Matahari mulai menampakkan dirinya, sang surya kembali menerangi bumi dengan kehangatan cahayanya yang menjadi sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup.
Banyak orang bersuka cita menyambut datangnya pagi dan memulai hari dengan senyuman serta menjalankan aktivitas bermanfaat.
Awali hari baru dengan suasana yang baru, begitulah pemikiran naif sekumpulan remaja di masa pertumbuhannya yang berharap terhindar dari segala jenis masalah.
Aqilla juga ingin memulai hari dengan senyuman dan terhindar dari banyaknya masalah, tapi dunia tidak memberi jeda istirahat untuk gadis rapuh itu yang sekarang terkurung di sebuah ruangan gelap kedap suara.
Dari mana dia tahu jika ruangan itu kedap suara?
Itu karena Aqilla sudah berteriak semalaman untuk meminta bantuan tapi tidak ada yang datang, entah kedap suara?. Atau mungkin sekarang ia berada di tempat yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan?. Aqilla tidak pasti dengan semua kemungkinan itu.
Bahkan kejadian awal yang membuatnya berakhir seperti sekarang ini, terikat di sebuah kursi kayu. Ia tidak mengingatnya,
"sudah bangun," sapa seorang wanita saat membuka pintu ruangan itu.
Aqilla mengangkat kepalanya untuk melihat rupa penjahat yang menculiknya, senyuman sinis Aqilla tunjukkan pada wanita di depannya.
"Masih bisa lagi kau senyum, tak nampak ke tangan kaki kau terikat kuat kat kursi." wanita itu menarik kuat kerudung Aqilla agar wajahnya menatap langsung mata bengis si penjahat.
"Oh, udah cape ya berpura-pura. Bahasa Melayu nya sampe keluar," cibir Aqilla.
"Cis, kau beruntung sebab bos aku pesan untuk tak bunuh kau sekarang." wanita itu menghentak kuat kepala Aqilla saat melepaskan genggamannya pada kerudung Aqilla.
Aqilla tertawa, "endingnya tetap di bunuh kan, kenapa gak sekarang aja."
Wanita itu menunduk mensejajarkan tingginya dengan Aqilla, sudut bibirnya terangkat mendengar provokasi dari gadis yang lebih muda darinya, benar-benar menggelikan.
"Jangan terburu-buru, kau pasti akan menikmati serangkaian penyiksaan dari kami. Jadi lagi bagus sekarang kau diam, simpan tenang kau tu." berbisik tepat di samping telinga Aqilla.
Merasa menang saat melihat Aqilla yang terdiam sambil menurunkan pandangannya, wanita itu tertawa iblis tangannya tak berhenti menapar pipi tembem Aqilla.
Aqilla meludah saat merasakan darah keluar dari sudut bibirnya, ia menengadah sambil berkata.
"Aku ada salah apa sih, sampai kamu culik aku segala." matanya menatap sendu wanita yang berlagak angkuh di depannya,
"kau lupa, semalam kau bunuh anggota kami, dan dua hari yang lalu anggota kami beserta rekan bisnis kami mati tertembak, tidak hanya itu.." si wanita menjeda kalimatnya, ia menarik kursi Aqilla agar menghadap keluar pintu yang di biarkan terbuka.
"Ada yang berani ledakkan salah satu markas kami, memang masih bisa di selamatkan tapi mereka semua tu menjadi cacat fisik." wanita itu meninggikan suaranya saat menceritakan semua kemalangan yang menimpa organisasinya.
Aqilla diam pandangannya tak lepas dari banyaknya orang yang terbaring lemah di ranjang rawat dan perawat mereka terlihat berjuang mati-matian melakukan pertolongan pertama.
"Aku gak ngerti?," ucap Aqilla di sertai gelengan kepala.
"Aku gak ngelakuin semua yang kamu omongin barusan," sambungnya.
Wanita itu mendesis menahan emosinya setelah mendengar sanggahan yang dia yakini adalah tipuan Aqilla agar bisa terbebas dari penghakiman atasannya.
"Bibir kau tu boleh menipu tapi fakta rekaman cctv yang kami dapat akan mengungkap semuanya," ucap si wanita sambil mencengkram kuat pipi Aqilla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Code (Lima)
Fanfiction~lanjutan cerita ~TEMAN LAMA ~ "Jadi mereka tetap mati walaupun aku sudah bersusah payah menyelamatkan mereka" ucap Aqilla seraya menyilangkan kakinya dan mengankat tangan kanan untuk menopang dagu "ini bisa jadi masalah besar" Aqilla menatap intens...