JALUR KETIGA

22 2 0
                                    

"Fiks, udah! Lo bakal lebaran di Jakarta!"

Sejak kembali dari kamar mandi, Pak Susanto masih terpikirkan suara Sawo yang mengucapkan itu.

Para karyawannya tinggal tiga orang, lainnya sudah balik kampung duluan. Yang belum balik kampung karena permintaanya hanya Zea, yang ia ketahui berasal dari kota Jawa Timur.

Pak Susanto tidak menyangka akan membuat gadis itu berlebaran jauh dari keluarga. tapi satu-satunya yang ia andalkan hanya Zea. Dua karyawannya itu, Sawo dan Hambar saja tidak cukup untuk menyelesaikan pekerjaan yang masih menumpuk.

Harusnya ia memberitahukan ini sejak lama, tapi ia sendiri baru mengetahui kalau pekerjaan tambahan ini ada.

Mendengar bunyi pintu yang di ketuk, ia mempersilahkan masuk. Begitu Pak Susanto melihat Azka yang masuk, sebuah ide terpikirkan dalam otaknya.

"Sudah beres semua?" Sapaan yang harusnya bersifat kurang ajar. Azka duduk sebelum di persilahkan. Tapi itu sudah menjadi kebiasaan.

Azka, salah satu karyawan di bagian pemasaran. Dia juga merupakan rekan kerja pada bidang bisnis sampingannya.

Bisnis yang awalnya di gagas oleh Azka, berfokus pada bidang makanan. Azka yang mengetahui kesempatan untuk membuka salah satu cabang brand franchise ternama, menyiapkan dan berusaha memenuhi kualifikasi yang ketat.

Beruntungnya, Azka bisa dan berhasil mendapatkannya. Setelah segala prosedur sudah terpenuhi, Azka hanya membutuhkan satu hal lagi. Dana.

Tabungannya sudah hampir habis, jadi ia menyiapkan sebuah proposal untuk mengajak siapapun berinvestasi.

Begitu ia menawarkan ke beberapa temannya, Azka mendapati penolakan. Saat itu hanya terpikirkan untuk mengambil pinjaman ke bank. Tapi mengingat ada seorang bos yang ia ketahui baik pada karyawannya itu, iseng-iseng Azka menawari.

"Proposal kamu sudah rinci, tapi saya lebih tertarik buat jadi rekan bisnis kamu. Dalam proposal kamu, saya lebih tertarik untuk membagi profit secara rata. Tapi saya juga ikut terjun langsung, lebih tepatnya mengurus beberapa perbukuan untuk membantu kamu mengatur bisnisnya, bagaimana?"

Azka dengan senang hati menyetujui permintaan itu. Setelah hari penandatanganan kontrak bisnis bersama, Azka sering mendatangi ruangan Pak Susanto untuk berkonsultasi dan berdiskusi.

Terkesan hanya Azka yang bolak-balik mengurus bisnis mereka, tapi segala jenis perbukuan yang harusnya ada untuk memperlancar jalannya bisnis, dikerjakan Pak Susanto dengan baik.

Tanpa terasa, dua tahun sudah bisnis itu berjalan. Makin berkembang dan ramai. Azka seakan melihat hasil dari kerja keras keduanya selama ini. Pak Susanto pun bangga pernah menghasilkan hingga ratusan juta hanya dari bisnis itu dalam waktu sebulan.

"Beres, tapi perlu beberapa poin. Kalaupun buka lagi cabang baru akhir tahun ini, cuma bakal keburu bangunannya." Ya, keduanya berniat membuka cabang baru di kota lain. Begitulah bisnis, berkembang ya mekar, surut ya menghilang.

"Gak keburu berarti kalau grand opening di akhir tahunnya?"

"Gak lah! Jangan di paksa, Az. Prosedurnya banyak, daripada rugi!" Azka mengangguk, sambil membaca dokumen yang Pak Susanto berikan.

"Kamu dari Jawa Timur kan, Az?" Azka mengangguk, masih fokus dengan dokumennya. "Kapan pulang kampung?"

"Besok, kan udah bilang kemarin Pak! Saya ngebut kerjain sisa urusan di kedai ya karena besok akan pulang kampung!"

Pak Susanto lupa, ia terlalu banyak pekerjaan. "Kalau di undur gimana, Az?"

Azka menatap Pak Susanto, ia bingung dengan pertanyaan dari beliau. "Kenapa memangnya? Ada pekerjaan lain?"

Seingat Azka, ia sudah menuntaskan seluruh pekerjaan. Cuti kantor sudah ia dapatkan, bisnis sudah di tangani orang kepercayaan yang tepat.

Di perusahaan, Azka memang karyawan, tapi dalam dunia bisnis Azka bosnya. Apalagi sejak bulan ramadhan, Azka harus ikut terjun langsung menangani kedai. Ramainya antusias pelanggan pada promo khusus ramadhan membuatnya harus turun tangan.

Azka dan Pak Susanto wajib bangga, karena karyawan yang setia pada mereka melakukan pekerjaan dengan maksimal, meskipun setiap harinya mereka semua lambat beberapa menit untuk membatalkan puasanya.

Pak Susanto ragu, tapi ia tau watak Azka. "Kamu bisa bantu salah satu karyawan saya? Dia berasal dari provinsi yang sama dengan kamu, Jawa Timur. Karena saya meminta dia mengundur masa cutinya, sepertinya dia belum mendapatkan tiket pengganti untuk pulang kampung. Antarkan dia ya, Az?"

"Kenapa saya? Travel banyak kok!" Azka berusaha menolak. Siapa dia, Azka bukan sopir bayaran!

"Bantu dia, Az. Lagian kamu searah dengannya!"

Azka menghembuskan napas kasar, "Memang kota dia apa? Saya kan ke Surabaya!"

"Malang, dekat dengan Surabaya!" Azka melotot, dekat di bilang! "Gini aja, untuk profit bulan depan, saya tawarkan sama kamu. Kalau kamu mau mengantarkan dia pulang sampai rumahnya dengan selamat, profit delapan puluh persen akan ada di rekening kamu. Gimana?"

Delapan puluh? Itu berarti... Wow! Azka tergiur, pembagian keuntungan setiap bulannya saja sudah sangat membuat rekening Azka gemuk. "Cuma bulan depan? Bulan ini?"

"Jangan melawak, Az! Mau tidak?"

Azka menyanggupi, dia tidak akan menyiayiakan kesempatan untuk mendapatkan tiga puluh persen profit tambahan yang di berikan Pak Susanto dengan sukarela.

"Siapa namanya?" tanya Azka ingin tau.

"Zea," jawab Pak Susanto. "Jangan kamu jahatin dia! Itu karyawan saya satu-satunya yang paling rajin sekarang!"

Perempuan, Azka berniat menimang kembali. Tapi membantu orang lain, apalagi di bulan ramadhan seperti sekarang tentu saja baik.

"Ya. Kapan dia bisa pulang kampung?" Azka menanyakan karena divisi sebelahnya ini masih belum mengambil cuti. Ya, Azka ada di bagian sebelah di divisi pemasaran.

"H-1!"

"Main-main ya, Pak!" Pak Susanto menggeleng, "Begini saja, dua hari sebelum hari raya. Itu hari saya berangkat. Terserah bapak kalau mau membuat saya mengantar dia, ya berangkat hari itu. Kalau tidak bisa, ya terserah!"

===BERSAMBUNG===

842 Kata

12.34 WIB, 04 Sept, 2023

PuMa

Mudik Jalur Selatan (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang