18

180 7 0
                                    

"Seingatku aku mengatakan bahwa aku akan menginap di hotel Tuan Radendra." Kesal Frederick tertahan.

Bagaimana tidak kesal, jika Raden malah membawa Frederick ke rumah putri semata wayangnya.

Raden terkikik geli. Ia keluar dari mobil lalu menuju ke bagasi mobilnya.

"Akan aku turunkan kopermu tuan Frederick yang terhormat. Apa kau butuh ku bukakan pintu?" Tawar Raden.

Laki-laki itu menurunkan koper milik Frederick sedangkan Frederick berdecak kesal tanpa beranjak sedikitpun.

"Aku tak mengatakan akan mengantarmu ke hotel. Berhentilah seperti anak gadis datang bulan Tuan! Apa kau benar-benar tak ingin turun?" Ucap Raden lalu menggeret kopernya masuk ke halaman rumah Asya.

Frederick masih tak bergeming. Ia bahkan tak menurunkan kaca mobilnya sedikitpun. Sedangkan Raden sudah tersenyum puas lalu mengetuk pintu rumah itu.

Frederick hanya menatap laki-laki menyebalkan itu dengan tatapan malasnya. Setelah beberapa detik berfikir akhirnya Frederick memutuskan untuk turun menyusul Raden.

"Kemarikan koperku, aku akan mencari hotel sendiri." Ucap Frederick.

"Baiklah! Semoga kau mendapatkan hotel yang baik Tuan Frederick!"jawab Raden lalu pergi dari halaman rumah itu.

Frederick mengerutkan dahinya, segampang itu? Melihat Raden masuk ke dalam mobil lalu mobil itu melesat, Frederick merogoh sakunya. Beberapa detik kemudian laki-laki itu menggeram.

"Dasar kaparat sialan!" Ponselnya menghilang entah kemana. Bahkan berserta dompetnya. Entah kapan laki-laki tua itu mengambilnya!

Jadi sekarang?

Cek lek

"Siapa?"

Frederick terdiam sebelum membalikkan badannya. Seingatnya anaknya perempuan.

Frederick berbalik, menatap seorang remaja laki-laki dengan wajah khas bangun tidurnya.

Remaja itu mengerutkan dahinya menatap Frederick dengan bingung.

"Hey, apa kau anak kaparat sialan itu?" Tanya Frederick malas.

Sepertinya anak ini anak yang menghamili putrinya. Wajahnya benar-benar seperti duplikat Radendra. Menyebalkan.

"Apa–"

"Ayahmu mencuri ponsel dan dompetku sialan." Cerah Frederick.

Arta mengedipkan matanya berkali-kali. Nyawanya belum benar-benar terkumpul. Ia menatap lekat laki-laki itu lalu asistensinya teralihkan pada sebuah koper.

"A––ayah?" Bukan dirinya, melainkan Asya dari belakangnya.

Arta membulatkan matanya. Tatapan Asya dan Frederick bertemu. Seolah saling sama-sama memikirkan banyak hal.

Setelah bertahun-tahun mereka tak saling bertemu, ternyata kini mendapati banyak perubahan pada keduanya.

Dulu, saat Frederick meninggalkan Asya, gadis itu masih duduk di sekolah menengah pertama. Tubuhnya masih pendek, dan ia masih sangat mungil. Namun kini––––benar kata Raden, anak itu benar-benar mirip dengan Jessi.

Terbesit sebuah kerinduan dimata laki-laki itu. Rindu pada istrinya. Atau malah keduanya? Siapa yang tau pikiran laki-laki bergengsi tinggi itu?

Satu tetes air mata Asya turun. Membuat Frederick tersadar lalu membuang mukanya.

"Kurasa aku harus menginap di rumah kecil ini. CEO perusahaan itu menyopet barang berhargaku. Bawa koperku kedalam." Ucap Frederick lalu masuk kedalam rumah itu begitu saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 18, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARTALARIICKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang