JALUR KESEPULUH

18 4 0
                                    


Benar kata Azka, area Alun-alun Indramayu ternyata sangat dekat dengan Masjid agung, dan itu sangat memudahkan Zea. Gadis itu sejak tadi sudah berkeliling melihat-lihat area sekitar Alun-alun yang terbilang cukup sepi.

Ada gerobak pedagang yang sepertinya akan mulai berjualan ketika menjelang waktu berbuka puasa tiba.

Zea berpikir, "Akan menyenangkan sepertinya menunggu waktu berbuka dengan ngabuburit di sini!"

Tetapi Zea saja tidak puasa hari ini, kenapa menunggu waktu berbuka tiba. Dan itu pasti akan membuang waktu banyak jika ia menghambat perjalanan dengan keinginannya tadi.

"Meong-meong!" Bukan suara yang samar-samar terdengar, Zea mendapati seekor kucing menghampiri dan menyapanya.

"Hallo, Pus." Zea tertawa, kucing itu lebih mendekat padanya. Zea tertarik untuk mengelus bulu lebatnya. Kucing kecil yang lucu, Zea tidak melihat kalung melingkar di lehernya. "Apakah kamu sendirian, Pus?"

Kucing itu mengeong. Menggemaskan, Zea bergerak memangku kucing itu. "Makan, tapi aku gak bawa makanan kucing."

Zea mengeluh, lalu menoleh kanan kiri melihat sekitar. Bukannya tidak berani, Zea takut kalau pergi tanpa berpamitan pada Azka, jika dia pergi untuk beli makanan kucing.

Lagipula, Zea tidak tahu arah mana yang harus di tuju. Salah-salah ia malah tersesat? Ini kota baru bagi Zea.

"Sabar ya, nunggu dia balik sini dulu. Nanti aku cariin makanan!"

Kucing itu meladeni Zea yang menggoda dengan tali tas miliknya. Berlari dan melompat, berusaha menggapai tanpa enggan. Rasanya Zea ingin bawa pulang, tapi ia sadar. Mobil Azka bisa-bisa kotor karena membawa kucing di dalamnya.

Dan itu pasti akan semakin merepotkan Azka. Iya kalau Azka menyukai kucing, kalau alergi. Bisa-bisa karena Zea, Azka akan sakit.

"Ze!" Azka memanggil, tapi juga menghampirinya. Zea berdiri, tadinya ia duduk di pinggiran trotoar tepat di bawah pohon.

Azka tiba, kemudian mengambil alih kucing yang sedang bergelung di kaki Zea. "Kucing siapa?"

Baik, Perkiraan Zea salah. Azka tidak alergi, karena sekarang kucing itu di peluk dan di gendongnya layaknya bayi mungil.

"Datang sendiri, mungkin kucing jalanan!"

Zea di abaikan, lelaki itu malah asik bermain yang di sambut baik si kucing. Astaga, Zea tidak pernah benar menebak Azka. Lelaki itu penuh kejutan bagi Zea, dan itu menjadi sebuah keuntungan untuk diri Zea.

Mengenalnya lebih jauh, bagaimana karakter Azka.

"Aku ada makanan kucing, ke mobil yuk!" ajak Azka tetapi entah mengajak kucing atau Zea. Karena Azka sudah berjalan lebih dulu dengan kucing yang mengikuti tepat di belakangnya.

Zea cemburu? Sepertinya. Karena wajah gadis itu berubah masam. Otaknya berpikir, apa ia akan menyusul Azka, atau diam saja di sini? Rasanya ragu untuk memilihnya.

"Biarlah! Toh dia gak natap gue!" kesal Zea, bicara sendiri.

"Ze!" Azka kembali, bingung kenapa Zea hanya diam tidak mengikuti. Padahal Azka tadi mengajak Zea, inginnya ia memberi makan kucing bersama si penemu kucing.

Tapi ya sudah, Azka bisa kembali dan membiarkan Zea melakukan sesuatu yang seharusnya akan Zea lakukan.

"Pergi ke mobil sana!" Apa salah Zea? Kenapa tiba-tiba Azka mengusirnya seperti itu?

Melihat Zea yang hanya diam, Azka menebak Zea tidak mengerti maksudnya. "Kamu kan gak puasa, ada makanan di mobil. Makan dulu, habis itu baru lanjut perjalanan!"

Mata Zea berkedip, semilir angin tidak membawa debu yang membuat Zea kelilipan. Tapi Zea berpikir, bagaimana Azka mengetahui hal itu sedangkan Zea tidak pernah menyinggung ataupun memberikan kode perkara tidak puasanya ia hari ini.

"Tau dari mana, kalau aku gak puasa?"

"Menebak, kamu sarapan tadi pagi. Sekarang gak sholat dhuhur ke masjid. Lagi haid, kan?" Zea kikuk, ia tidak bisa berkutik. Segamblang itukah Azka menyebutkannya?

Zea malu, dirinya bingung akan bagaimana jawaban yabg seharusnya ia katakan. Memang bukan aib, tapi ketahuilah ini bukan topik yang seharusnya ia bahas bersama Azka.

"Sudah sana, kamu nanti kelaparan. Di mobil gak kelihatan orang, kok!"

Baiklah, Zea bergegas. Ia tidak kuat lagi menghadapi rasa malu yang hadir karena Azka terus-menerus membicarakannya.

Kalau tau Azka akan memahami ini, Zea tidak akan mau ikut perjalanan dan membiarkannya pulang kampung di H-1 lebaran saja.

****

Zea kenyang, hanya dengan memakan onigiri dan roti. Zea tidak tau kapan Azka menyiapkannya, tapi akan Zea ganti dengan mentraktir Azka nanti saat waktu berbuka tiba.

Mengingat rasa malunya tadi, Zea berusaha bersikap biasa layaknya Azka bersikap padanya. Mencoba mengubah mindset bahwa itu tidak bisa di bahas bersama Azka. Zea memilih menyampingkan itu dan berpikir jika Azka sudah mengetahui dan memahaminya.

Sekarang, Zea siap menghampiri Azka. Dia bergegas, makannya tadi lumayan lama. Dia merenung sambil makan, tanpa sadar sudah memakan waktu terlalu lama.

"Ze! Udah selesai? Fotoin aku sama kucing, tolong!" Rupanya Azka lebih dulu melihat kedatangan Zea. Pria itu meminta Zea memotret dirinya yang sedang duduk dengan kucing di pangkuannya.

Zea mengeluarkan ponsel, gemas mendengar tawa Azka yang begitu lepas. Bukan tertawa bersamanya, lelaki itu tertawa karena kucing di pangkuannya.

"Langsung foto saja, nih?" Azka mengangguk, fokus sekali dengan kucing yang sama menggemaskannya itu.

"Udah?" Zea mendekat, memperlihatkan foto Azka yang di ambil secara candid. Pose Azka tidak terlalu banyak, dan Zea mengambil secara acak tapi ternyata hasilnya lumayan. "Keren, makasih Ze!"

Azka meletakkan kucing itu, kemudian mengelus pelan puncak kepalanya. Lagi-lagi kucing itu mengitari kaki Azka, seperti yang di Lakukannya tadi saat bersama Zea.

"Sehat-sehat ya, kucing kecil. Kami lanjut perjalanan dulu. Bye-bye!"

Kenapa mereka sangat menggemaskan, melihat kucing itu enggan berpisah dan Azka yang bermuram wajah. Tetapi dari sebelah, ada yang kembali merasa cemburu hanya dengan melihat tangan itu terus mengelus puncak kepala si kucing.

Astaga, ini kucing. Bukan perempuan lain! Namun Zea bergeming, karena Zea merasa hari ini Azka miliknya. Ya, Zea merasakan perhatian Azka sejak pagi hanya padanya, tanpa ada siapapun yang menganggu mereka bersama.

"Seharusnya tidak ku ajak bermain kau tadi, pergilah!" batin Zea menjerit.

===BERSAMBUNG===

910 Kata

07.59 WIB, 12 Sept, 2023

PuMa

Mudik Jalur Selatan (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang