PERTEMUAN KEMBALI

6 0 0
                                    


Seperti angin yang menerbangkan dedaunan dalam musim gugur yang memerah, Istanbul pagi ini langit-langit sama merahnya merekah. Suara kumandang adzan terdengar mengalu lembut di telinga, menyeruak ke angkasa dalam untaian lembut menelusuri bilik-bilik langit. Manusia-manusia taat bergegas menuju rumah tempat berteduh dari bisingnya dunia.

Ayash baru saja mau merapatkan selimutnya, sebelum Ahmed menahannya.

"Ada panggilan cinta, kok malah tidur. Ayo bergegas. Atau mau digotong?" Ahmed berkelakar.

Ayash baru saja ingin menarik selimut lagi tetapi sadar tangannya tak dapat meraih. Selimut ini sudah berada di antara mata kakinya. Matanya berat untuk dibuka. Rasanya ingin tidur beberapa jam lagi. "Dua menit lagi, deh." tawarnya.

Ahmet tentu tak menyerah. Walaupun dia baru saja mengenal Ayash, dia melihat Ayash seperti adiknya sendiri. Ditariklah kaki Ayash seolah-olah ingin menyeretnya.

Ayash beronta-ronta sambil tak berhenti bernegosiasi untuk memejamkan mata barang sebentar. Tentu saja negosiasi itu tak berhasil. Ahmet seolah-olah hendak menggotong Ayash ke tempat wudhu. Pagi itu suasana kamar menjadi sedikit heboh.

Manu yang tidur tak jauh dari Ayash membuka matanya. Dia melihat Ahmet dan Ayash yang sedang membuat keributan di pagi buta. Manu tahu kebiasaan Ahmed, jam segini biasanya dia pergi ke Masjid. Tetapi Ayash? Dia tidak tahu. Banyak juga muslim yang tidak menjalankan ibadah serajin Ahmet. Mungkin Ayash salah satunya. Manu turun dari ranjangnya untuk membantu Ahmet. Dia memegang sebelah kaki Ayash.

Suasana makin riuh. Ayash akhirnya menyerah menerima gempuran dua orang raksasa ini. Dia tergopoh-gopoh menuju kamar mandi untuk bersuci. Semenit kemudian dia sudah keluar lagi.

"Shalat itu menyelamatkan mu bukan hanya dari api neraka tetapi juga dari keragua-raguan yang dihembuskan oleh setan. Insya Allah apapun perasaan yang kamu alami saat ini, Allah akan membisikkan ketenangan dalam sholat yang kamu laksanakan." Ahmet menghadiahi Ayash kata-kata yang menenangkan. Dia tahu Ayash sedang dalam suasana hati yang tidak baik.

Ayash berjalan keluar kamar lebih dulu. Manu menggapai kepala Ayash menyemangati. Andaikan yang dikatakan Ahmet benar, dia juga ingin melaksanakan sholat. Tetapi dia sudah meninggalkan semua kepercayaan kepada Tuhan. Andaikan Tuhan bisa mengembalikan Irina, dia 100% akan percaya penuh kepada-Nya.

Malam itu Ayash memutuskan untuk menginap di rumah Ahmet saja karena besok pagi dia berencana mengelilingi Istanbul bersama Manu, Radu, dan Ina. Gadis Indonesia itu sudah menghubungi Ayash untuk mengajaknya keliling Istanbul. Ayash tak punya alasan untuk menolaknya. Beruntung Manu dan Radu juga memiliki agenda yang sama untuk besok.

Manu merenung lagi. Andaikan sholat itu benar menentramkan, apakah dia harus mencobanya juga agar bayangan masa lalu yang selalu menghantuinya sirna? Apakah wajah Irina itu bisa tidak terus berkecamuk di pikirannya? Atau hanya kematian yang bisa menuntaskan itu semua? Manu berjalan gontai menuju ranjangnya kembali. Dia membuka jurnalnya, kemudian mulai menulis.

***

Cuaca Istanbul masih cerah seperti hari sebelumnya. Hanya embusan anginnya saja yang semakin menusuk tulang. Manu, Radu, Ayash dan Ina baru saja selesai mengelilingi Hagia Sophia. Manu menjadi pemandunya karena dia yang sudah sering berada di Istanbul. Dia menceritakan setiap lekuk tubuh Hagia Sophia yang bersejarah. Dia tahu tempat di mana pertama kali Muhammad Al Fatih menjadi Imam sholat untuk pasukannya. Dia menceritakan  bagaimana mosaik-mosaik peninggalan konstantinopel itu tetap dibiarkan utuh sebagai bukti bahwa orang Islam tidak akan merusak apapun. Cerita Manu yang memang menyukai sejarah ini membuat mata-mata di hadapannya menjadi sangat antusias. Hanya saja karena Manu seorang atheis, ruh keislaman yang diceritakannya kurang terasa. Tidak ada cerita bagaimana Muhammad Al Fatih memerintahkan pasukannya untuk menjaga sholat tahajud mereka.  

CERITA CINTA DARI ISTANBULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang