4

548 19 1
                                    

Radendra Mukti. Ayah laki-laki Arta kini sudah berada di rumah sakit bersama sang istri Gita Regina. Berjalan melalui koridor demi koridor dengan aura kemarahan yang begitu ketara.

Arta, laki-laki yang baru saja keluar dari ruangan dimana Asya di rawat itu melihat sang ayah tengah mendekat kearahnya. Ia terdiam tanpa ekspresi. Laki-laki berumur itu meregangkan tangannya.  Melakukan ancang-ancang dan–

BUGHH!

Satu pukulan bukan main itu Arta terima tanpa ringisan sedikitpun. Sudut bibirnya sobek, darah segar pun mulai mengalir dari sana.

Jujur saja rahang Arta kini serasa hampir berbelok.

"LAKI-LAKI MACAM APA KAMU HAH?!" Sentak Raden begitu nyaring membuat dirinya menjadi pusat perhatian.

Ia menarik kerah baju anaknya itu sampai Arta sedikit terangkat karna tarikan sang Ayah.

"Mamah kecewa sama kamu Al!" Ucap Gita ikut memukul lengan Arta. Ia menangis membuat Arta semakin merasa bersalah hari ini.

"Maafin Al Mah," Cicit Arta.

Raden melepas cengkramannya. Ia menatap anak itu masih dengan tatapan tajamnya.

"Nikahin dia! Kamu harus tanggung jawab!" Tegas Raden yang langsung di angguki oleh Arta.

"Ala bakal tanggung jawab pah."

"Otak kamu itu ada dimana si hah??!" Sentak Raden menoyor kepala Arta.

Liam maju, ia menghalangi Raden agar tak melakukan kekerasan lagi. Arta sudah cukup terpukul. Dan ia juga sudah sadar.

"Om, udah cukup. Arta udah ngakuin kesalahan. Dia juga mau tanggung jawab." Ucap Liam.

Raden mengusap wajahnya kasar, ia menatap Liam, "Gimana keadaan ceweknya?" Tanyanya.

"Dia gapapa, dia cuma kecapean sama syok pah" Arta yang menjawab, Raden hanya melirik lalu membuang wajahnya. Ia duduk dikursi kosong tepat di samping Uzi disana.

Aura di sekitar Uzi mendadak mencekam. Ia menoleh lalu mendongak ke atas karna tubuh raden dua kali lipat dari tubuhnya. Astaga, otot yang tercetak dari balik kemeja itu benar-benar membuat Uzi meneguk ludahnya kasar.

"Dia bisa diliat?"tanya Gita menatap putranya itu.

Arta menoleh sejenak "Bisa, tapi dia baru aja tidur Mah, kalo Mamah mau liat gapapa, tapi jangan bangunin dia." Mendengar penuturan itu Raden terkekeh.

"Tingkahmu itu Son!! Baru semalam udah bisa geser posisi Mamah kamu!" Ucap Raden.

"Bukan gitu pah," Jawab Arta.

"Dia wanita club kan?!" Tebak Raden.

"Bukan Om, Kak Asya bukan cewek kaya gitu." Kini Uzi, Laki-laki itu mengeluarkan suaranya. Raden menunduk menaikan satu alisnya.

"Al udah bilang kalo dia Al paksa. Al yang bawa dia dan ngelakuin itu secara paksa." Jawab Arta.

Raden mengangguk, "Jika memang dia wanita baik-baik, mengapa dia keluar malam malam?" Tanya Raden.

"Kak Asya kerja. Dia ngajar Les private dan kerja di Cafe. Mungkin karna perkerjaan Kak Asya yang banyak buat dia pulang malem. Om, mungkin saya keliatan ga sopan, tapi Kak Asya itu udah saya anggep kakak saya sendiri. Dia bukan cewek yang kaya Om kira! Dia banting tulang kerja buat sekolah dan ngehidupin diri dia sendiri. Dia ga pernah ngelakuin hal hal yang seperti Om kira. Kak Asya selama ini cuma fokus ke pendidikan dia. Dia bukan cewek malem! Dia cewek baik-baik!" Jawab Uzi.

Uzi bangkit lalu menyuruh Kaivan dan Gavin untuk geser berganti tempat duduk.

Raden terdiam, ia menganggukan kepalanya dua kali. Cukup menarik. Jika memang benar, calon menantunya akan sempurna jika bersanding dengan anak manja seperti Arta.

"Noona!"Gumam Uzi lalu kembali bangkit dari duduknya.

"Sialan!"

Plak!

"LO APAIN ASYA HAH?! LAKI-LAKI BRENGSEK! GILA! ASYA GA PERNAH BUAT MASALAH SAMA LO!!! Hiks! Kenapa lo tega ngelakuin itu ke Asya? Dia udah cukup menderita! Lo–lo–"Zoya–Zoya Meliora. Sahabat Asya sekaligus pacar dari Uzi.

"Noona.."Uzi menarik tangan Zoya. Ia memeluknya membiarkan Zoya menangis dalam pelukannya.

"Temen lo bangsat!"ucap Zoya.

Uzi hanya mengangguk mengiyakan. Ia mengusap punggung Zoya lembut untuk menenangkan gadis itu.

"Jadi kamu?" Tanya Hanum Ariana–ibu dari Zoya menatap Arta dengan tatapan berkaca-kacanya.

Gita yang melihat itu langsung menunduk hormat sebagai permintaan maaf.

"Maafkan anak saya bu," Jawab Gita.

"Maaf? Menurut kamu permintaan maaf bisa membalikkan keadaan?! Anak saya korban! Dia bisa kehilangan masa depannya!" Ucap Hanum.

Gita menunduk, "Anak saya bakal tanggung jawab bu," Jawab Gita.

"Tanggung jawab?! Anak umur berapa dia mau tanggung jawab?! Anak saya mau makan apa nanti hah?!" Jawab Hanum.

Gita tak menjawab apapun. Raden yang mengerti perasaan Istrinya itu maju lalu mengusap bahu istrinya.

"Saya yang akan membiayai keperluannya. Sekolah sampai lulus kuliah." Jawab Raden.

"Kuliah?! Kalau sampai dia hamil menurut anda dia bisa menginjakan kaki di kampus?!" Tanya Hanum..

Saat Raden hendak menjawab, Arta terlebih dahulu membuka suaranya. "Kita berdua udah buat keputusan. Dia setuju buat menikah." Jawab Arta.

Hanum terdiam. Ia teringat akan kerajinan Asya yang selalu belajar sampai tengah malam, berkerja sambil belajar, bahkan saat makan pun sambil belajar. Jika gadis itu sampai hamil. Hanum yakin gadis itu akan sangat terpukul. Impiannya untuk masuk kampus akan pupus begitu saja.

Hanum mengangguk, "Cari ayahnya. Ajak dia bertemu. Jika dia mengizinkan, pernikahan itu akan di gelar. Seperti yang kalian tau, pernikahan butuh wali dan ayah kandung Asya masih hidup." Jawab Hanum.

"Saya akan mencarinya." Jawab Raden cepat.

"1 bulan, jika Ayahnya belum di temukan dalam satu bulan, dan Asya tak menunjukan kehamilan, pernikahan itu tak perlu di gelar. Namun, jika dalam sebulan ayahnya belum di temukan namun Asya menunjukan kehamilan, saya akan tuntut anak anda atas pemerkosaan yang ia lakukan." Jawab Hanum.

Raden terdiam sejenak. Ia tak tau apa masalah gadis itu sampai di tinggalkan Ayahnya seperti ini. Namun ya, Raden mengangguk menerima permintaan itu. Dengan uangnya, ia yakin akan menemukan ayah gadis itu secepatnya.

Hanum ikut menganggukan kepalanya. Ia mengusap kepala Zoya lalu masuk ke ruangan dimana Asya dirawat.

Hatinya langsung menclos melihat Asya yang selalu tersenyum manis itu kini terbaring dengan wajah pucat, dan mata bengkak seperti itu. Terlebih saat ini ada jarum infus yang tertancap di tangannya.

Asya memang bukan anaknya, namun Asya adalah anak dari sahabatnya. Ia sudah menganggap anak itu sebagai anaknya sendiri. Bahkan sesekali Asya selalu menginap di rumah Zoya. Akhir-akhir ini saja karna gadis itu terlalu fokus dengan pekerjaan dan study nya ia jarang bermain kerumah. Asya bilang tempat berkerjanya ke rumahnya lebih dekat.

Padahal Hanum sudah memaksa gadis itu untuk tak perlu berkerja. Namun ia tetep kekeh ingin berkerja dan menghidupi dirinya sendiri dari uang yang ia dapat sendiri.

Asya adalah anak yang mandiri. Dan kemandirian itulah yang membuat Asya itu adalah Asya. Itu sudah menjadi karakteristik seorang Varsya Jemima, gadis cantik yang tak pernah menunjukan luka hatinya.

-o0o-

Maaf agak garing ya, biasalah chapter-chapter pertama.

Vote jangan lupa, kalo sempet komen, komen juga gapapa.

Besok aku balik lagi!

See u <3

ARTALARIICKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang