Didepan laptop meja belajarnya Kalim berkali lagi melirik benda pipih tersebut sembari melipatkan kedua lengannya.
Setelah pertemuan buruknya dengan Jihan. Kalim dan Nasafa, keduanya tak bertemu atau menemui atau sama sama menghindar? Entahlah.
Tapi yang jadi pertanyaan, Kalim menghindar atas dasar apa? Marah pada gadis itu?. Bukankah ia tidak akan pernah bisa marah pada gadis itu, seperti sekarang. Ia berkali kali melirik benda yang tergeletak didepan matanya, berharap apa Kalim? Mendapat notip Nasafa?
Berharap tanpa bersiap? Terus saja berharap tanpa jawaban.
Ya, Kalim ingin marah pada gadis itu, tapi ia lebih marah pada dirinya sendiri. Sama seperti fikirnya selama ini, Kalim tak cukup baik menjaga Nasafa agar tetap melanjutkan kuliahkan seperti permintaan Antemira, tante Nasafa.
Aku pikir 2 tahun itu waktu yang cukup lama, dalam kurung waktu cukup lama pun, selama itu kita selalu bareng tapi ternyata kepercayaan kamu sama aku belum sepenuhnya, Na.
Aku cuma mau nemenin kamu, aku mau jagain kamu, aku mau buat kamu percaya kalo dunia gak seburuk itu sama kamu. Kenapa sesusah itu kamu paham kalo kamu penting buat aku, untuk seorang Kalim yang selalu berusaha dan masih berusaha buat kamu percaya kalo kamu punya aku. Decak Kalim.
Matahari semakin naik, harusnya laki laki itu sudah berada di kampusnya karena kelasnya akan segera dimulai. Tapi, justru yang dilakukannya malah berdiri didepan sebuah kedai, tempat Nasafa berkerja. Dengan jelas, gadis itu sibuk dengan mesin kopi. Gadis yang akan selalu ada dipikirannya.
Tapi, mau berkali kali apapun Nasafa membuatnya marah atau bahkan kecewa, laki laki itu akan kembali. Karena ia tahu, Nasafa tidak punya apaapa lagi sekarang selain dia, Kalim.
Beberapa menit Kalim masih berdiri disana, Nasafa menyipitkan matanya, jelas yang ia lihat disana seorang laki laki yang berdiri dengan tangan dikepal. Nasafa hafal tubuh siapa yang berada didepan kedainya, bergegas ia berjalan keluar.
Sementara Kalim, ia malah berjalan mundur lalu berbaling, sembari menghela napas. Nasafa mencoba menarik lengan laki laki itu sebelum semakin jauh.
"Kal.."ucapnya lirih sembari mengatur napasnya.
Kalim menghela napas, "Kamu anggap aku nih apa sih, Na?"sembari menghempas pegangan Nasafa.
"Kal, aku gaa..-"ucapnya terputus
"Aku selalu berusaha percaya sama kamu, aku selalu berusaha buat ngga marah sama kamu. Tapi, kenapa sih, Na? Kenapa kamu selalu ngelakuin hal yang ngga aku suka?"ucap Kalim yang menikung perkataan gadis itu.
"Bahkan sampe hari ini pun, kalo aku ga disini, kamu ngga akan ngasih tau aku juga kan?"
"Kamu sendiri kan yang mau aku melanjutkan hidupku? Aku bekerja untuk hidup aku, Kalim!"
"Sampe harus keluar dari kampus?!"ucapnya meninggi.
"Jadi selama ini aku emang gak pernah ada dihidup kamu ya, Na? Kenapa setiap hal penting dalam hidup kamu aku selalu tau terakhir, aku selalu terlambat? Kenapa Nasafa?"lanjutnya.
Nasafa diam sejenak, "Untuk apa aku menceritakan hal yang sama sekali gak penting buat kamu"
"Tapi untuukku, kamu penting, Nasafa!"
Gadis itu kembali terdiam, kalimat terakhir dari laki laki itu tak dapat ia bantah.
"Dalam hal kecil kayak gini aja, aku udah kayak orang bodoh dalam hidup kamu. Apalagi hal yang lebih besar lagi?"ucapnya lalu pergi dan menghilang dari hadapan Nasafa.
Gadis itu masih menatap punggungnya bahkan sampai ia tak terlihat, tubuh itu mungkin tak lagi menghampiri seperti biasanya setelah ini.
Nasafa ingin mencoba mengejar, tapi lengannya ditahan oleh, Jeno.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nasafa Kalim
Fiksi Penggemar"seengaknya na, kalo kamu gabisa baik sama orang lain, cukup sama diri kamu sendiri" Aku berusaha menyakinkan semesta untuk memberi mu bahagia yang tiada tara, jika caranya adalah menjauhkan mu dari aku. Maka, lakukan lah wahai semesta. lakukan lah...