"Jadi Zea bisa pulang kampung karena Papa minta bantuan Azka? Ya juga, Azka asal Jawa Timur, ya?" Istri Pak Susanto, Ibu Cahaya atau biasa para karyawannya panggil Ibu Haya.Zea, Hambar dan Sawo diajak Pak Susanto untuk buka puasa bersama. Tidak hanya mereka berempat, istri dan anak-anak Pak Susanto yang sudah saling mengenal itu juga ada dalam satu meja.
Restoran seafood, Pak Susanto mengajak keluarga dan para karyawannya untuk menikmati berbuka puasa bersama-sama sebelum akhirnya pada cuti lebaran.
Tentu saja Pak Susanto yang berinisiatif, dan ketiga karyawannya dengan senang hati ikut dan menerima keluarga Pak Susanto bergabung.
Bukan karena paksaan, memang para karyawan Pak Susanto sudah mengenal baik istri dan anak-anak beliau.
Ibu Haya, sering datang dan menyapa. Anak-anak beliau juga sering di ajak dan tidak pernah canggung bermain dengan para karyawan.
"Tanggung jawab, Ma. Papa yang buat Zea tidak dapat tiket pengganti. Harusnya papa sadar sejak awal minta tolong padanya." Zea merasa tidak enak, Pak Susanto sering membantunya.
"Tapi Bang Azka baik ya, Pa. Mau bantuin Kak Zea," ucap anaknya Pak Susanto bernama Tasya, umurnya baru lima belas tahun. "Apa Bang Azka pacarnya kakak?"
Zea terkejut, menatap Tasya yang juga menunggu jawabannya. "Bukan!"
"Kakak masih kecil, udah bilang pacar-pacar!" Mamanya yang protes.
"Siapa tau, Bang Azka kalau aku ajak jalan bilangnya sibuk." Mamanya melotot, tidak menyangka anaknya berkata seperti itu.
"Udah, nih makan!" Tasya tentu saja cemberut, entah karena apa.
Zea sedikit bingung, keluarga Pak Susanto mengenal Azka. Apakah Azka adalah saudara jauh dari mereka?
"Azka sering ke rumah, dia anak baik kok Ze! Dia sebenarnya sudah bisa jadi bos, tapi tetap saja bekerja jadi karyawan di perusahaan," ujar Bu Haya.
"Bos?" Sawo yang sejak tadi fokus makan hidangan laut di piringnya itu menyahut dengan cepat.
Pak Susanto yang menjelaskan kemudian, "Saya sama Azka punya bisnis bersama. Dan bisnis itu sudah sangat berkembang. Pemikiran dia tentang bisnis patut saya acungi jempol, tapi namanya orang gak mau diam. Semua pekerjaan dia lakukan."
Zea melirik Hambar dan Sawo yang saling bertatap. Batin Zea mengatakan, "Pemikiran kalian salah besar!"
"Bisnis apa, Pak?" Masih penasaran, tentu saja Hambar.
Namun kali ini, Pak Susanto tidak menjelaskan. Beliau langsung merogoh saku dan mengeluarkan dompetnya.
Memberikan ketiga karyawannya satu persatu sebuah kupon yang di gagas Azka untuk mempromosikan diskon buka puasa bersama di kedai milik mereka.
Hambar dan Sawo kompak menganga. Menatap tidak percaya pada nama tempat yang sering mereka kunjungi di akhir pekan.
Zea? Dia menatap nama tempat itu asing. Meski ia berada di Jakarta, kota yang tidak pernah padam kehidupannya. Zea masih memikirkan cara bertahan hidup dengan mengirit biaya. Tapi melihat dari brandnya, Zea tahu ini merupakan salah satu tempat makan yang memiliki ribuan cabang di seluruh dunia.
"Hari terakhir besok, kenapa gak bagi-bagi kupon makan gratis ini sejak awal ramadhan, Pak!" protes Hambar dengan kurang ajarnya.
"Lupa, masih ada besok. Datang saja kalian!" Pak Susanto tertawa, membuat Bu Haya dan Zea juga ikut tertawa.
"Kalau Zea besok sudah mulai perjalanan pulang kampung, ya?"
Zea menatap Bu Haya, lalu menjawab, "Iya, Bu."
Itu berarti, hari ini adalah hari terakhir mereka berkumpul sebelum berlebaran di rumah masing-masing.
"Selamat berlebaran ya, Ze. Minal aidzin wal faidzin, jika saya berbuat salah sama kamu, mohon maaf lahir dan batin." Zea tersenyum, kemudian berdiri menyalami pasangan suami istri yang selalu ramah padanya.
"Zea juga minta maaf, apapun kesalahan saya yang sengaja maupun tidak. Mohon dimaafkan."
Seluruh orang yang berada di satu meja itu, saling bergantian bermaaf-maafan. Ajaran sang kuasa untuk memaknai hari raya idul fitri dengan kembalinya diri menjadi suci kembali. Lalu memaafkan segala kesalahan yang telah diperbuat setahun belakang, mampu menyucikan hati.
***
Niatnya subuh tadi, Zea mencari makanan untuk ia makan saat sarapan. Tapi ia bangun kesiangan karena lupa pasang alarm.
Mau keluar ke minimarket, Zea malu di lihat orang. Memang, kodrat perempuan yang berhalangan tidak bisa puasa. Hanya saja, Zea menghargai mereka.
Menenteng plastik berisi makanan pada jam seperti ini, tidak akan pernah Zea lakukan. Apalagi masih begitu pagi.
Sejak bangun tidur, Zea menatap chat Azka yang mengatakan akan sampai di kosnya saat jam tujuh.
Tadi malam, setelah pulang dari buka bersama. Zea mendapati pesannya yang memberitahukan lokasi kosnya berada hanya di baca oleh Azka.
Zea tidak ambil pusing, ia yang kekeyangan langsung membersihkan diri dan tidur.
Saat bangun itulah, Zea mendapati Azka memberinya pesan tepat tengah malam tadi. Tentu saja Zea membalasnya langsung saat melihat pesan itu.
"Makan apa, ya?" tanyanya pada diri sendiri. Zea bingung menatap jajanan yang ia akan bawa sebagai oleh-oleh untuk adiknya.
Stok makanannya habis, Zea tidak bisa memasak mie karena tidak mempunyai persediaannya. Terpaksa, Zea membongkar kardus berisi oleh-oleh untuk keluarganya karena rasa lapar.
Padahal seingat Zea, dia pulang dalam keadaan sangat kenyang. Baru pukul enam lebih tiga puluh pagi, dia sudah lapar kembali.
Hambar
Kalau mau berangkat, jangan lupa bismilah. Biar selamat sampai pelaminan.
HahahaNotifikasi pesan dari Hambar muncul, Zea membacanya tanpa berniat membuka pesannya. Ia asik menikmati roti kering yang merupakan kesukaan Ibam, adiknya.
Roti bermerek yang Zea susah dapatkan di kota kelahirannya itu, rupanya tidak menyebar ke seluruh indonesia.
Sawo
Kalau pulang minimal bertiga ya Ze. Selamat menempuh perjalanan hidup baru.Haruskah Zea memblokir keduanya? Baru saja semalam mereka bermaaf-maafan. Zea bahkan berhasil menghapus seluruh kesalahan Hambar dan Sawo yang ia ingat.
Tapi sekarang? Zea harus banyak beristigfar, meskipun ia tidak puasa Zea harus menghargai mereka yang sedang berpuasa.
Azka
Ze, aku udah di luar!Mampus! Zea belum bersiap. Dia bahkan belum mandi, badannya masih memakai piyama.
"Mati gue!"
===BERSAMBUNG===
900 Kata
19.23 WIB, 07 Sept, 2023
PuMa
KAMU SEDANG MEMBACA
Mudik Jalur Selatan (Tamat)
Romance(Lengkap) 1. SpEsial LAngsung Tujuan pelaminAN 2. SpEsial LAmunan + khayalAN 3. SElamat LAngsung TujuAN Tidak pernah Zea menyangka, bahwa ia akan mudik bersama seseorang yang selama ini menjadi pusat perhatiannya. Zea, yang berhari-hari murung kare...