenya mau jadi presiden, ternyata malah menyedihkan."
"Mulut lo ya Deris, minta gue bakar!" balas Neira yang ikut terpancing. Alpen bergegas menghampiri tunangannya untuk menenangkan.
"Kenapa sih cewek selalu bahas profesi kalo ketemu?" bisik Chiko pada Vano.
"Cowok juga. Cuma bedanya cewek lebih frontal." balas Vano ikut berbisik.
"Siang jadi guru, malem jadi pelayan. Aduh aduhh, gak nyangka banget gue sama nasib. Sumpah." ujar teman Deris.
"Lo berdua mau apa sih, anjing?!"
"Ehh, artis gak boleh ngomong kasar loh. Lo itu public figure, harus jaga image. Gimana coba kalo ada yang koar-koar di sosmed nyebarin ucapan kasar lo barusan? Bisa gak laku lagi lo."
"Bodo amat! Lo berdua kayak monyet, badan kayak babi, lidah kayak uler, kelakuan kayak setan! Dasar manusia goblok!"
"Sayang udah,"
"Pergi lo berdua! Ganggu suasana aja. Dari dulu sampe sekarang gak pernah berubah. Kenapa sih mesti ikut acara ini segala?!"
"Neira sabar dong. Lo kayak yang hilang ingatan aja. Lupa lo kalo cewek yang lo bela sekarang dulu nolak kehadiran lo? Lupa lo pernah ditumpahin minuman sama dia?"
"Ya terus apa hubungannya sama lo? Gue yang ngalamin kenapa lo kayak gak terima? Atau lo mau gue siram sekarang?!"
Deris menatap penampilan Wendy dari atas sampai bawah. Sial, kenapa wanita ini masih tetap cantik juga. Meskipun semua yang dikenakan Wendy barang biasa, bukan branded, tapi itu terlihat lebih menarik daripada barang yang ia kenakan. Tidak, Deris tidak bisa menerima hal itu.
"Badan lo oke, kenapa lo gak coba jual aja? Ya itung-itung memperbaiki ekonomi lah, secara kan janda lebih menggoda."
Tepat setelah Deris berucap, Wendy beranjak dari tempatnya. Sudah cukup ia dihina oleh wanita itu yang jelas-jelas tidak mengenal dirinya. Wendy tidak tahan lagi untuk tidak menampar wajah hasil suntikan itu, jadi ia memilih pergi untuk meminimalisir amarahnya.
"Bye ranking satu paralel!"
Vano yang tak terima Wendy dihina seperti itu lantas memecahkan gelas tepat di depan kaki dua wanita itu. Syukur kalau pecahannya sampai mengenai kaki mereka. Itu malah tidak sebanding dengan penghinaan yang Wendy dapat. Bagi Vano, Wendy adalah wanita hebat yang tak pantas untuk dihina sedikit pun. Apalagi oleh orang yang tidak mengenal wanita itu dengan baik. Sedari dulu, saat semua orang di VHS membenci Wendy dengan alasan wanita itu arogan, hanya Vano yang sudi mengajak Wendy berbicara. Vano tahu seperti apa Wendy karena ia hidup berdampingan dengan wanita itu sejak kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle of Love
ChickLit[Semua Karakter/Tokoh dalam Cerita Ini Fiktif. Apabila Terjadi Kesamaan Itu Hanya Kebetulan Belaka] Di malam pertunangannya, Yudha mendapat sebuah surat dari seorang wanita yang ia kenal. Isi surat itu membuatnya terkejut, bahkan tangannya bergetar...