JALUR KEDUA BELAS

16 2 0
                                    

PART 12
Mata Zea menemukan keberadaan Azka, lelaki itu sedang memakai sepatu di pelataran teras masjid setelah selesai melaksanakan ibadah sholat magrib.

Buka puasa pertama bagi Zea bersama Azka. Lelaki itu berpesan pada Zea untuk menunggu saja di dalam mobil. Tepat jam tiga sore tadi, Azka mengatakan sudah memasuki daerah Pemalang, Jawa Tengah.

Setelah dari masjid agung kota Indramayu, Azka belum menghentikan mobil untuk mengunjungi tempat wisata yang lain. Sempat singgah sejenak di masjid daerah klaten untuk sholat Ashar. Ketika Zea bertanya, Azka menjawab, "Wisata selanjutnya ada di Jawa Tengah."

Tentu saja Zea tidak berani terlelap, pikir Zea tidak enak hati jika tidur sendiri dan membiarkan Azka letih menyetir. Padahal Zea sudah menawarkan diri untuk menggantikan Azka. Namun, lelaki itu enggan bertukar.

Memperhatikan setiap gerak-gerik Azka memang hobi atau kebiasaan yang sudah sering Zea lakukan. Tapi sekarang, Zea melihat Azka berjalan dengan latar tempat yang jauh berbeda. Bukan lagi lorong kantor mereka, karena Azka berjalan di halaman luas masjid untuk menghampiri mobilnya.

Sebentar, Azka membelokkan langkah. Tadi terlihat sekilas, Azka menoleh arah kanan. Setelah Zea pandang lebih jauh, Azka menghampiri kerumunan orang yang sedang mengantre makanan gratis untuk  berbuka puasa.

Pikiran Zea mengacu pada kata gratis yang harusnya tidak akan di lewatkan. Tetapi, Azka kembali tanpa membawa buah tangan. Lelaki itu berjalan santai kembali mengarah pada mobilnya.

Heran, apa makanannya sudah habis sampai Azka tidak mendapatkan apa-apa?

"Terlalu lama?" Begitu pertanyaan Azka ketika selesai duduk di kursi kemudi. "Maaf, tadi ada ceramah sebentar. Sayang kalau dilewatkan."

Zea mengangguk, tidak terlalu lama tapi cukup untuk Zea membaringkan tubuh dengan cara menurunkan sandaran kursi. Meskipun terlihat secara luar hanya duduk, tapi Zea juga lelah.

"Makan apa sekarang?" Keluar dari pelataran parkir, Azka bertanya. Mengira gadis yang bersamanya itu menjawab, ternyata terlihat Zea masih memikirkannya.

Azka menghela napas pelan, tidak bisa menunda lebih lama. Mereka harus bisa mencapai kota Semarang sebelum larut malam.

Mendapati papan nama sebuah brand makanan ternama searah dengan jalurnya, Azka menawarkan pada Zea. "MC Donald, mau gak, Ze?"

"Boleh."

"Drive thru aja, ya?" Zea mengangguk, tangannya bersiap mengambil dompet tepat ketika Azka membelokkan mobil menuju jalur pesan tanpa harus turun.

Sialnya, Azka menolak padahal tadi siang Zea berniat mentraktir Azka saat buka puasa. "Pakai ini aja!" kata Azka sambil menunjukkan kartu debitnya. "Kamu pesan apa?"

Zea salah tingkah, Azka terlalu lama memandangi wajahnya karena menunggu Zea menjawab. "Sama kayak kamu aja!"

"Oke, mau es krim, ya?"

"Iya," jawab Zea. Melihat antrian cukup panjang, Zea memaklumi karena waktunya orang berbuka puasa.

Tahun ini, nikmat berbuka masih bisa di rasakan hingga esok hari. Sebentar lagi, bulan ramadhan akan kembali terlelap.

"Saat di masjid tadi, kenapa gak ambil makanan gratisnya?"

Azka menoleh pada Zea, dua mobil lagi dia akan mendapatkan pesanannya. "Ada yang lebih butuh makanan itu, Ze. Bukan kita."

Bukannya Azka tidak tergiur, dia juga manusia yang suka dengan kata gratisan. Tetapi dengan sadar pada lingkungan sekitar, Azka memilih untuk mengkesampingkan ego dengan tidak mengambil hak dari orang yang seharusnya berhak mendapatkan.

"Ini!" Zea menerima, membantu Azka meletakkan makanan dan minuman supaya tidak tumpah.

Sekarang, Zea tidak lagi segan untuk bertanya pada Azka. Menanyakan apapun selain hal yang akan melukai hatinya. Satu keinginannya, lebih mengenal sosok Azka meskipun tidak bisa memiliki seutuhnya.

"Bukankah berkahnya banyak ya?"

"Apa? Makanan buka puasa dari masjid?"

Zea mengangguk, "Setahun sekali, terkadang makanan khas dari daerah yang adanya hanya saat bulan Ramadhan tersedia."

Azka tidak mampu memahami, ini Zea memang ingin makanan gratis atau menginginkan keberkahan dari makanannya. Tapi yang jelas, Azka tahu maksud Zea. Gadis itu sepertinya ingin mengetahui alasan Azka tidak mengambil makanan berbuka yang tersedia di masjid tadi.

"Seperti ini, aku paham itu berkah yang bisa didapatkan bagi orang yang menjalankan puasa. Tetapi keberkahan dalam menekuni bulan ramadhan bukan hanya itu, Zea. Banyak lainnya, contoh saja kita yang memberikan. Catatan amal setiap orang, kan, tidak ada yang tahu, jadi apapun yang menurut kamu itu bisa menjadi ladang pahala lakukan saja. Tidak harus dengan menerima, tapi memberi. Gimana?"

Azka benar, Zea hanya menganggap makanan itu layak di terima meskipun kita berkecukupan. Hidup hematnya selama ini kurang benar, Zea harus bisa menata kembali pola pikirnya.

"Ya, aku setuju," pungkas Zea mengakhiri perdebatan. "Lalu ngapain kamu mendekat ke tenda itu? Aku pikir kamu ikut mengantre tadi."

Azka tertawa, dugaannya benar. Gadis itu melihatnya dan mengira akan mengambil makanan gratis di sana. "Gak lakuin apa-apa, hanya menitipkan sesuatu."

Zea penasaran, tetapi Azka mengajak makan. Harusnya memang Zea membiarkan Azka makan karena lelaki itu puasa seharian. Baiklah, Zea tidak akan menganggu. Apalagi Azka makan sambil menyetir, tadi Azka sempat mengatakan saat akan drive thru. Bahwa mereka harus sampai kota Semarang sebelum larut.

"Sebelum di kantor Pak Susanto, kamu udah kenal aku, Ze?" Kunyahan Zea berhenti, reaksinya diam dan bingung. Kalimat apa yang harus Zea katakan?

Mendapati gadis itu tidak menjawab, Azka yang baru selesai menelan kembali bertanya, "Belum kenal, ya? Kok mau-mau saja pulang kampung bersamaku? Tidak takut kalau aku ini ternyata orang jahat? Kalau kamu aku terkam gimana?"

Konyol, Zea tersedak saat Azka mengakhiri kalimatnya disertai tawa pelan. Pikir Zea, "Mana ada cowok menakuti-nakuti dengan tawa mengikuti!"

"Kayak harimau aja!" balas Zea, membuat mereka tertawa pelan bersamaan. "Aku udah sering lihat kamu keluar-masuk ruangan Pak Susanto. Daripada aku gak bisa pulang kampung, cari tiket selama dua hari susah banget. Lagipula, kalau kamu mau jahatin aku ada hukum yang akan balas. Saksinya tuhan."

Azka mengangguk-angguk, "Kalau gitu kamu percaya kalau aku gak akan jahatin kamu?"

"Gak sepenuhnya percaya, tapi bersama kamu seharian ini, bisa lah!"

Jawaban yang aneh bagi Azka, intinya Zea tetap mempercayainya. Dan Azka sejak awal tidak memiliki niatan untuk melakukan kejahatan pada Zea.

"Kalau gitu, malam ini kita tidur di hotel aja, ya? Aku lelah nyetir, kita pesen kamar satu aja. Aku terlalu susah buat bangun sendiri, bisa-bisa kita kesiangan kalau akunya gak bangun-bangun dari kasur. Gimana, Ze?"

===BERSAMBUNG===

961 Kata

22.35 WIB, 14 Sept, 2023

PuMa

Mudik Jalur Selatan (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang