"Kamu punya Instagram, Ze?" Baru mulai memasang seatbelt, Azka sudah bertanya. Zea masih nampak kesal, terlihat bagaimana tadi saat akan meninggalkan kucing kecil di Alun-alun.Selepas Azka pergi, kucing itu berganti menempel pada Zea. Memutari kaki Zea, dan mengeong kencang.
Zea gemas tentu saja, tapi rasa kesal menguasai dirinya. Zea beranjak, meninggalkan kucing itu dengan langkah menghentak.
Saat Zea menoleh ke belakang, kucing itu juga pergi ke arah lain. Sempat Zea berbisik pelan, "Sana jauh-jauh!"
"Udah gak pakai, dulu punya. Saat kuliah sih, tapi karena lupa kata sandi, jadi ya gitu," jawab Zea lalu tertawa pelan.
"Padahal mau aku upload fotonya terus tag kamu." Azka mengeluh. "Minta tolong kirimin foto sama kucing tadi ya, Ze!"
"Oke!" Zea melihat, memilah, dan mengirimkannya. Ada beberapa foto yang blur dan tidak. Karena Zea memotretnya secara acak, juga Azka tidak berpose dan sibuk dengan kucing itu. Terdapat beberapa foto yang kurang bagus.
"Udah semua ini?"
"Sudah." Azka mengangguk, tapi tidak segera beranjak dari layar handphone. Lelaki itu tidak juga segera mengemudikan mobilnya. Padahal Zea sudah duduk manis.
Tawa Azka muncul, membuat Zea tiba-tiba mendapat sebuah pertanyaan. "Apakah Azka masih pacaran dengan cewek yang itu?"
Benar, Zea menyadari satu hal. Dia tidak memiliki Azka, Zea hanya menumpang untuk pulang kampung saja. Ya, tidak lebih dari itu.
Buat apa dia marah sama kucing tadi, kalau hati Azka tidak di miliki. Zea terbawa suasana, karena sejak tadi pagi dia bersama Azka. Bermula dari Azka yang menunggu dirinya di depan kos.
Zea terpedaya pada perlakuan yang telah Azka lakukan juga sikap yang di tunjukkan. Selama ini Zea hanya menebak, mengawasi dan menjadikan Azka sebagai pusat perhatiannya.
Tidak lebih, karena Zea tidak memiliki keberanian yang bisa membuat langkah Zea maju mendekat.
Zea hanya sebatas pengaggum, yang terkadang menginginkan Azka mendekat dengan sendirinya.
"Ze? Kenapa diem aja?"
Ya, Azka sudah sejak tadi mengemudikan mobilnya. Ia baru sadar, jika Zea memandang jendela tanpa bergerak sejak tadi. Mendapati Zea menggeleng, Azka yang merasa bosan akhirnya memilih membuka topik pembahasan.
"Kamu udah punya pacar, Ze?"
Pertanyaan macam apa itu?
Untuk apa Azka bertanya?
Apakah jika Zea mengatakan bahwa ia tidak memilikinya, lalu Azka menawarkan diri menjadi pacar Zea?
Konyol! Zea tersenyum pelan atas pertanyaan yang muncul dalam otaknya tadi. Bodoh.
"Belum," jawab Zea. Hendak bertanya hal yang sama, Zea takut Azka memberikan jawaban yang akan Zea sesali.
Hatinya sudah terluka karena dia sendiri, jika harus di tambah jawaban yang menakutkan itu, Zea tidak yakin akan bertahan untuk tidak menangis.
Di sisi lain, Azka melihat gerak-gerik Zea yang seakan malas menanggapinya. Bukan, Azka tidak mengada-ada. Ia melihat dan beranggapan, "Kamu ngantuk ya, Ze?"
"Gak kok." Tadi lemas, sekarang beringas. Zea dengan cepat mengelak. Padahal Azka melihat bahwa Zea tadi nampak letih.
"Tidur saja, habis ini wisatanya di tunda aja dulu."
"Kenapa?"
"Kamu ngantuk, Zea! Aku gak suka kalau wisata sendirian terus ninggalin kamu di mobil! Gak seru!"
Zea menghela napas panjang, bingung harus bersikap seperti apa. Zea tidak mengantuk, ia ada di kondisi galau karena pemikiran diri sendiri.
Zea tidak bisa bertanya dan tidak ingin menemukan jawaban tepatnya. Baiklah, Zea tidak akan menjadi penyebab rusaknya rencana Azka.
"Gak ngantuk, lanjutkan saja. Aku juga ingin tau tempat-tempat itu!" pinta Zea menunjukkan rasa semangatnya.
Meskipun, Zea tidak melihat akan ada jalan menuju pernyataan cintanya. Zea akan menikmati momen, di mana kenangan bersama Azka di perjalanan kali ini.
Azka tersehyum lebar, melihat semangat gadis itu kembali seperti di awal. "Makasih loh, aku gak pernah jalan-jalan soalnya. Karena kamu, aku jadi bisa punya kesempatan untuk trip kali ini."
Karena Zea? "Kok bisa karena aku?" tanya Zea serius, ia benar-benar penasaran.
Azka nampak berpikir, lelaki itu sebenarnya memikirkan jawaban yang tepat untuk memberitahu Zea. Tidak mungkin jika Azka mengumbar profit yang ia dapatkan karena mengantarkan Zea pulang kampung.
Bisa-bisa Zea beranggapan, Azka mata duitan.
"Selama ini, bisa di bilang. Aku terlalu fokus sama pekerjaan. Aku sebenarnya punya bisnis sampingan, collab sama Pak Susanto. Karena itu juga, aku sering datang menemui Pak Susanto di kantornya." Zea sudah mengetahui poin ini, tapi tidak masalah. Zea akan tetap mendengarkannya.
"Awalnya bisnis itu aku akan pegang sendiri, bermula dari kesempatan yang aku dapatkan untuk membuka cabang salah satu brand franchise, aku cari orang yang mau investasi. Ya, aku cuma kekurangan dana. Di situ perkara yang buat aku hampir batal, tapi inget bos kamu itu terkenal sebagai bos paling ramah. Iseng aku tawarin untuk dia berinvestasi, eh malah ngajak collab. Tapi sebagian besar dari berkembangnya itu bisnis juga dari pemikiran Pak Susanto loh. Banyak banget pelajaran tentang dunia bisnis yang aku petik darinya."
Di sana, Pak Susanto memuji Azka. Zea jadi menyimpulkan, bisnis itu pasti berkembang karena keduanya. Bukan salah satunya.
"Lalu kenapa kamu gak resign dari kantor?" Pertanyaan bodoh, harusnya Zea senang jika Azka tidak pergi dari kantornya. Bisa apa Zea jika Azka resign? Nangis aja setiap hari pasti!
"Sejak awal kan udah aku tekankan, itu bisnis sampingan. Pekerjaan tetap pekerjaan, sekalipun itu bisnis lancar tapi soal pekerjaan aku gak bisa tinggalkan. Lagipula, bisnis itu aku dan Pak Susanto gunakan sebagai ladang orang lain mencari rezeki. Para karyawan di kedai, sudah pandai dalam mengatur jalannya produksi. Aku dan Pak Susanto cukup bergerak di balik dapur."
Oke, Zea lagi-lagi di buat kagum. Azka bukan lelaki sembarangan, pemikirannya sudah cukup matang. Zea dapat membayangkan, bagaimana nanti jika Azka berumah tangga.
Pasti akan sangat teratur dan tepat posisinya. Sedetail itu Azka memikirkan dampak dari sebabnya. Sungguh, sangat beruntung wanita yang akan bersanding dengan lelaki ini.
Bersyukurlah siapapun kamu!
===BERSAMBUNG===
914 Kata
12.47 WIB, 13 Sept, 2023
PuMa
KAMU SEDANG MEMBACA
Mudik Jalur Selatan (Tamat)
Romance(Lengkap) 1. SpEsial LAngsung Tujuan pelaminAN 2. SpEsial LAmunan + khayalAN 3. SElamat LAngsung TujuAN Tidak pernah Zea menyangka, bahwa ia akan mudik bersama seseorang yang selama ini menjadi pusat perhatiannya. Zea, yang berhari-hari murung kare...