Di sebuah rumah yang berukuran sedang, terlihat seorang wanita berjalan di pekarangan rumah tersebut, langkah kakinya di percepat saat menaiki tangga kecil untuk mencapai pintu, seolah sudah tahu jika pintu itu tidak terkuci, si wanita melangkah masuk ke dalam rumah.
"Oh, Hai. Aqilla, ada apa ni?" tegur pria yang sedang sibuk bermain PlayStation dengan temannya, sekilas ia menoleh pada wanita yang berusaja membuka pintu.
Aqilla tidak menyahut dan terus berjalan menuju lantai atas, semua orang yang awalnya duduk bersantai di ruang tamu segera menyusul nya.
"Kenapa ni, Aqilla?." tanya pria bertubuh lebih tinggi dari Aqilla.
Bukannya menyahut, Aqilla justru menarik pistol dari balik saku pria itu.
"Aku pinjam sebentar," ucap Aqilla sambil tersenyum simpul.
Sedetik kemudian terdengar suara tembakan yang mengagetkan seisi rumah, terlihat pintu salah satu kamar memiliki lubang di bagian kuncian nya, baru setelah itu Aqilla menendang pintu tersebut.
"Apa yang kau buat ni? rusak pintu bilik aku" marah seorang pria dari balik kamar,
"bangun, Rusdi!" titah Aqilla seraya menodongkan pistol ke arah pria yang masih bersantai di ranjangnya.
"Apa lagi ni, Rusdi!!" bentak pria yang pistolnya sekarang berada di tangan Aqilla, ia kesal karena sepertinya anak buahnya telah membuat Aqilla marah besar.
"mana aku tau, kau tanyalah budak sial tu" sahut Rusdi, nada bicaranya lebih tinggi dari temannya.
"Aqilla, cakap la elok-elok, apa yang dah jadi, kenapa kau datang ke markas dan langsung nak tembak, Rusdi ni?" tanya si pria sambil merampas pistol dari tangan Aqilla.
"Drac, ingatkan anggota kamu. Jangan sekali-kali dekati teman sekolah ku!!" ancam Aqilla dengan suara lantang,
"kau masih marah soal di kafe tadi" Rusdi terkekeh geli,
"eh, Aqilla. Selama ini kami sering ke kafe dan sering ketemu sama teman satu sekolah mu, tapi kamu gak pernah sampai semarah ini. Ada apa sih sama ke empat cowok itu?" pria itu menatap penuh selidik pada Aqilla yang hanya diam.
"Raja, jangan nambahin masalah" tegur temannya yang lain,
"apa yang Raja cakap, memang betul. Dia ni tak macam biasa," ucap Rusdi.
Drac melangkah kedepan Aqilla, dia berusaha membujuk wanita itu untuk turun ke ruang tamu dan membicarakan semuanya dengan kepala dingin, di ruang tamu beberapa orang pria menduduki sofa dan ada juga yang memilih untuk tetap berdiri, setelah semua tenang dan fokus mereka tertuju padanya barulah Aqilla menceritakan semuanya.
"Rusdi, sengaja buat masalah sama teman sekolah ku sewaktu di kafe" ucap Aqilla yang masih berdiri karena enggan berbagi sofa dengan kumpulan pria di rumah itu.
"Habistu..kau marah dan langsung nak tembak Rusdi. Sebab tu je...Aqilla kau jangan nak melampau sangat ye. Aku diamkan kau masuk tempat aku sebab kau ni rekan aku juga. Tapi aku tak terima kalau kau buat hal kat kawan-kawan aku." Drac menyilangkan kakinya, tangan kanannya memegang gelas yang isinya sudah tinggal setengah.
"Oy, Aqilla. Tadi tu aku gurau jee. Tak payah serius sangat," tawa Rusdi memenuhi ruang tamu, merasa menang dari Aqilla yang ingin dirinya mendapat hukuman dari Drac karena telah melanggar perjanjian, tapi Drac justru membelanya.
"Lo gak pernah berubah, selalu mengkhawatirkan orang lain. Lo sadar kan, posisi lo sekarang ini lebih gawat dari teman-teman sekolah lo yang gak tau apa-apa soal ini." Raja bangkit dan berjalan mendekati Aqilla.
"Lo tau sendirikan, sekarang lo udah masuk wilayah kita. Walaupun satu organisasi, lo memilih kerja sendirian yang membuat lo gak punya hak atas tempat ini, dan gak punya hak buat protes atas apa yang Rusdi lakuin waktu di kafe." lanjutnya sambil menarik keluar pedang dari sarung dan mengarahkan ujungnya tepat ke mata Aqilla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Code (Lima)
Fanfiction~lanjutan cerita ~TEMAN LAMA ~ "Jadi mereka tetap mati walaupun aku sudah bersusah payah menyelamatkan mereka" ucap Aqilla seraya menyilangkan kakinya dan mengankat tangan kanan untuk menopang dagu "ini bisa jadi masalah besar" Aqilla menatap intens...