Bangga rasanya mengetahui anak didik yang selama beberapa hari terakhir ia bimbing keluar sebagai pemenang. Meskipun bukan perlombaan yang bersertifikat, tapi sebagai guru yang baru mengajar selama satu tahun ini adalah sebuah pencapaian yang baik sekaligus harapan. Harapan semoga ke depannya ia bisa mendapatkan lebih dari yang sekarang.
Ucapan terima kasih dari ketiga murid yang ia bimbing berbalas dengan ucapan selamat darinya. Wendy tersenyum tipis melihat betapa bahagianya Raisa, Aidan, dan Legon.
Lantas kedua tungkainya berjalan menuju ruang guru. Berhubung perlombaan sudah selesai dan hari sudah semakin sore, Wendy bersiap untuk pulang dari sekolah. Ia mengecek schedule-nya hari ini, ada jadwal les selama dua jam ke depan yang harus ia lakukan sebelum benar-benar pulang ke rumah.
Sebenarnya banyak pekerjaan di zaman sekarang yang bisa dilakukan melalui sosial media, berjualan contohnya. Ada banyak e-commerce yang bisa digunakan. Wendy juga sudah memperhitungkan pekerjaan seperti itu. Apalagi setelah tahu keuntungan berjualan di aplikasi sangat besar. Tapi ia belum punya modal yang cukup untuk memulai usaha. Tabungannya masih sedikit saat ini. Itulah sebabnya ia mengambil banyak pekerjaan sampingan.
Apakah menjadi guru adalah pekerjaan impiannya? Bukan. Wendy bahkan tidak pernah berpikiran untuk menjadi guru. Sejujurnya ia sendiri tidak tahu apa cita-citanya. Sejak sekolah dulu ia sudah serba bisa, pintar di akademik maupun non akademik. Tapi ia sendiri tidak punya pekerjaan yang menjadi cita-cita. Daripada pekerjaan, Wendy memilih ketenangan sebagai cita-citanya.
Lalu kenapa ia menjadi guru? Karena Wendy ingin punya pekerjaan yang baik, di mana semua orang tidak akan memandang remeh pekerjaannya. Meskipun pada kenyataannya masih ada orang yang meremehkan seorang guru. Tapi ia sendiri menganggap menjadi seorang guru itu terhormat. Intinya Wendy ingin orang-orang tidak menghinanya karena sebuah profesi. Meskipun ia punya banyak pekerjaan, tapi Wendy akan mengatakan kalau ia seorang guru. Dan Cinta pun akan dengan bangga mengatakan kalau Ibunya adalah seorang guru.
Saat SMA dulu Wendy ingin masuk kuliah di salah satu universitas yang ada di Belanda dan rencananya akan mengambil seni musik. Alasannya Wendy pun tidak tahu, ia hanya ingin saja, berhubung ia beberapa kali mendapatkan penghargaan sebagai seorang pianist. Wendy tidak memanfaatkan kepintarannya sebagai juara umum untuk mengambil jurusan science karena ia muak dengan belajar. Harus menjadi juara umum dan terus belajar adalah tekanan yang Erlan berikan pada Wendy selama sekolah.
Sayangnya keinginan untuk kuliah di Belanda harus sirna karena kesalahannya sendiri. Ia baru merasakan bangku kuliah setelah Surya meninggal, karena pada saat itu Wendy tidak terlalu sibuk seperti sebelumnya, di mana ia harus merawat suami dan putrinya yang sakit. Wendy mengajar les di beberapa tempat setiap hari Sabtu dan Minggu untuk menambah penghasilan karena biaya kuliah dan pengobatan Cinta itu menggunakan tabungan suaminya.
“Selamat Bu Wendy,”
“Terima kasih Pak Harsa,”
“Sudah mau pulang?”
“Iya, saya ada jadwal ngajar les hari ini,”
“Kalau gitu bareng saja, saya juga mau pulang,”
“Terima kasih Pak, tapi saya pulang sendiri saja. Mari, Pak.”
Harsa mengembuskan napasnya, menatap punggung Wendy yang semakin lama mengecil di pandangannya. Tentu ia tertarik dengan guru baru itu, tapi sayangnya Wendy selalu menghindar dan terkesan menjauh darinya.
Sudah satu minggu berlalu sejak pertemuan yang tidak sengaja antara Wendy dengan Yudha. Saat ini berita tentang pertunangan cucu laki-laki satu-satunya dari keluarga Kusumawardhana dengan seorang gadis dari keluarga Darmawan tengah menjadi hot news di kalangan pengusaha juga masyarakat yang mengenal kedua keluarga itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle of Love
Genç Kız Edebiyatı[Semua Karakter/Tokoh dalam Cerita Ini Fiktif. Apabila Terjadi Kesamaan Itu Hanya Kebetulan Belaka] Di malam pertunangannya, Yudha mendapat sebuah surat dari seorang wanita yang ia kenal. Isi surat itu membuatnya terkejut, bahkan tangannya bergetar...