~CHAPTER ELEVEN~

7.7K 428 22
                                    

"Pattaya!!!!!!! Akhirnya!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Pattaya!!!!!!! Akhirnya!"

Panji berteriak kencang. Rasa senangnya tidak kurang dirasakan oleh teman-temannya yang lain. Kini mereka tiba di Pattaya, tempat kelahiran Gabriel.

《PATTAYA》

Mereka turun dari mobil van. Mulut Winny dan Panji membulat sempurna memandang besarnya vila milik paman Firman. Gabriel, Marco, Cakra dan Airan membantu mengeluarkan koper-koper masuk ke dalam rumah. Sementara Fauzan, Willy, Panji dan Firman sudah masuk ke dalam vila

"Liat mereka, kita cape-cape ngeluarin barang berat kek batu ini, mereka seenaknya jalan-jalan kek gak punya dosa."kesal Airan

"Biarin. Kasian pacar gw kalo disuruh angkat-angkat barang berat kek gini."celetuk Marco. Ia berulang alik mengambil dan menghantar tas ke dalam vila

"Lo doang, gw yang gak punya pacar ini cape iye."

Selesai mengangkat barangan ke dalam vila, mereka masing-masing mulai melakukan aktivitas biasa. Firman dan Panji memilih untuk mengambil foto di kolam renang, Willy sibuk mengisi perut, aktivitas renang dilakukan oleh Cakra dan Airan, Marco menidurkan dirinya karna lelah mengemudi.

Pemandangan tenangnya laut dari atas balkoni dinikmati Fauzan. Angin yang bertiuapan dihirup olehnya. Tempat idamannya akhirnya dapat ia jejaki bersama teman-temannya.

"Seger ya."

Suara berat yang menyapa indera pendengarannya, membuka kembali matanya yang awalnya tertutup. Ia berbalik, ternyata itu Gabriel. Ia menyodorkan Fauzan segelas jus jeruk.

"Kalo aja rumah gw kek gini. Tenang, aman, nyaman..."lama Gabriel berdiam. Kepalanya menunduk. Ia mengangkat kembali kepalanya, "Gw mau mutar waktu dimana papa gw dibunuh. Nyelamatin dia. Pasti gw masih di sini."

Fauzan menatap sejenak wajah Gabriel. "Semuanya udah ditakdirkan. Kalo lo gak pindah ke Bangkok, lo gak nemu gw."

Gabriel tertawa. Ia tersenyum memandang wajah Fauzan. Yang dipandangi sibuk memfokuskan matanya memandang luasnya lautan.

"Zan."

Fauzan menoleh. Kini giliran Gabriel yang mengelak melakukan kontak mata. "Lo pernah nyesel gak sayangin orang yang gak pernah nganggep lo keluarga?"

Fauzan mengeryit. "Kenapa? Emangnya siapa yang gak sayang lo?"

"Gak...kan cuman nanya. Siapa tau lo punya."

Fabian mengangguk-angguk mengerti walaupun sadar dengan nada bicara Gabriel yang aneh. Gabriel anak yang selalu berbicara ngawur tidak pernah berbicara soal perasaan ataupun soal keluarga. Dengan ini, tidak heran kenapa Fauzan tidak tahu menahu soal sejarah keluarganya. Terkadang Fauzan berpikir jika Gabriel tidak terlalu terbuka dengannya.

ꜱᴛᴀʟᴋᴇʀTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang