Part 8

13 1 0
                                    

Veer tahu, perbuatannya di acara audisi tadi  akan menimbulkan kegaduhan. Dia tidak akan lari dari masalah yang terjadi, justru, dia sudah sangat siap bertemu masalah baru yang kini datang dari produser acara Star Singer. Banyak kritikan yang Veer terima. Intinya, Veer dianggap tidak melakukan perkerjaannya secara profesional. Veer tak banyak membela diri, lagi pula, dia mengakui jika dia bersalah.

Karena tidak mendapat respon yang diharapkan, akhirnya produser acara Star Singer itu duduk lelah di kursi.

“Kau tidak punya pembelaan apapun, ha?”

“Apa yang harus kubela? Kesalahanku? Untuk apa membela sesuatu yang jelas-jelas salah. Aku menerima dengan senang hati konsekuensi yang kau berikan. Aku tidak akan absen selama beberapa episode dari acaramu. Ah, rasanya itu tidak cukup. Bagaimana jika aku memilih mundur, karena dengan begitu, aku bisa lebih fokus mengerjakan proyek single baruku.” Veer menepuk-nepuk bahu produser itu. “Permisi.”

Veer beranjak sembari memasang kacamata hitam yang sejak tadi menjadi mainan jari-jemari. Tidak ada rasa takut atau ragu di wajah Veer usai mengatakan keputusannya.

“V-Veer!”

Terlambat, tidak ada yang bisa mengubah keputusan Veer. Sekali pun, produser itu memohon-mohon agar Veer tetap menjadi juri di acaranya sembari membuntuti, Veer tetap kekeh pada pendiriannya. Pada akhirnya, mereka saling menurunkan ego masing-masing dan menerima keputusan itu.

Veer masuk ke kursi belakang, duduk bersama Karan yang sudah menunggu cukup lama.

“Kau membuatku mengantuk. Bagaimana? Kau sudah mengambil keputusan?” tanya Karan.

“Sagar, jalankan mobilnya.” Veer mengalihkan topik, lalu menoleh ke Karan yang penasaran. “Nanti saja kuberitahu. O iya, apa kita jadi survey lokasi untuk pembuatan video klip?”

Karan menurunkan wajah. “Jadi. Ta-tapi, Veer. Em, bagaimana jika kita ke kedai teh, ada hal yang ingin aku tanyakan.”

“Soal?”

“Lirik lagu yang dibawakan peserta Star Singer kemarin itu ...”

Veer langsung paham.

***

Dua cangkir teh yang semula terisi penuh sudah habis setengah. Namun, pembicaraan Veer dan Karan belum dimulai.

“Aku tahu apa alasanmu tiba-tiba pergi dari tempat audisi.” Karan memulai perbincangan.

“Ya. Seperti yang kau dengar sendiri, lagu itu memiliki lirik yang sama dengan laguku. Syukurlah aku belum menyerahkan lagu itu ke Pak Vikram, jika itu terjadi, kurasa akan ada masalah baru yang akan mengambil kebahagiaanku,” jelas Veer.

“Kebahagiaan? Maksudmu?”

Untuk kali pertama, Karan menyaksikan Veer tersipu malu. “Entahlah, aku juga tidak tahu jawabannya.”

Telunjuk Karan naik-turun sembari tersenyum menggoda. “Oh, aku tahu. Kau pasti bertemu perempuan cantik ‘kan?”

“Ti-tidak, dia ... dia tidak hanya cantik, dia juga ... ah, entahlah.” Bahkan, kata-kata saja tak cukup menjelaskan isi hatinya yang berbunga-bunga. “Bahas yang lain. Aku hanya ingin aku saja yang menikmati kebahagiaan ini. Kembali ke topik utama, survey lokasi dan lagu itu. Jadi kita akan ke?”

“Kashmir. Itu tempat yang Pak Vikram pilih.”

“Kashmir? Tidak, tidak, tidak. Laguku khas dengan aroma pantai, itu tidak akan cocok.”

“Tapi itu pilihan Pak Vikram . Aku bisa apa?”

“Kau memang tidak bisa apa-apa. Aku yang akan melakukannya. Tapi sebelum itu, aku sendiri yang akan menunjukkan tempat mana yang cocok dengan lagu baruku.”

Sembilan [END] (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang