Prologue

3K 190 6
                                    

Seorang gadis yang sedang berlari menuju suatu tempat karena merasa dirinya sudah terlambat. Dia berusaha lari sambil melirik jam tangannya.

"Mampuss...Telat lagi" umpatnya.

Setelah sampai didepan suatu toko bunga tempatnya bekerja, Ia berhenti sejenak kemudian berusaha mengatur nafasnya. Lalu Ia memasuki toko itu. Di dalam ia melihat Nayeon, teman sekerjanya sedang bersih-bersih. Gadis itu bergerak mendekati Nay.

"Nay, bos udah dateng?"

Gadis itu mengangguk. Nayeon melihat penampilan gadis ini dari bawah sampai keatas dengan tatapan menilai.

"Jen, bisa gak si lo pake baju rapi dikit? Gimana bos ga sering enek liat lo pake baju kucel kek gitu. Mana cuma pake sendal jepit lagi tsk."

Jennie yang sedang di introgasi oleh sang partner hanya mendengus.

"Gak ada waktu buat rapi-rapi gue,  Nay. You knowlah gimana gua. Dah ah mau ke ruang ganti dulu."

Jennie bergegas ke ruang ganti. Dan setelah berganti baju, Ia bergegas melakukan pekerjaanya.

Tak lama, saat jam makan siang mereka berkumpul di kafetaria dekat toko bunga tersebut. Mereka makan sambil berbincang-bincang.

"4 bulan terakhir ini toko kita omsetnya menurun tau."

"Huum, kata si Mina sih gitu. Bahkan pemasukan bersihnya Cuma 5% doang."

"kalo gini terus ma yang ada kita dipecat satu-satu."

Jennie yang sedang menyeruput mienya langsung batuk-batuk. Refleks si Nay langsung menyodorkan air putih. Dan Jennie langsung meminumnya.

Jennie menatap temannya yang tadi berbincang. Setelah menatap satu-satu temannya, Ia kemudian melanjutkan makannya. Teman-temannya yang sudah mengenal keanehan Jennie kemudan melanjutkan perbincangannnya.

"Gua gak sanggup kalo gua yang harus dipecat. Belum lagi biaya kuliah di jurusan arsitektur tuh mehong-mehong. Orang tua gua juga lagi gak punya penghasilan tetap lagi. Belum lagi adek gua yang bentar lagi obatnya abis" Curhat Nayeon.

Nayeon memang bukan kalangan atas. Dirinya harus banting tulang untuk membiayai kuliah beserta obat sang adik yang sedang sakit itu. Jennie yang notabenya merupakan sahabat dekat Nayeon pun terdiam. Ia paham beta sulitnya kondisi ekonomi sang sahabat.

Terkadang Ia ikut membantu membelikan obat untuk adik Nayeon. Jennie yang pernah tinggal dipanti asuhan dan dekat dengan anak-anak disana tergerak hatinya untuk membantu pengobatan adik Nay.

Ia tau betapa sakitnya kehilangan seseorang yang berharga. Karena dulu di panti asuhan salah satu adiknya yang telat berobat berujung kematian. Jennie merasa sedih dan terpukul. Karena hal itu pun ia bertekad agar hal serupa tidak terjadi pada adik Nayeon.

"Nay, lo tenang aja. Ada gue kok," ujar Jennie sambil memeluk sang sahabat. Nayeon langsung balik memeluk Jennie sambil menangis.

Hanya sahabatnya inilah yang menjadi semangatnya untuk bekerja dan berusaha menyembuhkan sang adik.

"Udah jangan nangis, noh ingus lo keliatan tuh”"

Nayeon memukul lengan Jennie yang telah meledeknya.

Balik dari kafetaria itu, mereka kemudian kembali ke tempat masing-masing.

*

Sampai sore harinya, semua karyawan dikumpulkan oleh sang bos. Mereka hanya pasrah jika memang harus ada pemecatan karyawan. Mereka sudah siap.

"ekhmm..... disini saya berdiri untuk menyampaikan berita yang mungkin merupakan berita yang sangat buruk."

Hening.

"Jadi langsung saja saya akan memberitahukan jika hari ini saya akan memecat beberapa karyawan karena toko tidak bisa menggaji kalian lagi..."

Masih hening.

"..jadi yang saya sebut namanya segera mengambil surat pengunduran diri kalian di ruangan saya sebentar."

Semuanya mulai berbisik-bisik. Nayeon yang terlihat pucat dan berkeringat dingin pun hanya bisa mencoba mengatur nafasnya. Jennie yang ada didekatnya pun hanya bisa menggenggam tangan sang sahabat sebagai bentuk penyemangatnya.

"Oke. Jadi yang saya pecat hanya dua orang yaitu Im Nayeon dan Bobby."

Sontak dua orang yang disebut namanya pun terkejut. Jennie juga ikut terkejut dan langsung mengarahkan pandangannya pada sang sahabat. Ia mulai overthingking setelah melihat Nayeon yang menundukkan wajahnya, tubuhnya gemetar dan tangannya menggenggam menahan kesedihan dan emosinya.

"Yang telah saya sebut namanya mari ikut keruangan saya. Dan lainnya silahkan bubar." Ujar si bos lagi, lalu Ia pun berjalan keruangannya.

Semua karyawan pun mulai bubar, kecuali Nayeon, Bobby, dan Jennie.
Nayeon sudah menangis hanya bisa memeluk sahabatnya. Dirinya tak bisa memikirkan bagaimana kedepannya. Setelah lama menangis, mereka pun keruangan bos mereka. Jennie mengikuti dari belakang karena ia ingin menemani Nayeon.

Di dalam kantor bos

"Maafkan saya bob. Mama kamu yang suruh saya pecat kamu, katanya kamu lebih baik belajar ngurusin bisnis papa kamu." Ujar sang bos. Bobby mengangguk dan pasrah. Kemudian bosnya pun menatap Nayeon dengan tatapan bersalah.

“Maafkan saya ya, Nayeon.”

"Bu bagaimana saya bisa membayar kuliah dan obat adik saya jika saya dipecat bu? Sekarang juga susah nyari kerja bu. Sementara obat adik saya hampir habis. Saya harus gimana bu?" ujar Nayeon lirih. Ia pun tak mampu membendung airmatanya setelah mengatakan hal itu.

Jennie yang ada didekatnya pun terhenyak. Meski kondisi keduanya sama-sama kekurangan tapi Jennie tak begitu banyak tanggungan. Jadi Ia tak bisa membayangkan bagaimana posisi sahabatnya saat ini.

Hiks hiks hiks

Tangisan pilu Nayeon membuat hati semua orang di ruangan mencelos. Namun bagaimana lagi, salah satu diantara mereka harus rela hengkang dari toko itu demi menyelamatkan toko yang sedang loss-profit.

Setelah hening beberapa saat, Tiba-tiba Jennie angkat bicara tanpa pikir panjang.

"Bu, boleh saya menawarkan diri untuk resign?"


Chapter one spoiler:

"Ella bilang gak mau ketemu daddy. Aku mau ikut aunty aja."

"Nanti aunty dikira nyulik kamu gimana,"

Be my Mom!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang