17

128 3 0
                                    

Malam telah berganti pagi, seorang remaja perempuan kini tengah tertidur pulas di ranjang ditemani seorang laki-laki di tepi ranjang.

Laki-laki itu tak tertidur. Ia menatap lekat perempuan itu sedari matahari belum menunjukan sinarnya.

Beribu-ribu pikiran menggerogoti dirinya. Namun hanya satu yang berhasil mengoyak besar hati terdalamnya.

Dirinya hanya seorang lelaki brengsek yang menghancurkan masa depan wanita.

Di tatapnya perut rata Asya, hatinya berdesir mengingat calon buah hatinya yang berada disana. Dirinya akan menjadi ayah. Di usia yang sangat muda.

Membayangkan seorang anak kembar perempuan dan laki-laki kecil tersenyum menatapnya sungguh membuat hatinya menghangat. Entahlah khayalan itu tiba-tiba muncul di otaknya.

Tok! Tok! Tok!

"Mamah udah buatin sarapan buat kalian. Nanti kalo udah bangun di makan ya? Papah kamu ribet di rumah, mamah mau pulang sekarang oke?" Ucap Gita sedikit berbisik.

Arta hanya menganggukan kepalanya melihat senyum manis Gita lalu kembali menatap wajah damai Asya.

Demamnya sudah turun, tapi kenapa anak itu belum bangun juga? Apa akibat terlalu lelah?

Arta menepuk pipi Asya dua kali secara perlahan. Mulai ada pergerakan dari anak itu. Matanya perlahan membuka menatap langit-langit rumah.

"Bangun dulu, sarapan ya? Udah mau siang." Ucap Arta lembut mengusap pipi Asya.

Bukannya Bangun Asya malah memegang tangan Arta dan melanjutkan tidurnya. Gadis itu menaruh tangan Asya di pipinya seolah dijadikan bantal untuk dirinya tidur.

Arta tersenyum hangat laki-laki itu merapihkan rambut Asya yang tergerai menutupi wajah anak itu.

"Bangun, udah jam 9 kamu belum sarapan."

Mendengar ucapan itu Asya langsung membuka matanya lebar. "Jam sembilan?! Aku–aku tidur berapa lama?!" Tanya Asya.

"Sekitar 13 jam?" Jawab Arta.

Asya melotot kan matanya sempurna. Itu adalah rekor waktu terlama dirinya tidur. Biasanya ia hanya tertidur 5 jam atau paling lama 8 jam. Dan ini 13 jam?!

"Ga usah sekolah dulu dua hari ini gapapa kan? Kamu abis sakit, aku udah tanya juga ga ada penilaian apapun hari ini sama besok." Ucap Arta lembut.

Asya menoleh menatap Arta. Ia terdiam sejenak sebelum menganggukan kepalanya. Entahlah ia juga rasanya malas untuk pergi ke sekolah.

"Sarapan ya?" Tawar Arta.

"Aku–"

"Aku ga mau kamu nolak, ini demi kesehatan kamu sama anak kita." Jawab Arta langsung mengangkat tubuh gadis itu.

Asya terkejut, ia langsung melingkarkan tangannya di leher Arta. Laki-laki itu membawa dirinya pergi ke meja makan yang sudah ada dua roti lapis di atasnya.

"Cuma roti, ga terlalu berat." Ucap Arta.

Asya mengangguk. Arta menurunkan perempuan itu perlahan lalu mengecup dahi anak itu sekilas.

ARTALARIICKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang