JALUR KELIMA BELAS

13 1 0
                                    


Seorang gadis terlihat baru saja terbangun dari tidurnya. Hanya dalam waktu empat jam, Zea sudah kembali dari alam bawah sadar. Harusnya Zea bisa lebih lama menikmati tidur lelapnya, tetapi kini tanpa dering alarm, Zea terbangun dan membuka mata.

Mulutnya menguap pertanda masih kurang jam tidur, Zea menelisik mencari ponsel yang sejak semalam sedang mengisi daya.

Menggapai meja dengan tangannya, Zea membeku ketika netra coklat itu berjumpa wajah Azka yang tertidur lelap di kasur seberangnya. Ya, lelaki itu masih menutup mata. Tidur nyenyak dengan posisi berselimut menghadap arahnya.

Mengepal tangan, Zea menahan diri agar tidak mengagetkan Azka dengan reaksi nakalnya. Karena mulut itu hampir berteriak disebabkan lupa di mana keberadaannya sekarang. Alam bawah sadar masih meliputi diri Zea, gadis itu tidak lebih dari berpikir bahwa dirinya terbangun di kamar kosnya.

Bodoh, gadis itu memukul kepalanya dengan tangan yang tadinya akan ia gunakan untuk mengambil ponsel. Mata Zea kembali mengarahkannya untuk mencari magnet perhatiannya selama ini. Azka, wajah tampan itu tidur dengan pulas disertai suara napas yang teralun lembut. Seperti menunjukkan kepada Zea bahwa lelaki itu tidur nyenyak sekarang.

"Jam berapa sekarang?" batin Zea bertanya, berusaha menghentikan mata yang tidak lepas memandang wajah Azka. Kembali menggapai ponsel dan mencabut sambungannya, Zea melihat ada beberapa notifikasi pesan yang muncul ketika dia hendak melihat jam.

03.15 WIB

Mencari jadwal pasti, Zea menanyakannya pada Google kapan waktu imsak di kota ini. Otak cerdasnya cepat bertindak, ia takut salah mengira-ngira waktu karena ini untuk Azka. Kalau dia mengarang waktu Imsak di kota Semarang, yang ada kasihan Azka jika telat dibangunkan.

Syukur, masih ada waktu satu jam lagi imsak datang. Sebelum membangunkan Azka, Zea membalas pesan ibunya yang menanyakan keadaan dirinya. Zea tahu, pasti ibunya khawatir karena terakhir Zea mengabari ketika dirinya dan Azka berada di kota Indramayu.

Setelah itu Zea sibuk dengan obrolan bersama Azka, tanpa sadar handphone sudah menerima pesan dari sang ibu yang hanya Zea lihat tanpa sempat membalas.

Suara dering ponsel mengejutkan Zea, tetapi suara itu bukan berasal dari ponselnya. Zea mencari dan menemukan ponsel Azka yang berada di meja yang sama dengan letak ponsel Zea tadi berada. Terdapat panggilan telepon, Zea tidak berani mengintip nama sang penelepon.

Hanya saja, otaknya bertanya-tanya, "Siapa yang menelepon selarut ini?". Panggilan itu berakhir, Zea mendapati sebuah pesan yang muncul. Kini, Zea berani mengintip.

Tanpa nama, hanya nomor, tapi pesannya mengatakan, "Kamu di mana, Az. Udah bangun sahur, kan?"

Zea penasaran, siapa yang memberi pesan pada Azka dini hari begini? Haruskah Zea bergerak membalas? Tidak, gadis itu sadar tidak memiliki hak untuk cemburu. Hanya saja, sepertinya Azka tidak mengenal siapa pemberi pesan itu. Buktinya nomor itu tidak Azka simpan.

Jangan, Zea mendapati suara dari kepalanya melarang. Ya, memang bukan hak dirinya untuk menggeledah ponsel Azka. Zea tidak lebih dari sekedar orang yang menumpang mobil Azka untuk pulang kampung.

Kakinya bangkit, membawa Zea mendekati ranjang Azka. Namun detik kemudian, dia sadar akan sesuatu. "Wait, muka gue?" Zea menanyakan itu pelan, suaranya hampir tidak terdengar meski kamar dalam keadaan sunyi. Zea meneliti Azka yang masih dalam posisi sama. Napasnya teratur dan juga posisinya tidak berubah. Azka masih tertidur.

Kakinya menjinjit, berusaha menyembunyikan suara langkah yang bisa saja membuat Azka terbangun. Menyambar tas make up miliknya yang tadi malam dia taruh di kursi samping mini bar, Zea bergegas masuk kamar mandi dan mencuci wajahnya.

Benar dugaan Zea, hancur mancam semak belukar. Rambutnya acak-acakan dan wajahnya berantakan. Beruntung sang otak mengingatkan, bisa-bisa Zea membuat dirinya malu karena membangunkan Azka dengan penampilan seperti ini.

Menatap cermin, Zea memutar tanda tanya yang muncul dalam pikirannya. Siapa pengirim pesan itu? Apakah pacar Azka? Lelaki itu sudah memiliki pacar? Lalu, kenapa nomornya tidak disimpan?

Percuma, Zea hanya akan memutar pertanyaan itu seputar otaknya saja. Tidak akan berani mengeluarkannya melalui mulut, untuk ditanyakan pada Azka. Selain karena bisa saja menyakiti hatinya karena jawaban yang tidak ingin Zea dengar, tapi juga Zea takut Azka akan berpikir Zea ikut campur urusan lelaki itu karena berani-beraninya mengintip ponsel orang lain.

"Kamu mandi, Ze?" Terkejut, Zea hampir terpeleset sandal hotel yang dipakainya. Pertanyaan Azka mengejutkannya, karena seingat Zea, Azka masih terlelap dalam tidurnya.

"Tidak," jawab Zea begitu selesai mengembalikan posisi untuk berdiri tegak. "Kamu sudah bangun?" lanjutnya bertanya.

"Iya, jam berapa sekarang?" Azka bertanya tapi juga mencari keberadaan ponselnya. Lelaki itu duduk sambil mengucek mata dengan tangan yang tidak memegang ponsel. Zea berinisiatif, menuju tempat saklar lampu berada. Gadis itu menekan dan berhasil membuat terang seisi kamar.

Gerakan Azka tidak luput dari pengamatan Zea. Gadis itu melihat seluruh gerak gerik Azka yang memandangi ponsel dengan reaksi biasa. Tidak panik, tapi Azka nampak tidak seperti akan mengetik pada ponselnya.

Hanya sekitar lima detik Azka menatap layarnya, lalu meletakkan ponsel itu di atas selimutnya. "Kamu gak mandi kok basah rambutnya, Ze?"

Sial, pasti karena lampu yang Zea nyalakan. Jadi Azka bisa melihat kondisi Zea yang baru selesai cuci muka tapi lupa mengeringkannya dengan handuk. "Aku baru cuci muka," jawab Zea berusaha membantah.

Lenguhan panjang disertai gerakan merenggangkan tubuh Azka lepaskan, tidurnya begitu nyenyak dan mampu menghilangkan rasa pegal karena seharian menyetir membelah jalanan. Senyuman Azka lepaskan untuk Zea yang duduk di kursi sambil mengeringkan wajah.

"Kamu sudah selesai haid-nya, Ze?" Pertanyaan yang spontan Azka katakan, matanya seakan menyimpulkan bahwa Zea baru saja mandi. Namun Zea beraksi lain, tangannya mengantung dengan handuk di hadapan wajahnya. Tubuhnya kaku dan Zea yakin pipinya memerah.

Semudah itukah Azka bertanya mengenai topik yang Zea sendiri ingin menghindar? Apakah topik ini begitu mudah dan lancar bagi Azka menanyakannya?

"Belum!" jawab Zea singkat. Berusaha lari dari topik pembahasan, namun Azka tidak juga paham.

"Kirain sudah," ujar Azka tanpa beban. Membuat Zea menggenggam handuk yang sejak tadi digunakannya menutupi wajah. "Aku mau cari makan sahur di luar, kalau kamu mau tidur lagi, tidur aja, Ze!"

Gerakan Azka yang hendak masuk kamar mandi tertunda, ketika Zea berkata, "Aku mau ikut cari makan sahur aja!"

Azka menoleh, menatap Zea yang masih duduk. "Kenapa? Kamu tidak mengantuk?"

Zea menggeleng, "Ikut sahur saja, daripada aku sarapan sendirian!"

"Oke, tapi jangan ikut puasa, ya. Nanti kamu gak dapat pahala puasa, hanya rasa lapar yang ada!"

====BERSAMBUNG====

999 Kata

19.43 WIB, 17 Sept, 2023

PuMa

Mudik Jalur Selatan (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang