JALUR KETIGA BELAS

14 2 0
                                    


Rasa bersalah meliputi diri Azka yang baru mengajak anak gadis orang menginap di hotel bersama. Bukan, niat jahat layaknya seorang bajingan tidak Azka miliki. Ia hanya ingin mengajak istirahat, tidak lebih.

Azka letih, bahkan rencana ke beberapa wisata di beberapa area sebelumnya telah Azka batalkan. Mengingat waktu juga kondisi tubuhnya, ia juga memikirkan Zea yang sejak tadi menguap namun tidak juga terlelap.

Ya, Azka memperhatikannya. Gadis itu seakan segan atau takut tertidur entah apa sebabnya. Jawaban Zea yang mempercayainya tadi cukup membuatnya berani mengajak Zea menginap di hotel. Selain mendapat kasur yang nyaman, mereka akan tidur jauh lebih nyenyak dibandingkan dalam mobil.

Lalu, kenapa hanya satu kamar yang ingin Azka pesan? Tidak lebih dari resiko yang akan muncul karena Azka bangun telat. Lelaki itu memikirkan kebiasaannya yang sering bangun kesiangan karena letih bekerja. Jika itu terjadi pada trip kali ini, Azka sangat meyakini mereka akan mulai perjalanan ketika matahari telah tinggi menjulang.

Lalu, bagaimana Azka bertahan ketika ia sendiri di kamar kos dan jadwal pekerjaan yang padat? Tidak punya cara khusus, Azka sering kena marah dan harus lembur tanpa bonus sebagai gantinya. Bos divisi pemasaran tidak terlalu ramah tapi juga tidak begitu kejam. Azka menyebutnya sebagai bos yang mampu mengkondisikan diri dalam segala situasi.

Bosnya terbilang cukup tega jika menyangkut masalah waktu, ancaman pemecatan pernah Azka dengar. Akan tetapi dengan jurus negosiasi yang lihai karena skil pemasaran Azka terbilang unggul, Bosnya masih memberikan kesempatan berkali-kali bagi Azka memperbaiki diri.

"Kamu gak setuju ya, Ze?" tanya Azka khawatir, takut-takut gadis itu berpikir ia mempunyai maksud jahat karena mengajak Zea menginap bersama. "Aku tidak bermaksud jahat, sama sekali. Kalau memang gak setuju aku gak masalah. Kita bisa istirahat di kamar yang berbeda!"

Pikiran Zea mengelana, membayangkan semobil dengan Azka saja Zea bingung sendiri. Lalu kini, dirinya akan tidur di kamar yang sama dengan Azka. Ya allah, rencana apa yang telah engkau gariskan?

Zea menimang, memilah kata demi kata yang keluar dalam otaknya. Mulutnya tertutup supaya tidak menceploskan diri tanpa perintah, sayangnya alasan demi alasan yang terkumpul tidak juga terucap. Semuanya berputar dan hanya mengitari kepala Zea, gadis itu pusing karena overthingking.

Lebih baik untuk membiarkan Zea nyaman daripada menuruti ego Azka yang takut bangun kesiangan. Lelaki itu menatap Zea yang masih diam, tentu saja semakin menambah rasa bersalah pada anak gadis orang.

"Kita istirahat di hotel saja," ucap Zea di tengah keheningan. "Gak masalah sekamar," tambahnya.

Azka memperhatikan, wajah Zea yang tidak menatapnya menyiratkan keraguan yang bisa saja gadis itu sembunyikan. Azka tidak ingin Zea terpaksa menuruti keinginannya, karena itu sama saja dengan mengurungnya pada ketidaknyamanan.

"Benar, tidak masalah?" Azka memastikan dengan bertanya, gapura yang menunjukkan lokasi mereka berada saat ini bertuliskan kota Semarang. Sedangkan waktu telah menunjukkan jam delapan malam.
Bisa saja Azka menerabas jalanan pada malam hari, tidak perlu beristirahat. Tetapi, jarak untuk sampai ke Malang lebih jauh memutar daripada ke kotanya sendiri. Azka tidak menginginkan tubuhnya tumbang saat yang lain berlebaran.

"Tidak, tapi aku saja yang cari dan reservasi hotelnya!" pinta Zea tidak menunggu persetujuan. Lelaki itu mengamati Zea yang bergegas mengambil ponsel, mengetik beberapa kali dan fokus pada layarnya.

Menit berikutnya, Azka dibuat terkejut saat layar ponsel Zea berada di samping kepala. "Jaraknya dua menit dari sini," tutur Zea memberitahukan nama hotel yang telah di pesannya.

Azka mengangguk, mengikuti arah google maps membawanya. Tepat dua menit hitungan aplikasi penunjuk arah itu, Azka hanya harus menyeberang agar sampai hotel yang berada tepat di seberang jalan.

Daerah Semarang Kota Tua, Azka menyukai desain bangunan luarnya. Hotel berbintang tiga itu menunjukkan sisi sederhana namun indah. Di bawah langit malam, Azka dapat menikmati suguhan kerlap-kerlip lampu yang membantu bangunan itu bercahaya.

"Aku mau beli makanan, kita belum makan nasi tadi. Kamu mau nitip atau ikut ke sana? Atau langsung checkin, nanti aku bungkusin buat kamu?" Satu-satunya niatan Zea adalah mencari alasan untuk menepi.

"Aku temani, kita checkin berdua saja sekalian taruh barang dulu. Jangan semua, yang sekiranya diperlukan saja yang dibawa. Baru beli makanan!"

Sial, Zea harus alasan apa lagi untuk bisa membuatnya merenungkan diri. Zea ingin menata sikap, sikap yang tidak akan membuatnya menyesal karena bertindak ceroboh ketika bermalam dengan Azka. Zea gugup, layaknya wanita dewasa. Zea sempat berpikir bahwa dia tengah berada disituasi bulan madu. Sialan, dia termakan perkataan Sawo dan Hambar hari itu.

Haruskah Zea kembali, membatalkan perkataan yang menyetujui keputusan Azka memesan satu kamar?

====BERSAMBUNG====

717 Kata

20.49 WIB, 15 Sept, 2023

PuMa

Mudik Jalur Selatan (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang