3

742 12 1
                                    

Arta terdiam membeku. Panggilan masih terhubung namun tak ada satu suara pun dari sana. Beberapa detik menunggu akhirnya suara Liam memecah keheningan disana.

"Kamar nomer berapa?"

Arta akui kini dirinya menegang, merinding seluruh badan. Liam sudah marah. Arta memilih mematikan telfon itu lalu memasuki ruangan dimana Asya dirawat.

Ia belum siap mental untuk adu jotos dengan pemilik sabuk hitam itu. Bisa ikut dirawat jika ia menerima dengan lapang dada bogeman dari Liam.

Seorang suster yang tengah memasang infus menoleh menatap Arta yang baru saja masuk, sudut bibirnya terangkat lalu menunduk hormat sebelum pergi meninggalkan ruangan itu.

Gadis itu masih belum sadarkan diri. Arta menaikan selimut yang gadis itu pakai. Ia menyelipkan anak rambut milik Asya lalu tersenyum manis.

"Sorry, mungkin setelah ini lo bakal benci sama gue karna udah ngerenggut apa yang udah lo jaga selama ini. Gue bener-bener minta maaf. Gue bakal tanggung jawab. Gue cuma butuh agak sedikit waktu buat semua ini yang terlalu tiba-tiba." Gumam Arta.

Arta menatap mata tertutup itu, mata itu terlihat bergetar dan tak lama kemudian air mata menetes dari mata yang tertutup itu.

"Gue ga bakal apa apain lo lagi, lo ga usah takut." Ucap Arta membuat Asya perlahan membuka matanya.

Gadis itu mulai terisak. Arta yang melihat itu membantu gadis itu untuk duduk. Arta benar-benar tak tega. Ia menarik Asya ke pelukannya  dan mengusap lembut punggung gadis itu.

"Maaf, gue minta maaf. Gue bakal tanggung jawab apapun yang bakal terjadi nanti." Ucap Arta.

"Apa ga bisa di cegah? Gimana kalo Aku minum pil KB aja?"tanya Asya.

Arta menggeleng. "Gue minta maaf, tapi itu sia sia. Dokter bilang kerja obat itu dua hari sebelum berhubungan. Minum setelah berhubungan ga akan berpengaruh."

"Tapi Aku ga mau hamil! Aku lagi di masa subur sekarang!!" Jawab Asya lalu kembali terisak.

"Maaf. Maafin gue."

Berkali-kali Arta ucapkan permintaan maaf tak satupun permintaan maafnya diterima. Asya masih saja terisak sambil memegangi dadanya.

"Udah, lo ga cape kalo nangis terus? Dada lo sakit kan?" Ucap Arta.

"Jahat! Hiks! Kamu Jahat!" Hati kecil Arta terasa dihantam ribuan batu. Entah kenapa ucapan itu membuat dirinya benar-benar merasa bersalah dan laki-laki terbrengsek saat ini.

Asya memukul dada Arta berkali-kali. Arta membiarkannya. Ia terus memeluk gadis itu sampai akhirnya gadis itu menyerah dan terdiam menetralkan dirinya di pelukan Arta.

Sampai pintu terbuka menunjukan Liam yang tengah menatap dua orang itu dengan tatapan yang sulit di artikan.

Rasa ingin menghajar Arta kini lenyap kala melihat gadis itu terdiam di pelukan Arta.

"Kak Asya?! Cewek yang lo–" Uzi berhasil mengerem ucapannya. Matanya melotot sempurna saat ini. Ia menutup mulutnya lalu menggeleng tak percaya.

"Lo kenal dia?" Tanya Arta menatap Uzi.

Uzi mengangguk. "Dia temen pacar gue. Bisa abis gue sama Noona kalo dia tau!!" Jawab Uzi.

"Jangan bilang ke Zoya!" Ucap Asya.

ARTALARIICKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang