Part 24

18 1 0
                                    

Tidak ada pilihan lain saat ini, ditemani Dev, karena sang adik harus menghadiri acara kampus, Karan menuju Pune menggunakan transportasi udara guna mempercepat waktu. Setelah tiba di Pune, dia menyewa mobil dan segera meluncur ke kediaman Ranjit.

“Kau yakin, Veer ada di rumah itu?” tanya Dev yang duduk di samping.

“Ada banyak kemungkinan yang terjadi di kisah ini. Bisa saja iya, bisa saja tidak. Lagi pula, tempat mana lagi yang akan mereka kunjungi? Aku pernah ke rumah itu bersama Veer, di sana juga ada adiknya Haseena, pasti mereka ke rumah itu,” balas Karan percaya diri.

“Semoga saja kau benar, Karan.”

Satu jam penuh Karan berkutat dengan keramaian jalan raya, 300 meter lagi, mobil mereka akan tiba di tujuan. Karan tancap gas, dia sudah tak sabar memberi Veer pelajaran.

Tepat di depan sebuah rumah berlantai dua dengan cat merah yang memudar, Karan mematikan mesin mobil dan cepat-cepat turun. Napasnya terdengar memburu dengan langkah tegas. Karan menggedor-nggedor pintu.

“Veer! Haseena! Aku tahu kalian di sini! Cepatlah keluar!” Teriak Karan sekali lagi menggedor pintu.

“Sepertinya rumah ini kosong,” ucap Dev yang melihat-lihat sekitar.

“Tidak mungkin. Mereka pasti berada di dalam.” Karan bersiap-siap mendobrak pintu. Tetapi, Dev sigap menahan.

“Apa yang ingin kau lakukan, ha? Itu tidak sopan, bukan begini cara orang bertamu.”

Karan menghempaskan tangan Dev dari pundaknya. Dia langsung menendang pintu hingga terbuka lebar-lebar. Seperti yang Dev katakan, rumah itu nampak kosong, tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Tetapi, Karan tidak jera, dia naik ke atas, dia masih sangat yakin, Veer bersembunyi di rumah tersebut.

Dev pasrah, dia mengikuti saja kemauan sahabatnya. Dia menapaki anak tangga dengan santai seraya melihat-lihat keadaan rumah yang cukup memprihatinkan. Cat-cat yang pudar, beberapa sudut dinding yang retak, sarang laba-laba yang menggantung di langit-langit rumah.

“DEV!”

Teriakan Karan yang berasal dari lantai atas lantas membuat Dev mempercepat langkah. Dia takut Karan kenapa-napa. Bola mata Dev seolah tak percaya dengan apa yang Karan temukan di sebuah kamar.

“Jangan diam saja, bantu aku, cepat!” ujar Karan yang tengah melepaskan tali di kedua tangan gadis tak berdaya.

“Bukankah dia adiknya Haseena?” tanya Dev di sela melepas tali yang melilit kedua kaki Hania.

Karan memangku kepala Hania. “Iya. Dia adiknya Haseena. Apa yang sebenarnya telah terjadi?” Dia menepuk-nepuk pipi Hania pelan, mencoba membangunkannya. Tapi, tidak ada respon sama sekali.

“Sepertinya gadis ini pingsan. Bagaimana jika kita bawa dia ke rumah sakit?”

Karan mengiyakan dengan sekali anggukan. Dia segera menggendong Hania, membawa gadis malang itu dengan jutaan tanya di kepala.

Saat hendak menuruni tangga, Karan dan Dev bersitatap usai mendengar suara barang jatuh dari sebuah kamar yang terletak tak jauh dari tangga.

“Aku akan memeriksanya, kau bawa saja adiknya Haseena ke mobil.”

Karan mengangguk, lekas dia membawa Hania ke tempat yang lebih aman. Akan tetapi, baru saja kakinya menyentuh lantai satu, dia dikejutkan oleh kedatangan tiga pria berbadan kekar yang terlihat menyorotnya penuh amarah.

“Serang dia!” ujar salah seorang memberi perintah.

Tentu, Karan panik luar biasa akan serangan tiba-tiba itu. Karan bergerak cepat menurunkan tubuh Hania. Dia pun meladeni serangan demi serangan yang dilancarkan dua pria berbadan kekar itu. Beberapa kali, Karan sempat terpukul mundur. Dia tidak menyerah membalas serangan yang datang bertubi-tubi.

Sembilan [END] (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang