AYASH MUHAMMAD AZZAM

1.1K 35 2
                                    


Pada awalnya Medusa adalah gadis biasa yang cantik penjaga kuil Athena. Namun kejahatan yang dilakukan oleh Poseidon membuat Athena marah dan menghukumnya menjadi Gorgon. Rambutnya yang indah berubah menjadi kumpulan ular berbisa. Tatapan matanya yang dulu menjadi kesukaan para pria kini menjadi yang paling ditakuti. Jika langsung menatap mata Medusa, maka dalam seketika akan menjadi batu. Tak lama Perseus, anak dari Poseidon, berhasil memenggal lehernya. Medusa yang malang. Kepala Medusa lalu dibawa oleh Perseus dalam setiap peperangan sehingga Perseus selalu menang. Legenda Medusa si wanita berambut ular yang tatapan matanya bisa mengubah sesorang menjadi batu pun semakin banyak diketahui orang.

Pada masa kekaisan Justinian 1 zaman Bizantium, didirikanlah sebuah saluran pengelola air yang dinamakan Basilica Cistern. Letaknya di samping Hagia Sophia. Tempat ini menjadi suplai kebutuhan warga di Konstantinopel pada era itu. Bahkan disaat Muhammad Al Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel, basilica cistern menjadi sumber air untuk istana Topkapi. Di Basilica cistern lah diletakkan dua patung kepala medua yang tidak simetris. Kepala Medusa pertama dipasang terbalik dan yang kedua dipasang menyamping. Banyak yang bilang bahwa pemasangan yang tidak simetris itu memang disengaja agar orang-orang yang datang ke Basilica Cistern tidak langsung menatap mata Medusa. Beberapa yang lain bilang bahwa pemasangan tidak simetris ini hanyalah sebagai upaya penyeimbangan pilar yang ada di atasnya. Ya, begitulah pada akhirnya Medusa. Seorang gadis cantik yang berubah menjadi monster menyeramkan karena Athena terbakar api cemburu.

***

Welcome in Istanbul!

Ayash menggembong tas ranselnya saat pesawat yang membawanya landing di Attarturk Internasional Airport. Ini pertama kalinya dia menjejakkan kaki ke negeri dua benua ini. Impian dia 5 tahun yang lalu. Bukan karena dia tidak mampu, tapi kesibukan traveling ke negara lain yang menyebabkan dia belum sempat menjelajah Turki. Baginya, traveling ke Turki tidak bisa digabung dengan beberapa negara sekaligus. Dia ingin menikmati waktu yang lama berada di Turki.

"Kalo lo traveling ke Turki, guw saranin lo fokus ke Turki aja, gak usah dicampur-campur sama negara lain. Turki tuh gak cukup buat dieksplor cuma seminggu. Gue aja sebulan disana masih belum puas. Apalagi istanbul Yash! Lo bakal jatuh cinta sama kota ini dah," ujar Ara, sahabat dekatnya, usai dia pulang traveling dari Turki. Mereka berdua adalah sahabat yang suka traveling tapi jarang traveling bersama.

Dan akhirnya Ayash pun mengikuti saran Ara. Usai dia menyelesaikan traveling Eropa Timurnya, dia langsung memesan tiket ke Turki untuk empat bulan setelahnya.

"Wah Yash, seharusnya kamu lanjut aja ke Turki langsung. Eropa Timur kan gak terlalu jauh dengan Turki. Gak harus balik Indonesia dulu," Andi, editor buku-bukunya memberikan saran.

"Males ah Mas. Mau ngerasain crowdednya Indonesia dulu. Juga kangen berat sama Nasi goreng kambing XXI," seloroh Ayash sambil terus terpaku di depan Macbook Air nya.

Andi tertawa, "Dasar kamu, Yash. Jauh-jauh pulang ke Indonesia masa kangen sama nasi goreng. Kangen keluarga kek, atau kangen pacar!"

Ayash hanya tersenyum kuda sambil tak menoleh dari layar laptopnya. Tapi di sudut sana, pikirannya melayang ke sebuah tempat di Melbourne, Australia.

"When will you back home, Yash? " suara abangnya David terdengar dibalik sony x-peria milik Yash. Waktu itu Ayash masih berada di Praha, sedang menikmati sore di hostel sambil membaca buku tebal Nicholas Spark.

Kembali? Melbourne? Ah, entah kapan Ayash ingin kembali kesana. Kota yang sangat disukainya, tiba-tiba menjadi gelap saat Ayash mengetahui kejadian itu. Andaikan sore itu Ayash tidak datang menemani ayahnya di rumah sakit, mungkin Ayash tak akan sebegini benci dengan kota itu.

Ayash segera tersadar dari lamunannya. Dia tak ingin membawa kenangan terpahit dalam hidupnya itu ke Turki. Biarkan saja tertinggal di sana. Tapi Ayash berjanji tetap akan kembali ke Melbourne, lebih untuk bertemu dengan teman-teman semasa sekolahnya dulu. Dan bertemu Aida, sahabat Ayash yang menolongnya pada malam itu. Hampir 3 tahun Ayash tidak bersua dengannya. Mereka hanya menjalin komunikasi lewat email. Aida, satu-satunya sahabat Ayash yang tidak memiliki media sosial.

Ayash berjalan maju. Dia lalu terpaku pada sosok cantik yang berada beberapa orang di depannya. Rambut pirangnya, tampilannya yang elegan dan riasannya yang tidak terlalu mencolok membuat Ayash kagum pada wanita itu.

"Dia pasti model." ujar Ayash dalam hati.

Kemudian antrian imigrasi yang mengular itu teruai satu per satu.

CERITA CINTA DARI ISTANBULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang