KEHILANGAN JATI DIRI

1.3K 39 15
                                    


Konflik Suriah akhirnya sampai melibatkan Turki. Pemerintah Turki membuka pintu perbatasannya di beberapa wilayah. Sanliurfa salah satunya. Disnilah dulu Nabi Ibrahim mengalami peristiwa pembakaran yang dilakukan oleh Raja Namrud. Atas perintah Allah, api itu menjadi dingin dan menurut cerita bara api nya berubah menjadi kair serta kayu-kayu nya berubah menjadi ikan yang dikeramatkan. Kolam ini kemudian disebut Halil ur Rahman.

*

"Andaikan para remaja itu tidak memicu aksi anarkis separatis seperti ini, mungkin Suriah masih dalam keadaan baik-baik saja,"

Suara itu menghentak telinga Hada. Jika yang berbicara adalah orang awam atau pendukung fanatik Asad, mungkin Hada tak akan seterkejut ini. Tetapi suara ini adalah milik Zaid, seseorang yang Hada nilai memiliki pemahaman yang baik akan Islam dan kondisi Suriah yang sebenarnya terjadi. Hada mengerjap-kerjapkan matanya, berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini adalah mimpi. Namun, Zaid masih berdiri tegak di hadapannya.

"Para pemuda itulah penyebab tragedi ini. Mereka terbuai dengan Arab Spring, tetapi justru mereka menggali neraka di negeri mereka sendiri. Pemuda dungu! Hanya bisa bermimpi saja. Mereka kira Suriah itu sama seperti negara Arab lainnya yang dungu? Mereka jelas salah besar!" ucapan Zaid lebih berapi-api.

Dada Hada bergemuruh, matanya panas. Ingin sekali dia menampar pemuda yang ada di hadapannya ini. Entah apa yang terjadi pada pemuda ini. Hada seperti mengenal sosok baru yang tidak pernah dikenalnya sama sekali. Oh tidak, dia mengenal satu yang seperti ini sebelumnya. Dia Ahnaf, adiknya yang mendukung Asad. Bahkan Ahnaf mengkhianati keluarganya sendiri. Pengkhianatan itu mengakibatkan kakak tertuanya, Faiq, terbunuh di depan ayah dan ibunya. Episode tergelap dalam hidup Hada.

Para pemuda yang dimaksudkan oleh Zaid adalah pemuda yang menuliskan kata "Selanjutnya Anda Dokter", sebuah grafiti di Kota Dar'a yang menyebabkan gejolak itu dimulai. Yang dimaksud dengan dokter adalah Basyar Asad, dia seorang dokter spesialis mata. Para pemuda itu terinspirasi dengan pergerakan yang terjadi di beberapa negara Arab sebelumnya seperti Mesir, Tunisia, dan lainnya.

"Ayo, Hada, kita bergabung kembali dengan pemerintahan yang sah. Pemerintahan yang dipegang oleh Asad. Sudah sepantasnya kita mematuhi siapa yang menjadi pemimpin kita. Dia orang baik, namun terpaksa melakukan hal yang dianggap tidak baik demi menjaga negara. Kita wajib mendukungnya. Ayo Hada, kita sudahi konflik ini." Zaid menyodorkan tangannya ke arah Hada. Mata itu memelas, mengharapkan Hada mau menerima uluran tangannya.

Hati Hada semakin membara. Dadanya makin bergemuruh. Matanya panas. Bayangan sang kakak yang ditembak tepat di depan matanya memutar kembali. Lalu, orang ini, Zaid, memintanya bergabung dengan pemerintahan kotor yang telah sewenang-wenang membantai masyarakat sipil dengan alasan mengancam nyawa Presiden. Ingin Hada meludahi wajah yang ada di depannya. Entah apa yang membuat Zaid berubah seperti ini. Hada hanya bisa menyimpan tanya pada benaknya.

Kemudian keduanya berpisah usai episode itu. Hada dan keluarganya memilih untuk ikut menjadi bagian dari pengungsi ke Negara Turki yang menerima dengan tangan terbuka. Kembali ke tanah air ibunya. Masih ada rumah sisa warisan ibunya untuk keluarga Hada. Tetapi semua harus dibayar mahal saat tak lama kemudian ayahnya meninggal karena terkena serangan jantung. Tinggalah Ibunya sendiri yang dirawat oleh adiknya karena peristiwa di Syiria menyisakan trauma yang mendalam. Ibunya bahkan tak bisa mengenali Hada lagi. 

Hada kemudian bergabung dengan lembaga kemanusian untuk menangani para pengungsi Syiria. Di situlah dia bertemu dengan Naz, seorang gadis pekerja sosial yang memberinya air pada saat Hada baru saja berhenti dari perjalanan jauh menuju Urfa. Nasib mereka lebih baik daripada beberapa saudara mereka yang lain yang mengungsi ke negara lain. Mereka ditangkap dan dipenjara bahkan banyak yang akhirnya dianiaya oleh penjaga perbatasan. Hada mendengar kabar itu dari Naz. Seorang wartawan Hongaria menendang seorang pengungsi yang sedang menggendong anaknya. Di Turki mereka diperlakukan secara manusiawi. Mereka diberi tempat tinggal yang sehat dan layak, makan yang enak dan penghidupan yang baik walaupun tidak sebaik saat mereka masih berada di Suriah.

Hada sendiri beberapa bulan kemudian mendapatkan kabar dari seorang pengungsi baru dari Aleppo tentang Zaid. Dia bekerja di pemerintahan. Dia bergabung dalam tim negosiasi. Tugasnya adalah meyakinkan penduduk sipil tentang konspirasi menjatuhkan Asad yang digaungkan oleh kelompok militan. Beberapa kali dia terlihat berjalan beriringan dengan Asad dan kelompoknya. Dia seperti bukan orang yang Hada kenal.

Zaid yang dulu adalah Zaid yang selalu optimis akan masa depan Suriah. Dia yang mengenyam pendidikan dari Colorado University bertekad membangun Suriah menjadi negeri yang tak kalah maju dari Turki atau negara arab lainnya. Dia datang ke Damascus, mengaji dengan Syaikh Ibrahim, seorang guru Sunni yang termasyur di Damascus. Dia menjadi pribadi yang modern, idealis dan islami. Tak pelak, Hada langsung menerima pinangan darinya. Namun, entah apa yang membuatnya berubah. Mungkin kelak waktu yang akan menjawab semuanya.

***

Naz memeluk Hada. Hangat.

"I miss you so much, woman!" seru Naz. Bersama Hada, bagaikan bersama dengan kakaknya sendiri. Hangat dan nyaman.

Hada menepuk-nepuk punggung Naz. Untuk beberapa saat mereka saling bercengkrama.

"Besok, Syaikh Thoriq akan mengunjungi camp. Dia hanya bisa berbahasa Arab, kau yang paling ahli untuk urusan bahasa," ujar Naz.

Hada hanya tersenyum mengangguk. Keduanya kemudian berjalan mencari kafe terdekat untuk menghangatkan tubuh. Ada tugas yang menunggu untuk dibahas oleh mereka.

Keduanya kemudian masuk ke sebuah cafe yang berada di samping Masjid Ahmet.

CERITA CINTA DARI ISTANBULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang