Malam ini malam minggu tak heran jika ruang Outdoor dipenuhi oleh para pemuda-pemudi yang sedang asik sembari menikmati live music.
3 minggu sudah berlalu tanpa ada Kalim dihari harinya. Entah apa yang sedang laki-laki itu lakukan tanpa memberinya kabar satupun.
Nadin sudah beberapa kali mendapati gadis itu melamun dari yang mengisi kopi hingga penuh sampai dengan memecahkan gelas kopi.
"Na, istirahat dulu aja. Jangan dipaksain terus"ucap Nadin yang membantunya membersihkan serpihan gelas kaca itu.
Nasafa mengeleng, menolak siapapun yang mengasihinya. Karena saat ini, gadis itu tidak butuh siapa siapa kecuali Kalim berada dihadapannya sekarang.
"Na, lo udah makan?"tanya Nadin lagi.
"Nanti aja"balasnya.
"Jangan nanti nanti, Na. Lo ga sadar tuh muka udah kayak mayat hidup gitu. Lo kayak lagi kehilangan dunia lo tau gak?"
Benar, tanpa Kalim. Nasafa seperti benar-benar kehilangan dunianya. Meskipun laki laki itu sedang sibuk-sibuknya, tak pernah sampai-sampai ia tak memberi kabar pada gadis itu.
Sudah. Nasafa sudah mencoba menghubungi Kalim dengan telp maupun sebuah pesan. Tetap sama, tidak ada jawaban, tidak ada balasan.
Kali ini Nasafa benar-benar yakin bahwa Kalim akan ikut menghilang seperti Ibunya, Kalim sepertinya menyerah dan muak menghadapi Nasafa dengan segala kegilaan hidupnya.
✧✧
Karena harinya ramai Kedai tutup lebih lama, bukanya langsung pulang kerumah. Lagi- lagi gadis itu duduk di halte bus dekat tempatnya bekerja. Sepertinya, tempat itu akan menjadi tempat favoritnya setelah pulang bekerja sekarang.
Nasafa diam beberapa menit, sembari memperhatikan gelembung chat yang sudah centang dua namun tak kunjung berubah menjadi centang biru, lalu kembali menaruhnya disaku jeansnya itu.
Tanpa pikir panjang Nasafa mulai meraih handphone kembali dari saku celananya, memilih nama yang sedari tadi membuatnya gelisah.
Berdering...
"Kal..?"ucap Nasafa terkejut ketika telp itu diangkat.
"Hallo Kalim?"ucapnya lagi.
"Kenapa, Na?"balasnya.
Dari banyak kata yang tercipta, itu bukan jawaban yang Nasafa tunggu.
"Aku yang seharusnya nanya, kamu kenapa? Kenapa menghindariku?"
"Enggak, aku gak ngehindari kamu"ucapnya masih dengan suara khas Kalim.
"Bohong, aku tahu kamu, Kalim. Terus hampir 3minggu kemana, pesan ku gak pernah kamu bales, tiap aku telpon sibuk terus, kamu kenapa? Kalo aku ada salah bilang, jangan diem"jelas emosi Nasafa menaik.
Hening.
"Kalo kamu diem berarti bener"ujar Nasafa.
"Naa.."
"Aku mau denger pembelaan langsung dari kamu"
"Gabisa, Nasafa"
"Kalim, kamu sadar ga sih ada yang berubah dari kamu? Kamu tau gak apa aja yang udah terjadi selama kamu gaada? Aku butuh kabarmu!"
"Mulai sekarang, aku gabisa jagain kamu lagi. Jadi stop, Na. Kamu jangan ketergantungan lagi sama aku"
Nasafa diam sejenak, ini bukan Kalim yang selama ini ia kenal. Bagaimana bisa seorang Kalim berani meninggalkannya.
Mata gadis itu sudah berkaca-kaca sedari tadi, menahan diri bahwa ia tidak boleh menangis.
"Kenapa tiba-tiba?"ucapnya getar.
"Dunia kamu bakal tetep berjalan ada atau gak adanya aku"jelas Kalim.
Nasafa tertawa kecil, "Manusia emang gak berubah ya, ini bener-bener gak masuk akal, Kal. Ternyata kamu sama aja kayak Ayah dan Ante. Kamu pembohong"
"Kamu tahu dunia aku berantakan, kamu tahu aku akan tersesat, kamu tahu isi kepala ku selalu kabut tapi janjimu kemana?!"
"Kamu tahu dunia aku bakal jadi aneh gaada kamu, Kalim. Kamu berengsek!"teriak Nasafa pada pemilik suara itu.
Tuttt...
Kalim mengakhiri pembicaran itu tanpa Nasafa selesai bicara," Kamu jahat, Kalim....".
Malam itu, tangis gadis itu tak henti-hentinya mereda sampai membuat dadanya sesak, mata gadis itu sudah bengkak.
Gadis itu berjalan menelusi malam, sialnya. Bulan malam ini sangat cerah, seakan menyetujui permintaan Kalim untuk meninggalkannya.
Nasafa sampai dirumahnya tepat jam dua lewat lima belas menit, matanya menatap laki laki yang tak pernah ia harapkan itu, Jeno duduk didepan rumahnya. Laki laki itu berdiri menyambut kepulangannya meskipun ia tahu bukan dia rumah yang Nasafa mau.
Jeno menarik napas,"aku tahu kamu akan selalu kayak gini, Na"ucapnya.
Nasafa masih diam menatap kekosongan, gadis itu tidak pernah mau tau bagaimana kecemasan Jeno padanya tiap ia lihat gadis yang berada di hadapannya itu selalu berantakan.
Jeno menarik tubuh Nasafa kedalam peluknya.
"Aku pengen ketemu Ayah"ucap Nasafa.
"Iya, besok aku temenin"
Nasafa melepas peluk itu,"enggak, aku mau ketemu Ayah langsung, sendirian."
Mata Jeno mulai berkaca, laki-laki itu jelas tahu apa maksud dari perkataan Nasafa
Jeno kemudian menarik napasnya,"Enggak, aku gakmau kamu sendirian"
"Kamu gakusah khawatir"lirihnya.
Matanya kembali menatap Nasafa, hening sejenak, "Gimana bisa aku gak khawatir, Na? Gimana caranya? Aku mau nemenin kamu terus"
"Iya, Kalim kemarin juga bilang gitu. Tapi yang namanya manusia bisa berubah seketika. Kamu gakusah lakuin apapun ya"
"Tapi aku gabisa, Nasafa. Aku gabisa kalo kamu gini terus"ucap Jeno.
"Gapapa, aku udah biasa kok"ucapnya sembari tersenyum menahan tangisnya.
Jeno kembali memeluk tubuh hangat gadis itu, aku cuma mau kamu senang, Na. Aku mau kamu diakuin semesta, bahwa kamu berhak untuk senang.
Ternyata, Jauh dari yang Jeno kira. Laki-laki itu sudah jatuh terlalu dalam pada Nasafa. Gadis manis yang masih sangat membutuhkan kasih sayang.
Meskipun dirinya bukan Kalim yang diharapkan oleh Nasafa, tapi semoga Nasafa berkenan sedikit membiarkan Jeno masuk ke hidupnya.
✧✧
OHAYOOO!
GIMANA ?
SERUU GAKK?
AUTHOR SI TETEP TEAM JENO YAA!People come n go itu nyata. Jadi, mau sesayang apapun kita gakusah berlebihan. Gaada yang tahu emng kapan waktunya berakhir, mungkin waktunya yang emang udah selesai atau orangnya aja yang bukan orang yang tepat?
We never know!Apapun itu, semangat ya!
Jaga kesehatan, jangan lupa makan.HAPPY READINGGG😌🫶🏻🫶🏻
✧✧
KAMU SEDANG MEMBACA
Nasafa Kalim
Fanfiction"seengaknya na, kalo kamu gabisa baik sama orang lain, cukup sama diri kamu sendiri" Aku berusaha menyakinkan semesta untuk memberi mu bahagia yang tiada tara, jika caranya adalah menjauhkan mu dari aku. Maka, lakukan lah wahai semesta. lakukan lah...